Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mereka muncul seperti hantu. Dua ratusan tentara berseragam hitam tiba-tiba menerobos masuk medan pertempuran Zinzibar, ibu kota Provinsi Abyan, Yaman Selatan. Tidak ada yang tahu siapa mereka dan dari mana mereka berasal. Abdullah Ali Elaiwah, pemimpin kelompok bersenjata yang tengah bertempur melawan tentara pemerintah, mengingatkan anak buahnya supaya menarik jarak dengan para pendatang baru itu.
Hari itu, Jumat dua pekan lalu, pertempuran mendatangkan banyak korban: seorang warga sipil serta 15 kombatan dari pihak pemerintah dan antipemerintah tewas. Sehari kemudian, hal yang tak pernah terbayangkan terjadi. Kesatuan Garda Republik, tentara pemerintah yang dipimpin Ahmad, putra Presiden Ali Abdullah Saleh, menyerah. Pasukan pemerintah yang lain menarik diri, dan Zinzibar jatuh ke tangan pasukan berseragam hitam yang misterius itu.
Di Kota Zinzibar, selama ini ada dua kekuatan kelompok garis keras yang bertahun-tahun bertempur untuk memisahkan diri dari pemerintah di Sana’a: suku Myriad dan Aden. Dan tak satu pun dari keduanya mengakui pasukan hitam itu bagian dari mereka.
Kelompok oposisi Jenderal Ali Mohsen al-Ahmar menuduh Presiden Saleh sengaja menyerahkan wilayah Abyan kepada kelompok Al-Qaidah melalui pertempuran itu. Caranya dengan tidak melakukan perlawanan dalam pertempuran di Zinzibar. ”Ini cara Saleh mendesak kelompok militer bergabung dengannya,” ujar Al-Ahmar. Dengan cara ini, diharapkan tentara pemerintah yang membelot akan melupakan pertikaiannya dan kembali bergabung dengan pasukan pemerintah demi menghadapi musuh bersama.
Kritik yang lebih langsung diutarakan mantan Menteri Dalam Negeri Yaman Hussein Mohammed Arab, Senin pekan lalu. Dalam wawancaranya dengan sebuah media lokal, Al-Masdar, Mohammed Arab menyatakan Presiden Ali Abdullah Saleh sudah bersekutu dengan Al-Qaidah untuk menyingkirkan pasukan gerilyawan di wilayah selatan.
Saksi mata di Zinzibar meyakini adanya keterlibatan pasukan Al-Qaidah dalam pertempuran itu. Bahkan seorang sumber kontrateroris di Zinzibar menyatakan kelompok Islam garis keras di wilayah Yaman Selatan sudah bergabung dalam kelompok Al-Qaidah di Semenanjung Arab, yang dikenal dengan sebutan Al-Qaeda in Arab Peninsula.
Namun kelompok gerilyawan selatan membaca kekalahan di Zinzibar ini sebagai akal-akalan Presiden Saleh buat meyakinkan dunia Barat bahwa Al-Qaidah sudah menguasai sebagian wilayah Yaman. ”Salah satu trik Presiden,” ujar salah satu sumber yang dikutip Al-Jazeera. Cara ini digunakan Saleh untuk menggarisbawahi pesan: tanpa dia, Yaman akan jatuh ke tangan Al-Qaidah. Sejauh ini, Presiden Saleh telah mengumumkan bahwa Al-Qaidah sudah menguasai tiga provinsi.
Cerita paling ekstrem meluncur dari mulut pemimpin gerilyawan selatan dari wilayah Abyan, Syekh Tariq al-Fadhli. Kepada Al-Masdar, Al-Fadhli menceritakan, Kamis dua pekan lalu, Presiden Saleh meneleponnya. Saat itu Saleh mengembuskan isu seolah kelompok oposisi menuduh Al-Fadhli sebagai pemimpin Al-Qaidah di Abyan dan dalang kerusuhan di Zinzibar. Untuk mengatasi ini, Saleh lalu mengajak Al-Fadhli bergabung dengannya, seraya menjanjikan posisi istimewa.
”Saya akan mempekerjakan Anda sebagai Gubernur Abyan, sehingga nama Anda dibersihkan dari semua tuduhan atas keterlibatan pemberontakan,” ujar Al-Fadhli mengutip kata-kata Presiden Saleh, dalam wawancara dengan televisi BBC.
Presiden Saleh memang menempuh aneka cara untuk mempertahankan kekuasaan yang telah berumur 33 tahun ini. Senin dua pekan lalu, ia kembali mengingkari janjinya mengundurkan diri. Inilah ketiga kalinya ia tak menepati janji.
Cheta Nilawaty (Al-Masdar, New York Times, Telegraph.co.uk)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo