Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Rumah kontrakan di Kampung Tawakal di pinggiran Skudai, Johor Bahru, Malaysia, itu tampak sama seperti yang lain. Rumah dua lantai seluas 90 meter persegi itu hanya diisi dua perangkat sofa, sebuah rak buku, dan meja kayu sederhana. Di tengah ruangan di lantai bawah, terdapat sansak dan sebuah akuarium, yang airnya sudah keruh dan berisi seekor ikan mati.
Di rumah itulah Mas Selamat Kastari, pentolan Jamaah Islamiyah Singapura, tertangkap pada awal bulan lalu. Ia berhasil meloloskan diri setelah membobol kakus penjara Whitley Road, Singapura, pada 27 Februari tahun lalu. Selama 13 bulan Mas Selamat bersembunyi dan menjalani hari-harinya di rumah itu tanpa ada yang tahu siapa dia sesungguhnya.
Penangkapan Mas Selamat berlangsung dramatis. Pada 1 April lalu, polisi yang sudah mengepung rumah kontrakan berteriak agar ia menyerah. Namun Mas Selamat lari ke lantai atas dan mencoba melompat untuk menyelamatkan diri. Polisi mendobrak pintu rumah, membekuknya, lalu memborgol tangannya di belakang punggung dan menutup kepalanya dengan sarung kotak-kotak biru tua. Polisi kemudian menggiringnya ke mobil dan membawanya pergi, meninggalkan penduduk kampung yang terheran-heran.
”Dia tampak seperti orang biasa, bahkan sangat alim,” kata Jamian Simin, warga kampung yang tinggal tidak jauh dari rumah kontrakan Mas Selamat. ”Setiap kali ketemu, dia selalu menyapa assalamualaikum, Haji.”
Mas Selamat juga kerap salat berjemaah di masjid dekat rumah kontrakannya. Tidak seorang pun di antara penduduk kampung yang jumlahnya hanya 100-an orang itu bertanya siapa dia. ”Yang kami tahu, dia orang yang sopan dan bicaranya santun namun tidak pernah mau menegakkan kepala setiap kali bicara,” kata tetangga lainnya. Selama di tempat persembunyiannya, pria berusia 48 tahun itu kerap memancing di bendungan di belakang rumahnya. Pekerjaannya serabutan: mulai dari memotong tanaman sampai menanam pisang dan singkong.
Penangkapan Mas Selamat itu akan tetap jadi rahasia seandainya koran Singapura The Straits Times tidak membocorkannya dua pekan lalu. Seorang koresponden koran itu di Malaysia meminta konfirmasi kepada Menteri Dalam Negeri merangkap Deputi Perdana Menteri Singapura Wong Kang Seng. Namun, atas permintaan Malaysia, penangkapan itu untuk sementara dirahasiakan agar tidak merusak operasi lanjutannya. ”Kang Seng mengatakan kepada saya bahwa pihak Malaysia meminta kami mensenyapkannya selama beberapa waktu,” ujar Perdana Menteri Singapura Lee Hsien Loong pekan lalu.
Dia menghormati permintaan negara tetangga itu meskipun dia tahu warga Singapura tak sabar ingin segera mendengar kabar tersebut. Sedemikian rahasianya bahkan para menteri negara itu pun tidak diberi tahu pasal penangkapan Mas Selamat.
Lee sendiri mendengar langsung kabar penangkapan Mas Selamat dalam pertemuan empat mata dengan Perdana Menteri Malaysia Datuk Seri Najib Tun Razak di Pattaya, Thailand, 11 April lalu, setelah pembatalan Konferensi Tingkat Tinggi ASEAN.
Penguasa Singapura menangkap Mas Selamat karena dia diketahui merencanakan sejumlah serangan bom di negara pulau itu, termasuk bandara internasional Changi. Cuma beberapa lama mendekam di bui, Kepala Jamaah Islamiyah Singapura tersebut meloloskan diri.
Sempat diperkirakan buron ke Filipina Selatan atau Indonesia, ternyata Mas Selamat berenang dari Woodlands, Singapura, ke Skudai di Johor, Malaysia. ”Dia kemudian pergi ke Ulu Tiram mencari Abdul Matin, seorang anggota Jamaah Islamiyah,” kata seorang sumber yang terlibat dalam operasi penangkapan. Di Ulu Tiram di selatan Johor itulah tertangkap pula tiga anggota Jamaah Islamiyah lainnya. Mereka bersembunyi di Pesantren Lukmanul Hakim.
Sebelum mendekam di penjara Singapura, Mas Selamat awalnya ditahan di penjara Bintan. Pemerintah Indonesia kemudian menyerahkannya ke Singapura pada Mei 2006. Buronnya Mas Selamat menampar wajah pemerintah Singapura dan menjadi olok-olok masyarakat, mengingat penjara Whitley Road dijaga dengan pengawasan superketat.
Angela Dewi (FP, BBC, Bernama, The Straits Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo