Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mengenakan kemeja putih dan dasi merah di balik jas abu-abu, presiden terpilih Singapura Tony Tan mengambil sumpah pada Kamis pekan lalu. "Sebagai presiden, saya akan bekerja dengan pemerintah, kelompok masyarakat, dan seluruh bangsa untuk menciptakan Singapura yang lebih peduli dan ramah," kata Tan.
Bekas menteri ini terpilih menjadi presiden lewat pemilihan umum yang berlangsung ketat, 27 Agustus lalu. Tony Tan mengantongi 35 persen dari sekitar 2,1 juta suara. Dia mengalahkan rivalnya, Tan Cheng Bock, yang memperoleh 34 persen suara. Kandidat lainnya, Tan Jee Say, hanya memperoleh 25 persen suara, dan Tan Kin Lian 5 persen.
Serunya pemilu yang berlangsung Sabtu dua pekan lalu itu membuat pengumuman hasil penghitungan suara sempat ditunda selama beberapa jam. Panitia pemilu menghitung ulang suara karena selisih tipis antara Tony Tan dan Tan Cheng Bock. Kedua kandidat itu sama-sama bekas anggota People’s Action Party, partai yang berkuasa di Singapura.
Tony Tan menggantikan S.R. Nathan, presiden terlama di Singapura, yang telah menjabat sejak 1999. Pria kelahiran 7 Februari 1940 ini mulai terjun ke dunia politik pada 1979 dengan memimpin kementerian di bidang pendidikan, keuangan, perdagangan dan industri, serta kesehatan. Pada 1991, Tony Tan meninggalkan kabinet untuk memimpin Bank OCBC.
Hingga bulan lalu, Tony Tan menjadi wakil kepala dan wakil direktur eksekutif perusahaan investasi pemerintah Singapura (GIC). Dia juga memimpin Singapore Press Holdings Limited, yang menerbitkan koran Lianhe Zaobao dan The Straits Times.
Setelah amendemen konstitusi diberlakukan pada 1991, Presiden Singapura dipilih melalui pemilihan umum. Presiden pertama yang dipilih rakyat adalah Ong Teng Cheong, yang menjabat mulai 1 September 1993 hingga 31 Agustus 1999.
Kedua Tan memiliki catatan panjang pelayanan publik. Tony Tan berperan banyak dalam pemerintahan, dan Tan Cheng Bock sebagai bekas anggota parlemen. "Pemilih mengakui dan menghargai kekuatan dan pendekatan inklusif mereka," kata Perdana Menteri Lee Hsien Loong.
Para analis menilai terpilihnya Tony Tan, yang didukung sebagian besar politikus yang berkuasa, sebagai barometer ketidakpuasan pemilih terhadap People’s Action Party. Pada Mei lalu, total suara partai yang berkuasa sejak 1959 itu jatuh menjadi 60 persen dalam pemilu parlemen. Ini angka terendah sejak Singapura memisahkan diri dari Malaysia pada 1965.
Ketidakpuasan itu merupakan reaksi atas melonjaknya harga rumah, kedatangan pekerja asing, dan ketimpangan pendapatan. People’s Action Party mempertahankan mayoritas di parlemen dengan 81 dari 87 kursi. Tapi cengkeramannya pada kekuasaan tampaknya akan tergelincir.
Soh Suan Fong, 61 tahun, karyawan industri hiburan, berpendapat presiden terpilih ini cukup ideal, karena pengalamannya dalam pemerintahan. "Saya rasa dia orang yang tenang, memiliki hati untuk rakyat, dan membawa dirinya cukup baik selama kampanye," ujarnya.
Namun seorang warga yang enggan menyebut nama mengaku kecewa dengan hasil pemilu. "Saya kecewa Tan Cheng Bock tidak menjadi presiden," ujarnya. Dia berharap Tony Tan meletakkan kepentingan bangsa di atas politik.
Tham, 37 tahun, seorang pengacara, malah menganggap Tony Tan boneka dari pemerintah dan partai yang berkuasa. "Saya ingin presiden yang bicara blakblakan dan bukan boneka," ujarnya sambil menyebut Tan Jee Say adalah sosok yang ideal. Secara implisit, Perdana Menteri Lee dan Presiden S.R. Nathan memang pernah menyatakan dukungannya kepada Tony Tan.
Menjawab kritik itu, Tony Tan berjanji akan bekerja yang terbaik untuk warga Singapura. "Apa pun afiliasi politik mereka," kata Tan, yang akan berkuasa selama enam tahun mendatang, "Kepresidenan berada di atas politik."
Nieke Indrietta (Reuters, SingaporeScene, Yahoo Newsroom)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo