Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pertemuan Presiden Afganistan Hamid Karzai dan Perdana Menteri India Manmohan Singh pada awal bulan lalu di New Delhi memang tak dihadiri wakil Pakistan. Tapi bayang-bayang negara itu sungguh sangat terasa. Ketika Karzai dan Singh duduk dan berdiskusi, sebagian besar isu mengandung unsur Pakistan—isu terorisme, pembentukan karakter bangsa, stabilitas regional, dan perdagangan.
Pertemuan itu memastikan peningkatan kerja sama militer India dengan Afganistan. India sepakat melatih unit-unit tempur tentara Afganistan untuk menghadapi serangan dan teror. Mereka yakin kelompok ekstremis masih aktif meski pemimpin Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, telah tewas dalam penyergapan pasukan Amerika Serikat. Al-Qaidah, kelompok yang dituding bertanggung jawab atas serangan terhadap gedung World Trade Center dan mendanai aksi teror di dunia, dianggap belum mati.
Tak hanya melatih tentara, India melatih pilot. Negara itu bahkan menghibahkan senapan, peluncur roket, dan artileri. Sebelumnya, India memberikan pelatihan diam-diam kepada pasukan keamanan Afganistan. Misalnya pada 2007, saat dua peleton pasukan yang terdiri atas 60 orang dilatih intensif.
Langkah itu dilakukan untuk mengantisipasi penarikan bertahap pasukan Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) dan pasukan Amerika Serikat. "Seluruh pendekatan India terhadap Afganistan adalah (Afganistan) harus memiliki pasukan keamanan terorganisasi yang mampu mengurus diri sendiri," kata Menteri Luar Negeri India S.M. Krishna kepada media setempat.
India berharap Afganistan bangkit sebagai masyarakat demokratis, multipartai, dan pluralistis. India khawatir kelompok radikal dari Pakistan akan mempengaruhi kondisi Afganistan. Yang paling membuat khawatir adalah Taliban, yang selama sepuluh tahun menyebabkan perang terbesar di wilayah Asia Selatan. Taliban memiliki hubungan yang baik dengan Pakistan.
Sikap keras India terhadap Pakistan berkaitan dengan pengalaman pahit warganya yang menjadi korban teror. Serangan bom yang menewaskan 166 orang dan melukai 308 orang di Mumbai pada 26 November 2008, misalnya, masih terkenang. Saat itu sekitar sepuluh titik kota menjadi target penyerangan. Aksi ini merupakan salah satu yang terbesar di India dan menuai kecaman dari masyarakat internasional.
India menuding Lashkar-e-Taiba, kelompok militan asal Pakistan, berada di balik aksi itu. Ajmal Kasab, tersangka pelaku, tertangkap polisi India dan mengakui semua aksinya itu didukung pemerintah Pakistan. Inilah yang membuat India geram.
India juga menduga pemimpin Taliban, Mullah Omar, bersembunyi di Quetta, Pakistan, dan merencanakan serangan di Afganistan dari kota itu. Pada awal bulan lalu, Taliban kembali menunjukkan keberadaannya dengan menyerang pasukan NATO dan Kedutaan Amerika Serikat di Afganistan. Puluhan korban berjatuhan.
Kekhawatiran lain India adalah krisis politik internal Pakistan akibat kebuntuan hubungan militer dan sipil. Beredar spekulasi mengenai niat tentara melancarkan kudeta. Spekulasi timbul setelah merebak kabar tentang upaya Presiden Pakistan Asif Zardari mencari perlindungan dari kemungkinan kudeta militer. Upaya ini dilakukan setelah penyergapan Usamah bin Ladin dan kunjungan kepala badan intelijen Pakistan, Shuja Pasha, ke London untuk bertemu dengan pengusaha Pakistan-Amerika.
Untuk mengunci potensi militansi, selain bekerja sama dengan Afganistan di bidang militer, India menggelontorkan US$ 2 miliar untuk pengembangan jalan raya, jalur transmisi listrik, dan bendungan. India berharap Afganistan bisa menjadi poros penghubung perdagangan serta kerja sama ekonomi Asia Tengah dan Asia Selatan. "Bagi India, perdamaian di Afganistan penting untuk dapat memanfaatkan potensi ekonomi besar negara-negara Asia Tengah," kata Sajjad Ashraf, mantan Duta Besar Pakistan untuk Singapura.
Wajar bila Pakistan merasa India akan mempengaruhi stabilitas kawasan. "Kehadiran India di Afganistan seharusnya tidak menjadi keberadaan intelijen atau militer strategis yang mengancam integritas, stabilitas, dan kekuatan Pakistan," ujar bekas Duta Besar Pakistan untuk Amerika, Husain Haqqani.
Eko Ari (India Times, Hindustan Times, CNN, Finansial Times, Economic Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo