Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di depan 12 ribu kader Partai Sosialis Venezuela, Hugo Chavez mengumumkan batal berkunjung ke Kuba, Senin pekan lalu. Alasan Ketua Partai sekaligus Presiden Venezuela ini serius: mungkin bakal ada serangan bersenjata besar-besaran ke negerinya. Dengan nada tinggi, Chavez memperingatkan ada konspirasi dunia melumpuhkan negara penghasil minyak dan gas ini.
Chavez menunjuk Amerika Serikat akan melancarkan serangan militer melalui Kolombia. Ia pun mengancam menghentikan pasokan minyak ke Amerika. Venezuela merupakan anggota OPEC serta memiliki cadangan minyak dan gas terbesar di Amerika Latin. Amerika adalah pembeli minyak Venezuela terbesar. ”Kami tak akan mengirim setetes pun minyak ke Amerika,” ujar Chavez. ”Tak jadi masalah kalau kami hanya makan batu.”
Ancaman Chavez terhadap Amerika merupakan buntut perselisihan Venezuela dengan negara tetangga Kolombia. Sengkarut hubungan dua negara Amerika Latin ini bermula dari pernyataan Duta Besar Kolombia untuk negara-negara Amerika, Alfonso Hoyos, Kamis, 22 Juli lalu.
Hoyos mengatakan ada 1.500 pemberontak aktif di wilayah Venezuela dan dilindungi pemerintah Chavez. Pemberontak itu adalah geril yawan Fuerzas Armadas Re volucionarias de Colombia (FARC) berpaham Marxis ortodoks serta Ejercito de Liberacion Nacional (ELN) dengan paham teologi pembebasan. FARC dicap tero ris oleh Amerika karena melakukan aksi kekerasan serta merekrut anak-anak sebagai tentara.
Sejak 2000, tingkat pembunuhan di Bogota menurun hingga 50 persen dan penculikan turun 97 persen. Merosotnya angka kejahatan ini, kata Hoyos, setelah Presiden Alvaro Uribe menyatakan perang dengan teroris, termasuk FARC. Pemberontak itu lalu bergeser ke Venezuela. Kelompok ini beberapa kali melancarkan serangan dari Venezuela, seperti daerah perbatasan Arauquita pada 20 Juni lalu. ”Kegiatan mereka berbahaya,” kata Hoyos.
Hoyos memaparkan keberadaan pemberontak dalam pertemuan negara-negara Amerika di Washington. Ia memperlihatkan peta, foto, dan video bukti FARC berada di kawasan Venezuela. Hoyos meminta Venezuela turut memerangi terorisme dan mengizinkan komisi internasional mengunjungi lokasi yang dicurigai sebagai tempat persembunyian teroris.
Chavez membantah tudingan ada pemberontak di wilayahnya. Ia balik menuduh pernyataan Hoyos itu hoax alias berita palsu. Menurut dia, pernyataan itu merupakan upaya Amerika menyerang negeri sosialis, seperti Vene zuela, melalui Kolombia.
Hanya berselang beberapa hari, Chavez memutuskan hubungan diplomatik dengan Kolombia. Dia juga menambah pasukan di perbatasan. Senin pekan lalu, Chavez mengirim lagi seri bu anggota pasukan untuk menjaga garis batas yang panjangnya 2.200 kilometer itu. ”Tak ada operasi khusus,” kata komandan wilayah Franklin Marquez. ”Tapi kita selalu waspada.”
Venezuela dan Kolombia menyimpan cerita panjang perselisihan antartetangga. Sejak merdeka dari penjajahan Spanyol, Venezuela memisahkan diri dari Gran Colombia. Beberapa kali perang sipil terjadi, misalnya di Teluk Venezuela. Tahun lalu, hubungan kedua negara ini kembali meregang ketika Presiden Kolombia Alvaro Uribe menandatangani perjanjian militer sehingga ten tara Amerika bisa masuk ke markas Kolombia.
Di bawah Juan Manuel Santos, presiden baru pengganti Uribe, yang akan dilantik pada 7 Agustus ini, Chavez sebenarnya masih membuka peluang perdamaian. Pemerintah Kolombia, kata Chavez, harus memperlihatkan kemauan politik untuk memperbaiki hubungan kedua negara itu dengan dialog. ”Harus jelas, tegas, dan tanpa keraguan,” ujar Chavez, ”tanpa trik.”
Reaksi Chavez atas pernyataan Hoyos itu dianggap berlebihan oleh sejumlah pihak. Jose Vicente Carrasquero, kepada AFP, mengatakan Chavez memperburuk hubungan dengan Kolombia sehingga bisa mendongkrak pamornya pada pemilihan anggota legislatif yang akan digelar September nanti. Dalam sejumlah survei, popularitas Chaves menunjukkan tren menurun.
Memerintah sejak 1999, pamor Hugo Chavez mulai melorot. Jajak pendapat lembaga survei terkemuka, Hinterlaces Caracas, menyatakan popularitas Chavez menjadi 41 persen. Dua tahun lalu, popularitas Chavez masih 52 persen.
Popularitas Chavez, yang menjadi tokoh 100 Orang Berpengaruh di Dunia versi majalah Time 2005-2006, memang menjadi kunci kemenangan Partai So sialis di Venezuela. Untuk itu, dia harus memilih tema internasional ketimbang isu nasional yang sedang buruk.
Chavez akan sulit mendongkrak pamornya bila mengangkat isu nasional yang ekonominya sedang babak-belur. Venezuela memang sedang kusut. Pertumbuhan ekonomi turun 5,8 persen pada kuartal pertama tahun ini. Industri manufaktur juga menyusut 10 persen serta pasokan listrik makin sulit. Chavez ingin menutupi masalah nasional ini dengan mencari musuh bersama dari luar.
Yandi M.R. (Al-Jazeera, Reuters, LAHT, ABN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo