Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PERSERIKATAN Bangsa-Bangsa memuji Kamboja selangit pada 2007. Negara ini dianggap sebagai satu dari dua negara di Asia Tenggara—lainnya Indonesia—yang menandatangani Konvensi Internasional 1951 tentang pengungsi. Di Phnom Penh, ibu kota negeri itu, kantor PBB yang mengurus soal pengungsi berdiri pada tahun itu juga.
Tapi, menjelang tutup tahun 2009, PBB mengecam Kamboja karena masalah pengungsi. Phnom Penh mendeportasi 20 pengungsi Uighur yang meminta suaka ke Kamboja. Mereka dideportasi ke Cina, Sabtu dua pekan lalu. Mereka lari dari Xinjiang, tanah kelahirannya, setelah kerusuhan pada Juli lalu.
Phnom Penh beralasan, ”Mereka melanggar aturan keimigrasian sebagai pendatang ilegal,” ujar Khieu Sopheak, Menteri Dalam Negeri Kamboja. Sopheak juga mengatakan pemerintahnya akan mendeportasi dua orang etnik Uighur yang hilang di Kamboja. Tindakan itu mengejutkan karena sebelumnya pemerintah Kamboja dan Organisasi PBB Urusan Pengungsi bertanggung jawab memantau mereka dalam kompleks tempat tinggal khusus.
Alasan ini juga yang dipakai pemerintah Cina untuk meminta warga minoritas Uighur itu dipulangkan. Juru bicara kantor Perdana Menteri Cina, Jiang Yu, mengatakan mereka telah melanggar Undang-Undang Cina tentang Kontrol Migrasi Warga Negara. ”Mereka juga tersangka kriminal. Saya pikir negara lain pun akan berbuat sama.”
Tapi tudingan muncul. Pemulangan itu dilakukan karena Cina menjanjikan bantuan buat pembangunan di Kamboja. Apalagi Wakil Presiden Cina Xi Jinping datang ke Kamboja dua hari setelah pesawat khusus yang membawa pengungsi itu lepas landas. Juru bicara pemerintah Kamboja, Khieu Kanharith, mengatakan, ”Wakil Presiden berterima kasih kepada Kamboja atas deportasi itu.”
Bantuan itu masuk lewat 14 kesepakatan pembangunan yang ditandatangani saat Xi Jinping ke Kamboja. Bantuan US$ 1,2 miliar digelontorkan Cina untuk membantu pembangunan jalan dan memperbaiki kuil-kuil Buddha Kamboja.
Selama ini, pembangunan Kamboja memang bergantung pada bantuan negara lain, termasuk Cina. Hubungan baik Cina dan Kamboja, menurut Kanharith, sudah lama terjadi. Sejak 1992, Cina telah membantu Kamboja mengatasi ketertinggalannya di antara negara-negara Asia Tenggara.
Berbagai kecaman muncul setelah bantuan itu ditandatangani. Rebiya Kadeer, pemimpin Uighur yang dalam pengasingan di Amerika Serikat, menuduh Beijing telah mempengaruhi Kamboja sehingga tak punya pilihan lain. ”Tak diragukan lagi, ini karena tekanan Cina, karena bantuan jutaan dolar itu.”
Para pengungsi lari dari Cina menyusul kerusuhan Juli lalu yang menewaskan 200 orang dan mencederai 1.600 orang di Xinjiang. Kerusuhan itu terjadi antara etnik Uighur dan etnik Han, menyusul kasus pelecehan dan pemukulan terhadap etnik Uighur beberapa hari sebelumnya. Puluhan orang ditangkap setelah kerusuhan itu dan 17 orang dieksekusi mati. Sebagian besar berasal dari etnik Uighur.
PBB mengecam tindakan ini dari sisi aturan internasional tentang pengungsi yang sudah ditandatangani pemerintah Kamboja. PBB ragu para pencari suaka itu akan diperlakukan dengan baik oleh pemerintah Cina. ”Apalagi mereka sudah ditetapkan sebagai kriminal,” ujar Manfred Nowak, Pelapor Khusus PBB Urusan Penyiksaan.
Alasan Manfred masuk akal. Shaheer Ali, aktivis politik Uighur yang lari ke Nepal pada 2000, dipaksa kembali ke Cina pada 2002 oleh pemerintah Nepal. Pada Maret 2003, Shaheer dieksekusi mati pemerintah Cina.
Ada beberapa pencari suaka lain dari etnik Uighur yang ditahan tanpa kejelasan nasib di Cina, seperti Abdu Allah Sattar dan Kheyum Whashim Ali. Kheyum, menurut Amnesti Internasional, disiksa sekembalinya dari Nepal bersama Shaheer dan Sattar. Mereka bertiga telah ditetapkan sebagai pengungsi oleh PBB.
Ada lagi Muhammed Tohti Metrozi, yang dideportasi pemerintah Pakistan pada Juli 2003. Kemudian Abdukakhar Idris, Ahmet Memet, dan Turgun Abbas. Ketiganya berasal dari Kashgar dan dideportasi pemerintah Kazakstan pada 2001-2002.
Apa yang dilakukan Beijing terhadap kedua puluh orang etnik Uighur, menurut Jiang Yu, adalah urusan internal Cina. ”Kami akan mengurus mereka berdasarkan hukum kami. Hak dan kepentingan mereka berdasarkan undang-undang tentu akan kami perhatikan,” ujarnya
Yophiandi (Amnesty.org, AP, BBC, FMPRC.gov.cn, Xinhua)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo