Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

<Font size=2 color=#FF0000>Yohei Sasakawa:</font><br />Saya Tak Pernah Memberikan Satu Sen pun kepada Pemerintah

13 September 2010 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di antara empat pebisnis Jepang yang diakui dunia dalam kegiatan sosial, Yohei Sasakawa termasuk salah satunya. Dia peduli pada kesehatan, terutama dalam urusan penyakit kusta. Dia membangun rumah sakit di berbagai negara yang rakyatnya banyak menderita penyakit ini. Pemilik bisnis distributor elektronik Funai Electric Company ini bahkan menjadi Duta Kesehatan Badan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Yohei mengaku langkahnya itu sesuai dengan pesan ayahnya, Ryoichi Sasakawa, pebisnis sekaligus politikus terkenal di Jepang, yang sempat dituduh sebagai penjahat perang pada masa Perang Dunia II. Tuduhan itu tak pernah terbukti. Ryoichi bahkan menjadi orang berpengaruh di Jepang, dan mendedikasikan dirinya pada Nippon Foundation.

Dua pekan lalu, selama dua hari Yohei mengunjungi proyek-proyek sosialnya di Indonesia, yaitu Palembang dan Cilandak. Pada kedatangannya yang pertama kali ini, dia dikejutkan oleh transportasi Jakarta yang semrawut. ”Saya kaget di Jakarta banyak sekali mobil, motor, macet di mana-mana,” katanya kepada wartawan Tempo Yophiandi, Sandika Hamid, Andree Priyanto, dan Syarifanie.

Mengapa Anda tak membantu pemberdayaan ekonomi kecil, bukankah di Jepang bidang ini sangat sukses?

Di dunia sudah ada ahlinya di bidang itu, Profesor Mohammad Yunus, yang mendapat Nobel Perdamaian, sehingga menginspirasi bank-bank di berbagai negara; dan juga sudah banyak perusahaan besar yang CSR-nya terlibat dalam isu ini. Jadi saya pikir, saya tak perlu ikut-ikutan di isu yang sama. Saya ingin masuk di area yang tak didekati pihak lain, tapi sebetulnya dibutuhkan.

Mengapa pula Anda hanya membantu di bidang kemiskinan dan kesehatan, tidak di pendidikan?

Saya tak hanya membantu orang miskin, tapi juga di bidang pendidikan, terutama untuk mencetak pemimpin bagus. Kalau ada satu saja pemimpin bagus, negeri yang dipimpinnya akan bagus juga. Orang miskin tak ada lagi, tak ada lagi kesenjangan, kesejahteraan dan semuanya tertata baik. Saya juga datang ke Universitas Indonesia memberikan program beasiswa. Juga di negara lain, 69 universitas di 44 negara. Mereka mesti bisa saling membangun jaringan. Dengan globalisasi, Anda tak cuma berpikir soal negara Anda, tapi juga dunia. Fokus saya pada jaringan para pemimpin ini.

Anda yakin tujuan itu bisa tercapai?

Tentu bisa, karena ini sudah 20 tahun dan terbukti mereka yang mendapat beasiswa, yang tersebar di Vietnam, Laos, Kamboja, Thailand, dan Jepang, sudah bertukar informasi. Saya memusatkan kegiatan ini di Asia, lantaran Asia adalah kawasan yang paling dinamis, masih berkembang, dan bisa saling membantu. Mereka adalah para intelektual yang berprofesi sebagai penulis, wartawan, produser, dan akademisi.

Mereka semua profesional swasta seperti Anda, tampaknya Anda tak terlalu percaya kepada pemerintah?

Ya, saat ini memang orang-orang yang profesional, lembaga swadaya masyarakat, tak mau ikut dalam kerja pemerintah. Apa yang saya lakukan adalah menunjukkan kepada pemerintah apa yang bisa dicapai para profesional. Tapi saya juga melakukan kerja sama dengan pemerintah. Seperti di Afrika Selatan, mereka mengembangkan pertanian dan ingin bantuan kami, ya kami kerja sama. Dan ingat, saya tak pernah memberikan satu sen pun kepada pemerintah.

Mengapa Anda mau membantu Burma, negeri yang terkenal dengan rezim otoriter dan korupsinya?

Saya kenal negeri ini sudah lama. Saya tak peduli terhadap predikat itu, dan sanksi ekonomi dari Eropa serta Perserikatan Bangsa-Bangsa tak akan bisa membantu rakyat negeri itu. Saya ingin membantu rakyat yang tertindas, tragis, dan menderita. Karena itu, saya tak bekerja dengan pemerintah yang tak ingin membantu rakyatnya yang menderita.

Bagaimana pengaruh ayah Anda dalam pekerjaan ini?

Pesan Ayah, ”Bekerjalah untuk se sama selama kamu hidup, karena bila kamu sudah mati, kamu tak bisa apa-apa lagi.” Ini yang saya ikuti. Apa yang saya kerjakan sekarang adalah kepuas an saya.

Ayah Anda juga pernah mengkritik pemerintah?

Sekitar 25 tahun lalu ayah saya sudah memperingatkan pemerintah Jepang dan dunia bahwa kalau kita tak menjaga dunia ini, kelestarian hutan dan alamnya, akan ada masalah dengan cua ca. Nah, sekarang Anda lihat.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus