Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kota Al-Barka di Pulau Basilan, Filipina Selatan, terlihat lengang Rabu siang pekan lalu. Rumah dan peternakan kosong ditinggalkan pemiliknya. Sekitar 3.500 penduduk telah mengungsi menjauhi kota yang selama ini menjadi salah satu basis gerilyawan Front Pembebasan Islam Moro (MILF) itu.
Warga Al-Barka khawatir bakal pecah pertempuran yang lebih mengerikan antara pasukan pemerintah dan gerilyawan muslim Moro ketimbang sehari sebelumnya. Tanda-tandanya terlihat jelas: pemerintah mengerahkan lebih banyak tentara, helikopter, dan kendaraan tempur lapis baja. "Mereka takut terjebak dalam baku tembak jika perang kembali meletus," ujar Wakil Gubernur Provinsi Basilan Al-Rasheed Sakalahul.
Baku tembak antara pasukan pemerintah dan gerilyawan muslim Moro meletus tepat pukul 05.30, Selasa pekan lalu, di Sitio Bakisong, Desa Cambug, Al-Barka. Seusai bentrokan, pemerintah menyatakan 13 serdadunya tewas, 13 terluka, dan satu hilang. Rabu pagi, militer kembali menemukan enam mayat serdadu yang diyakini menjadi korban baku tembak malam sebelumnya. Total jenderal, pemerintah kehilangan 19 tentara. Ini jumlah yang tidak sedikit dan—menurut pemerintah—itulah hasil pertempuran tidak seimbang: 100 tentara menghadapi 400 gerilyawan.
Bentrokan ini pecah ketika pasukan pemerintah mengejar kelompok pemberontak yang dipimpin Dan Laksaw Asnawi, buron yang lolos dari penjara Provinsi Basilan pada 30 Desember 2009. Bersama 30 narapidana. Asnawi dinyatakan terlibat dalam pemenggalan kepala 14 marinir pada awal 2007. Pengejaran ini memasuki Al-Barka, yang disepakati sebagai wilayah gencatan senjata sejak tujuh tahun lalu.
Militer pemerintah menuduh gerilyawan muslim Moro melindungi Asnawi dan terlibat dalam kontak senjata itu. Namun kelompok gerilyawan mengatakan pasukan pemerintah lebih dulu menyerang posisi gerilyawan di Basilan. "Mereka memprovokasi pertempuran dengan menyerang gerilyawan dan melanggar gencatan senjata yang sudah disepakati," ujar juru bicara MILF, Von al-Haq. Dalam pertempuran itu, Al-Haq menyatakan lima gerilyawan tewas.
Pernyataan kelompok Moro itu dibantah militer. Juru bicara militer setempat, Letnan Kolonel Randolph Cabangbang, mengatakan pasukan dikerahkan untuk memeriksa laporan dari masyarakat bahwa buron itu berada dekat dengan komunitas mereka. Lokasi itu berjarak sekitar empat kilometer dari batas yang ditetapkan sebagai wilayah gencatan senjata. "Pasukan kami tidak mengganggu kubu gerilya. Kami justru ditembaki pemberontak Moro sehingga harus melawan," kata Cabangbang.
Merujuk aturan gencatan senjata, pasukan pemerintah seharusnya memberitahukan ketika masuk ke wilayah kekuasaan Moro. Pihak militer menyatakan tak ada alasan memberi informasi kepada Moro tentang operasi di Al-Barka. Seusai pertempuran pun, pasukan pemerintah telah meminta pemberontak melakukan gencatan senjata serta mencari korban pertempuran dan menyerahkan tawanan.
Al-Haq mengatakan kelompoknya tidak menahan tawanan dalam pertempuran. Ia menuding beberapa tentara yang hilang melarikan diri ke perkampungan penduduk selama pertempuran. "Sudah ada instruksi agar gerilyawan tidak melakukan serangan kecuali mereka diserang," ujarnya.
Konflik antara pemerintah Filipina dan Moro memiliki sejarah panjang. Pertempuran terakhir terjadi pada 2008, ketika pembicaraan damai macet dan memicu bentrokan yang membuat 750 ribu orang mengungsi. Konflik selama hampir empat dekade telah menewaskan lebih dari 120 ribu orang dan menghambat pembangunan wilayah selatan Filipina, yang kaya sumber daya tapi tetap miskin.
Presiden Filipina Benigno "Noynoy" Aquino III marah atas bentrokan yang menewaskan belasan serdadunya. Aquino meminta pembentukan tim untuk mengusut kejadian ini. Pemerintah berharap bentrokan tidak mempengaruhi kelanjutan perundingan dengan pihak Moro. Menurut rencana, kedua pihak akan melanjutkan pembicaraan damai yang ditengahi Malaysia bulan depan di Kuala Lumpur.
Eko Ari (Reuters, AFP, The Philippine Stars)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo