Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Arsip

Uang Belakang Sang Pialang

Paladin memiliki catatan buruk dalam hal pembayaran klaim asuransi tenaga kerja. Dikelola cucu bekas petinggi Pertamina dan pensiunan jenderal.

5 September 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ASURANSI lekat dengan jalan hidup Aan Sadnan. Sudah empat dekade ia menggeluti industri ini. Pria asal Kuningan, Jawa Barat, ini juga bertahun-tahun malang melintang menangani perlindungan tenaga kerja Indonesia. "Ia pemain lama," kata Surachman Jusuf, Direktur Utama Paladin International, pertengahan Agustus lalu.

Aan sebelumnya mengelola dua konsorsium asuransi: Barokah dan Tripuri. Itu sebabnya, ketika pada Agustus tahun lalu Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyeleksi ulang konsorsium dan pialang yang berhak menyelenggarakan asuransi buruh migran, Paladin merekrut Aan. Pria 60 tahun ini ditawari posisi sebagai penasihat.

Paladin mesti bergegas karena puluhan pialang berlomba membentuk konsorsium baru. Jangka waktu untuk memasukkan proposal cuma satu pekan. "Saya datangi kantor perusahaan asuransi satu per satu," kata Surachman.

Maka terbentuklah konsorsium Proteksi TKI, dipimpin PT Central Asia Raya. Paladin berperan menjadi pialangnya. Pada 6 September 2010, Kementerian Tenaga Kerja menetapkan Proteksi TKI sebagai penyelenggara asuransi tenaga kerja Indonesia, menyisihkan tiga konsorsium lain.

Terpilihnya Paladin, kata sejumlah sumber, tidak lepas dari peran Aan. Ia rajin menjalin lobi dengan petinggi di Kementerian Tenaga Kerja. Salah satunya Jazil Fawaid, Staf Khusus sekaligus orang kepercayaan Menteri Muhaimin Iskandar. Jazil sempat meminta Rp 100 ribu dari nilai premi tiap bulan disalurkan buat Menteri. Lobi kerap dilakukan di lounge Hotel Gran Melia, Hotel Bidakara, Hotel Sultan, dan Hotel Crown.

Aan juga sering wira-wiri di lantai dua Kementerian Tenaga Kerja, tempat Muhaimin dan para anggota staf khusus berkantor. Kebetulan ia masih keturunan nahdliyin. Ayahnya bekas Ketua Nahdlatul Ulama Kuningan. "Jangankan dengan Jazil, dengan menterinya saja saya kenal," katanya. "Saya dekat dengan Partai Kebangkitan Bangsa karena masih keluarga partai itu."

Pria ini juga dekat dengan politikus senior, termasuk beberapa tokoh Partai Golkar. "Tapi hubungan saya dengan mereka terkait dengan urusan polis asuransi," katanya.

Sumber Tempo mengatakan Jazil diberi Rp 5 miliar agar Konsorsium Proteksi TKI terpilih menangani asuransi. Uang diberikan pukul dua dinihari, di tengah gerimis, di rumahnya, perumahan Pondok Payung Mas, Ciputat, Tangerang Selatan, beberapa hari sebelum hasil seleksi diumumkan. "Aan mengetahui pengantar fulus itu," katanya.

Ditemui pada Jumat pekan kedua bulan lalu, Muhaimin menepis kabar itu. "Itu isu lama," katanya. Jazil malah mengatakan belum pernah mendengar nama Paladin. Ia mengatakan, "Saya orang kampung, tidak mengerti asuransi."

Setali tiga uang, Aan membantah terlibat rasuah. "Kalau untuk urusan itu, saya tidak mau ikut-ikutan," katanya. Ia mengatakan tidak pernah mengantar atau menjadi saksi pemberian fulus. Sama seperti Aan, Surachman menegaskan tidak ada aliran uang.

Terpilihnya Paladin tetap mengundang tanya. Soalnya, perusahaan itu kerap kena teguran. Pada akhir 2008, broker asuransi ini dikenai skorsing karena kantor cabangnya tidak lengkap.

Halomoan Hutapea, Ketua Bidang Hukum Asosiasi Jasa Penempatan TKI Asia-Pasifik, mengatakan Paladin bersama Konsorsium Proteksi—ketika itu diketuai PT Asuransi Umum Mega—juga dikenai hukuman berbulan-bulan karena klaim asuransi tidak kunjung dibayar. Nilainya mencapai Rp 8 miliar. "Ini bukti pialang tidak maksimal melakukan fungsinya," katanya.

Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan (BP3) TKI pun mengeluarkan surat kepada semua pelaksana penempatan TKI swasta agar pembayaran premi dan pengajuan klaim tidak melalui Paladin. Surachman tidak membantah cerita itu. "Tapi, setelah kami jelaskan, semuanya bisa diselesaikan," ujarnya.

Siapa pemilik Paladin? Menurut akta notaris tertanggal 29 April 2005, perseroan ini dimotori Prastowo Z.A. Mokodompit, Tirzan Amir, dan Toto Prasetyo. Di luar tiga nama itu, ada nama Abdul Wahab Mokodongan dan Moerdjajati A.W.

Prastowo adalah putra Endang Utari Mokodompit, anak kedua Ibnu Sutowo, pensiunan jenderal, Direktur Utama Pertamina era Soeharto. Prastowo dan Tirzan berteman pada saat kuliah di Amerika Serikat. Sepulang dari negeri Abang Sam, keduanya berkenalan dengan Toto lalu mendirikan Paladin.

Posisi direktur utama dipegang oleh Tirzan. Adapun Abdul Wahab Mokodongan, bekas Kepala Pusat Penerangan ABRI, ditawari posisi direktur. Di Akademi Militer, pria kelahiran Bolaang Mongondow, Sulawesi Utara, ini satu angkatan dengan bekas Panglima TNI Endriartono Sutarto, yakni angkatan 1971. Pangkat terakhirnya mayor jenderal.

Dua tahun lalu, susunan direksi Paladin dirombak. Tirzan digantikan Surachman. Adapun Toto diangkat sebagai Direktur Keuangan dan Administrasi. Kini Prastowo, Tirzan, dan Toto masing-masing memiliki 32,5 persen saham. Sisanya dibagi rata milik Abdul Wahab dan Moerdjajati.

Sumber utama pendapatan Paladin berasal dari asuransi buruh migran. Sektor ini mendominasi lebih dari 90 persen. "Sisanya dari asuransi sektor perkapalan, kargo, dan kendaraan," ucap Surachman.

l l l

RUANGAN itu berukuran sembilan meter persegi. Separuh dindingnya dari tripleks. Tiga set meja dan kursi—dua di antaranya dilengkapi seperangkat komputer—berdesakan di situ. Itulah kantor perwakilan Paladin di Purwomartani, Sleman, Yogyakarta.

Kantor itu menyatu dengan gedung Balai Pelayanan, Penempatan, dan Perlindungan TKI. Ongkos sewanya Rp 2,6 juta per tahun. Ada tiga pegawai bekerja di situ. Kondisi perwakilan Paladin lain yang didatangi Tempo terlihat sama. Fasilitas minim. Tidak ada kesan bonafide dari kantor yang mengelola premi miliaran rupiah.

Kantor Paladin di Batam menyatu dengan biro perjalanan milik Abdul Hafidz, penanggung jawab Paladin di sana. Sedangkan di Makassar, Paladin menumpang gratis di lantai dua kantor Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) regional Sulawesi, Maluku, dan Papua. Jumlah anggota stafnya cuma satu. Fasilitasnya terdiri atas satu meja-kursi dan komputer. Kantor Paladin di Denpasar—dikelola dua anggota staf dengan fasilitas satu komputer dan printer—juga menumpang di BNP2TKI.

Sehari-hari, tugas mereka mengurus administrasi, seperti menampung pembayaran premi, memasukkan data, dan mengecek kelengkapan bila ada pengajuan klaim. "Sifatnya hanya koordinasi," kata Eko Megiansyah, karyawan Paladin di Medan.

Program perlindungan ini tampak belum maksimal. Perwakilan Paladin di luar negeri, misalnya, baru berdiri di Kuala Lumpur pada April lalu. Sedangkan di Arab Saudi, Taiwan, dan Hong Kong masih nihil. Situasi kantor dan minimnya jumlah perwakilan di mancanegara itu tidak sebanding dengan komisi yang diterima. Dari premi Rp 400 ribu yang disetor buruh migran, setengahnya masuk ke kantong Paladin. Sisanya baru dibagikan ke anggota konsorsium.

Komisi broker 50 persen ini dinilai terlalu besar. Seorang bekas pialang asuransi mengatakan besarnya komisi tidak lepas dari biaya lobi yang sudah dikeluarkan di muka.

Menurut seorang pialang, komisi 20-30 persen lebih dari cukup. Dalam konteks perlindungan tenaga kerja, keberadaan broker lebih bersifat administratif, yakni mempercepat proses penutupan dan pencairan klaim. "Sementara risiko dan preminya sudah tertera di dalam peraturan menteri," katanya.

Ditemui di kantornya, Surachman menilai komisi yang diterima Paladin masih wajar. "Dari dulu pasarnya segitu," katanya. Apalagi sekarang ada tuntutan baru: mendirikan perwakilan di luar negeri dan menerapkan pembayaran kilat di terminal kedatangan Selapajang Soekarno-Hatta. Tapi Surachman alpa, kewajiban itu banyak yang belum dijalankan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus