Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=arial size=1 color=#ff9900>Spanyol</font><br />Torero Terakhir di El Monumental

Parlemen Barcelona melarang aksi matador di wilayahnya. Ada alasan menjunjung hak binatang, juga nasionalisme.

28 November 2011 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak afdal datang ke Spanyol bila belum mencecap sangria, menikmati flamenco, dan menonton adu banteng. Minuman beralkohol bercampur potongan buah itu sama eksotisnya dengan liukan tubuh penari flamenco dan para matador. Namun La Plaza Monumental de Barcelona, satu dari tiga stadion terkenal tempat para torero—sebutan untuk penakluk banteng—beraksi, segera pensiun menggelar tontonan matador melawan banteng marah. Parlemen Barcelona telah melarang atraksi membunuh binatang bertanduk itu mulai awal tahun depan, setelah penduduk setempat mengajukan petisi pada 2009.

Maka pesta perpisahan pun digelar pada senja di Ahad, 25 September 2011. Beberapa matador memamerkan keahliannya untuk terakhir kalinya di El Monumental, stadion yang sudah menjadi tuan rumah pertunjukan yang menarik jutaan turis sejak 1914 itu. Sekitar 18 ribu penonton memadati bangunan berdaya tampung 20 ribu orang itu. Padahal, dalam pergelaran biasa, sangat sulit mendapatkan penonton untuk mengisi sepertiga kapasitas El Monumental. Penonton pun bersedia mengeluarkan uang hingga 1.600 euro—sekitar Rp 19,5 juta—atau tiga kali dari harga biasa. "Saya telah antre di sini sejak Kamis dan tidur di luar selama tiga malam," kata Jordi Pique, seorang penonton.

Salah satu yang tampil dalam laga perpisahan adalah torero Serafin Marin. Matador 29 tahun itu mengenakan baju dengan celana ketat dan jubah merah dihiasi payet kuning. Topi hitam dan kain merah kuning menambah jantan penampilannya. Mata Marin menatap tajam ke arah banteng lawannya. Dengan pedang di tangan kirinya, ia siap menundukkan keliaran binatang bertanduk tajam itu.

Marin adalah salah satu matador terbaik asal Barcelona. Ia tampil bak penari yang menggoda, melenggak-lenggok memainkan kain merahnya. Hanya dalam beberapa kali putaran, Marin berhasil menaklukkan banteng seberat setengah ton itu. Darah menyembur memerahkan pasir. Aksi ini disambut tepuk tangan dan teriakan "Kebebasan!"

Bagi para penggemar adu banteng, mereka menyayangkan tradisi 600 tahun yang muncul pertama kali dalam perayaan penobatan Raja Alfonso VIII itu hanya tinggal kenangan di Barcelona. Torero Marin mengecam larangan dari parlemen. "Parlemen melarang adu banteng, yang merupakan fiesta Spanyol, simbol nasionalisme Spanyol," katanya dalam suatu wawancara menjelang pergelaran adu banteng.

"Larangan itu tidak ada hubungannya dengan kekerasan terhadap binatang," dia menambahkan. Banyak pihak memang mempertanyakan pelarangan adu banteng dengan matador, karena masih ada tradisi lain membunuh banteng di Spanyol, seperti correbous. Massa mengejar seekor banteng dengan obor menyala melekat pada tanduk, melewati jalan-jalan kota. "Mereka melarang matador, sementara masih membiarkan kemungkinan untuk melanjutkan correbous Catalonia," kritik Tim Parfitt, seorang penulis asal Inggris.

Pelarangan aksi matador di Barcelona merupakan buah perjuangan kelompok pencinta dan pejuang hak binatang. Salah satu aktivisnya, Elena Allue, menganggap adu dengan banteng adalah kegiatan primitif. Namun tak sedikit yang percaya "hak binatang" bukan satu-satunya alasan memperjuangkan pelarangan bertempur melawan banteng. Penyebab lainnya adalah keyakinan dan sikap penduduk Catalonia—yang disebut sebagai orang Catalan—menolak Spanyol. "Orang Catalan menyukai sepak bola, bukan adu dengan banteng," kata seorang blogger.

Catalonia memang memiliki status sebagai wilayah berkedudukan khusus di Spanyol. Kawasan dengan ibu kota Barcelona itu memiliki rasa nasionalisme sendiri dan merasa bukan bagian dari Spanyol. Menurut seorang penulis perjalanan, Damian Corrigan, dalam kolomnya di About.com, alasan orang Barcelona menolak bullfighter tapi mempertahankan correbous adalah atraksi yang pertama identitas Spanyol, sedangkan berikutnya ciri khas Catalonia. "Hak binatang sedikit membaik karena mereka tak harus mati, tapi tetap menderita akibat dikejar-kejar keliling kota," tulis Corrigan.

Eko Ari, BB (Telegraph.co.uk, Reuters, Al Jazeera, Kyero.com, Gomadrid.com)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus