Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<font face=verdana size=1>Iran</font><br />Tak Bulat buat Ahmadinejad

Kubu konservatif menang dalam pemilihan parlemen. Muncul faksi pragmatis untuk mendongkel Ahmadinejad.

24 Maret 2008 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tak sejengkal pun ia surut. Harga-harga telah terbang tinggi, gas dan bensin juga telah dijatah, tapi Ashraf Banoo Rahimikia masih menaruh harapan besar kepada Presiden Mahmud Ahmadinejad. Warga melarat yang tinggal di pinggiran Teheran itu pergi ke bilik suara untuk memberikan suaranya kepada kubu konservatif sang Presiden dalam pemilihan umum parlemen dua pekan lalu.

”Meski orang-orang menentangnya, dia adalah salah satu dari kami,” ujar janda dua anak yang suaminya menjadi martir dalam perang Iran-Irak pada 1980-an itu.

Rahimikia dan jutaan warga Iran yang lain rupanya tak luntur mengagumi Ahmadinejad yang sederhana dan senantiasa menyebut dirinya ”anakmu yang siap bekerja siang dan malam” ini. Hasilnya, kubu konservatif meraih mayoritas 132 kursi dari 290 kursi parlemen. Adapun kelompok reformis hanya bisa meraih 30 kursi. Selebihnya diduduki kandidat independen yang bisa punya aspirasi politik yang sama dengan kedua kubu itu. Dari 132 kursi itu, 90 di antaranya diraih faksi pendukung sang Presiden.

Inilah pemilu yang mendapat seruan boikot dari Presiden Amerika George W. Bush agar rezim konservatif tak punya legitimasi memerintah Negeri Mullah itu. Seruan yang tak begitu disambut—60 persen dari 43 juta pemilih yang terdaftar datang memilih.

Amerika kemudian menuding bahwa partisipasi pemilu yang diakui pemerintah mencapai 60 persen itu hanya karena pemerintah memaksa rakyat Iran meramaikan tempat pencoblosan. Tuduhan yang justru dibantah oleh kubu reformis yang menjadi lawan kubu Ahmadinejad. ”Negara Barat selalu mengatakan kami dipaksa memilih. Saya datang untuk menunjukkan kami memilih karena kami mau,” ujar Aliyeh Mostofovi, pendukung kubu reformis di utara Ibu Kota Teheran.

Kemenangan kubu konservatif atas kubu reformis ini adalah kemenangan kedua setelah pemilu 2004. Padahal pemilu kali ini digelar di saat kondisi ekonomi Iran suram. Inflasi mencapai 19 persen, pengangguran 15 persen, gas dan bensin dijatah, serta adanya sanksi ekonomi Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa.

Pendukung konservatif menyebut kemenangan kubu imam garis keras ini diperoleh justru karena sikap kukuh Ahmadinejad menghadapi tekanan Amerika dan negara Barat yang memaksa Iran menghentikan program pengayaan bahan bakar nuklir. ”Kami, kaum konservatif, menang dalam kebijakan nuklir kami,” ujar Ahmad Tavakoli, Kepala Pusat Penelitian Parlemen. Menurut kandidat konservatif ini, rakyat percaya bahwa Ahmadinejad harus diberi cukup waktu untuk menjalankan kebijakan ekonominya. ”Itulah kenapa mereka memilihnya.”

Kebijakan garis keras Presiden Ahmadinejad memang menyeret Iran dalam konfrontasi terus-menerus dengan Amerika dan negara Barat lainnya. Dewan Keamanan PBB pun, atas tekanan Amerika dan sekutunya, menjatuhkan sanksi kepada Iran. Tapi Ahmadinejad tak mudah digertak. Apalagi pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Sayed Ali Khamenei, secara terbuka mendukungnya.

Satu alasan Khamenei mendukung Ahmadinejad, diduga soal nuklir. Khamenei memuji cara Ahmadinejad menangani masalah nuklir, seraya melihatnya sebagai orang yang paling mampu menghadapi negara Barat.

Toh, ada yang berbeda dalam kubu konservatif kali ini. Kelompok yang juga dikenal sebagai pendukung prinsip revolusi Islam Iran 1979 ini kini tak bulat. Muncul kelompok pragmatis dalam kubu konservatif yang menentang perilaku Ahmadinejad karena suka mengumbar retorika memprovokasi negara Barat. ”Jika pemerintah melanjutkan kebijakan yang kontroversial, mayoritas parlemen akan menentang,” ujar Amir Ali Amri, juru bicara koalisi kelompok konservatif.

Kelompok ini sedang mengelus-elus bekas negosiator nuklir Iran, Ali Larijani, dan Wali Kota Teheran Mohammad Baqer Qalibaf untuk menyingkirkan Ahmadinejad pada pemilu presiden tahun depan. Tapi kelompok pragmatis konservatif ini pun tak akan mengubah kebijakan soal nuklir. Sebab, inilah kebijakan pemimpin tertinggi Iran, Ayatullah Sayed Ali Khamenei.

Raihul Fadjri (AP, BBC, Time, CS Monitor)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus