Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tak terlihat gurat khawatir di wajah Presiden Barack Obama, Selasa pekan lalu. Padahal, dua hari sebelumnya, dokumen intelijen perang Afganistan bocor ke publik seluruh dunia. Wikileaks, situs pimpinan Julian Assange, menampilkan informasi dari data intelijen Amerika Serikat yang berhubungan dengan Pakistan.
Dokumen sebanyak 90 ribu lembar itu menceritakan kisah spionase Abang Sam dan sekutunya, Pakistan, memerangi Taliban di Afganistan. Obama mengaku prihatin dengan bocornya dokumen itu karena menyangkut banyak nyawa yang bisa melayang. ”Tapi tak ada informasi baru yang dibuka ke publik. Semuanya sudah pernah menjadi perdebatan di publik,” ujar Obama di Taman Mawar Gedung Putih.
Obama perlu berpidato karena intelijen sekutunya, Pakistan, dituduh tak serius dan bermain dua kaki dalam perang yang tak kunjung selesai di Afganistan. Sehari sebelumnya, Kongres serius membahas soal dokumen yang dibuka ke publik, dengan terje mahan kontekstual dari laporan tiga media besar, New York Times di Amerika, Guar dian di Inggris, dan Der Spiegel di Jerman.
Laporan tiga media itu, Senin pekan lalu, membuat gempar Pentagon, Kongres, dan Gedung Putih. Mereka bungkam soal keotentikan dokumen yang kini bisa diunduh dalam delapan bagian cerita itu. Mereka cuma mengatakan dokumen itu kini membahayakan nyawa para anggota intelijen Pa kistan yang dituduh makin mericuhkan perang bertajuk Enduring Freedom, sejak 2001.
Materi di situs itu, yang juga memuat bagaimana tewasnya penduduk sipil Afganistan diterjang peluru dan pesawat tempur Amerika, bisa memicu perang di antara sekutu. Juga bisa membatalkan bantuan untuk perang dalam anggaran berikutnya sebesar US$ 60 miliar.
Hamid Gul merupakan teladan jende ral-jenderal Pakistan. Dia biasa meng undang tamu negara dan wartawan ke rumahnya di Rawalpindi seraya menjamu mereka dengan teh Cina yang mahal dalam cangkir perak. Pada 1987-1989, Gul adalah Direktur Jenderal Inter-Service Intelligence Pakistan. Dia lah pengatur perlawanan kaum mujahidin Afganistan terhadap Uni Soviet. Lebih dari satu dekade, dengan jasanya itu, dia adalah pahlawan seluruh dunia.
Tapi sekarang dia mungkin dianggap sebagai musuh, orang jahat, dalam perang Amerika melawan Taliban. Ini semua lantaran dokumen intelijen Amerika yang bocor yang menghubungkan intelijen Pakistan dan para tokohnya termasuk Gul dengan kekacauan di Afganistan.
Gul, menurut dokumen itu, memban tu perlawanan Taliban terhadap pemerintah Afganistan pimpinan Hamid Karzai dan pasukan Amerika. Dia dituduh berkomplot dengan Al-Qaidah dan menyebabkan kekacauan tanpa akhir di Afganistan. Dia dan beberapa jenderal di dinas intelijen sudah menjadi benang kusut perang Afganistan sejak hari pertama perang pada 2001.
Penasihat keamanan Gedung Putih, James Jones, mengecam Wikileaks: ”Ini tindakan tak bertanggung jawab.” Jones kelabakan lantaran Pakistan selama ini dianggap sebagai sekutu terbaik Amerika dalam memerangi Tali ban. ”Mereka tak menginformasikan sama sekali soal dokumen itu, minimal menguji otentifikasinya.”
Pada 2009, dengan Jenderal Stanley McChrystal masih sebagai kepala staf komando di Afganistan, intelijen Pa kistan dimintai bantuan untuk merundingkan akhir perang di sana. Fokus memerangi Al-Qaidah dianggap kontraproduktif dengan menghajar Taliban terus-menerus.
Sebetulnya, tak semua dokumen yang bocor merupakan laporan intelijen. Beberapa di antaranya catatan harian para serdadu yang direkam oleh sebuah sumber. Dari catatan harian ini, diketahui bagaimana perang di Afganistan sebetulnya tak jelas juntrungannya.
New York Times menyebutnya ”perang kelas dua”. Maklum, dibanding Perang Irak, perang ini kalah mewah. Gaji para serdadu sering terlambat. Juga milisi yang dilatih serdadu sering kali tak terbayar.
Banyak lagi data baru yang tak tampil ke publik sebelumnya. Misalnya para serdadu yang kewalahan karena Taliban ternyata sangat kuat. Malah kekuatannya semakin besar setiap hari. Kaum gerilyawan yang pernah berperang dengan Uni Soviet itu memiliki peluru kendali pencari panas yang mampu menghancurkan roket dan pesawat Amerika.
Perang yang meletus sejak peristiwa 11 September 2001 itu membuat Dinas Intelijen Amerika mengirim banyak milisi dan agen rahasia. Sampai 2008, ada anggaran bayangan yang tak terdata di CIA. Semua dilakukan untuk menggempur Taliban yang dianggap melindungi bos Al-Qaidah, Usamah bin Ladin, yang menjadi otak serangan ke gedung World Trade Center dan Pentagon itu.
Perang di Afganistan memang makin membuat runyam negeri itu, sementara Taliban tak kunjung habis kekuatannya. Amerika membujuk Pakistan menggunakan etnis Pashtun untuk memerangi Taliban. Dan intelijen Pakistan diminta aktif membantu Amerika. Kini justru Pakistan yang kerepotan karena sebetulnya mereka tak punya masalah dengan Taliban.
Tariq Azim, senator Pakistan, menjelaskan sulitnya posisi Pakistan lantaran membantu Amerika di Afganistan. ”Sekarang mereka menghantam kami.” Semestinya, kata dia, ”Status quo saja, maka mereka juga akan tenang kembali.”
Jenderal McChrystal, yang dipecat dan digantikan David Petraeus sebagai bos Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) di Afganistan, menyiratkan hal yang sama. Beberapa kali, sebelum dipecat, dia meminta Amerika mempertimbangkan kembali keberadaannya di Afganistan.
Yophiandi (Time, New York Times, AP)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo