Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

"kami menembaknya jatuh"

Pengakuan uni soviet atas penembakan pesawat penumpang boeing-747 kal. protes dari beberapa negara dan organisasi penerbangan. soviet menuduh kal pesawat mata-mata. (ln)

17 September 1983 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

CUACA musim gugur Spanyol yang sejuk tampaknya tak berpengaruh banyak terhadap Menteri Luar Negeri Uni Soviet Andrei Gromyko. Ketika tampil di Madrid, Kamis pekan lalu, langkahnya tampak gontai. Isyarat tangan yang menyertai ucapannya serba tak pasti. "Tak ada yang bisa saya sampaikan saat ini," katanya kepada wartawan yang mencegatnya di pintu gedung Konperensi Keamanan dan Kerja Sama Eropa (CSCE). Sebaliknya dengan Shultz. Merasa di atas angin, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat itu menyebut penjelasan sejawatnya dari Uni Soviet "lebih tidak memuaskan". Sehari sebelumnya, Gromyko memang berusaha menimpakan tanggung jawab penembakan pesawat B-747 KAL itu ke pundak Amerika Serikat. Memasuki minggu kedua insiden Sakhalin, carut-marut makin mewarnai bahasa diplomatik yang dilontarkan ke alamat Soviet. Apalagi setelah Amerika Serikat, sejak minggu silam, mulai memutarkan rekaman percakapan pilot Soviet dalam peristiwa yang mengerikan itu. Rekaman ini membantah dalih Soviet sebelumnya, bahwa awak pesawat tempur mereka menemukan "pesawat asing yang tidak berlampu." Hinga awal pekan ini, Soviet tidak menyangka keabsahan rekaman tersebut. Pukul 01.18:34 WIB, 1 September, seorang pilot SU-15 Soviet melapor kepada Deputat (tanda panggilan stasiun bumi Soviet): "Lampu-lampu navigasi menyala, lampu isyarat berkedip-kedip." Pukul 01.18:56 WIB, pilot Mig-23 kepada Deputat: "Ganti, saya berada pada ketinggian 7.500, dengan arah 230." Pukul 01.19:02 WIB, pilot SU-15 kepada Deputat: "Saya mendekati sasaran." Pukul 01.26:20 WIB, SU-15 kepada Deputat: "Saya telah melepaskan rudal. Pukul 01.26:22 WIB, SU-15 kepada Deputat: "Sasaran sudah dihancurkan." Pukul 01.26:27 WIB, SU-15 kepada Deputat: "Saya menghentikan serangan." Rekaman ini, yang konon dibuat oleh Dinas Sekuriti Nasional (NSA) Amerika Serikat, agak berbeda dengan versi yang banyak disiarkan pers Jepang. Dalam versi NSA percakapan terjadi satu arah. Tidak ada sahutan dari stasiun bumi. Tetapi dalam versi Jepang, hubungan radio berlangsung bersahut-sahutan. Komandan: "Bidik sasaran." Pilot: "Sasaran sudah dibidik." Komandan: "Tembak." Pilot: "Sudah ditembak." Suara tak dikenal: "Ke mana benda itu pergi ?" Jawaban: "Kami menembaknya jatuh." Di dekat Pulau Moneron, 30 mil di lepas pantai Sakhaliri, beberapa nelayan Jepang pada saat itu mendengar dua ledakan di angkasa. Mereka melaporkan "telah melihat cahaya yang menyala, mungkin dari ledakan yang sangat dahsyat." Perjalanan maut itu dimulai dari bandar udara internasional John F. Kennedy, New York. Bertolak dari Gate 15, Boeing-747-200B itu tertunda 35 menit dari saat keberangkatan yang direncanakan. Terdapat 244 penumpang, 130 di antaranya akan meneruskan perjalanan dari Seoul ke Hong Kong, Tokyo, dan Taipei. Mereka memilih KAL karena tarifnya yang murah. Meski demikian, hampir 80 kursi di kelas ekonomi kosong. Di tengah perjalanan menuju Anchorage diputarkan film Man, Woman and Child. Tiba di Anchorage, sebagian besar penumpang turun mencari kopi seraya mengendurkan urat kaki. Pesawat itu menambah 37.750 galon bahan bakar, cukup untuk perjalanan 6.000 mil berikutnya. Anggota Kongres AS, L.awrence P. McDonald, ternyata tidak turun. Ia memilih tinggal di pesawat, dan tidur. Di Anchorage ini pula dilaksanakan pergantian awak pesawat. Kapten Choi Taikyong berikut regunya, yang menerbangkan KAL-007 itu dari New York, digantikan oleh rombongan yang dipimpin Kapten Chun Byung-in, pilot kawakan dengan hampir 11 ribu jam terbang. Chun Byung-in, 45 tahun, bukan pilot sembarangan. Ayah dua orang anak ini masuk KAL pada 1972. Sebelumnya, selama 11 tahun ia mengabdi Angkatan Udara Korea Selatan dengan pangkat terakhir mayor. Para pejabat KAL menyebut Chun sebagai "pilot model". Hampir 7.000 jam terbangnya dilewatkan di atas Boeing-747. Dan belum pernah mengalami kecelakaan pesawat. Anggota Gereja Presbiterian ini juga meraih gelar sarjana ekonomi dari Universitas Sungkyunkwan, Seoul. Ketika meninggalkan rumah untuk kali terakhir, 27 Agustus lalu, Chun berpesan, "sampai ketemu dalam waktu singkat". Co-Pilot Sohn Dong-hui, 47 tahun, juga penerbang andalan. Bekas letnan kolonel Angkatan Udara Korea Selatan ini memiliki 8.917 jam terbang, 3.411 di antaranya di atas Boeing-747. Ia ayah seorang anak lelaki dan sepasang kembar-wanita. Awak lainnya terdiri dari 1 teknisi, 1 purser, 3 steward, 13 stewardess, 3 anggota keamanan, dan 6 cadangan. Tinggal landas dari Anchorage, Chun menerbangkan pesawatnya memasuki "Rute Jet 501," ke arah barat daya sepanjang Kepulauan Aleutia, satu dari lima jalur mencapai Seoul. Pada titik "Bethel", sekitar 340 mil dari Anchorage, ia berbelok memasuki Red 20, jalur paling utara menuju Tokyo dan Seoul. Jalur ini menyerempet Semenanjung Kamchatka, sekitar 30 mil dari Kepulauan Kuril. Kecepatan pesawat sekitar 540 mil perjam. Sampai di sini timbullah pertanyaan besar yang hingga sekarang belum terjawab, mengapa Chun dan pesawatnya kesasar sampai 724 km memasuki wilayah "paling peka" Soviet? Menurut pilot Choi Taik-yong, yang menerbangkan pesawat itu dari New York ke Anchorage, sistem Indikator Situasi Horisontal (HSI) dan sistem peralatan peringatan pesawat itu tidak bekerjabaik. Di Anchorage sempat dilakukan perbaikan, tapi rupanya kemudian peralatan itu rusak lagi. Di samping itu, menurut pejabat KAL terdapat kelemahan pada Sistem Navigasi Kelembaman (INS) pesawat. Keterangan seperti ini hanya menambah kemarahan Presiden Ronald Reagan, yang kehilangan 61 warga negaranya, termasuk seorang anggota Kongres. Inilah angka kematian tertinggi penduduk sipil Amerika Serikat akibat serangan militer, setelah penyerbuan Jepang di Pearl Harbour. Sebelumnya, Reagan yakin peralatan B-747 KAL itu berfungsi baik. Di Dewan Keamanan PBB, Amerika berhasil merangkul Australia, Kanada, Fiji, Prancis, Jepang, Malaysia, Belanda, Selandia Baru, dan Inggris. Resolusi yang mengecam Soviet disampaikan kelompok ini dengan kembali mengingatkan Konvensi Chigago yang mengatur penerbangan sipil internasional. Di Washington, Reagan mengimbau agar hubungan diplomatik dengan Soviet dibatasi. Tindakan terbatas juga sudah diambil sejumlah negara Barat terutama anggota NATO. Kanada melarang Aeroflot singgah untuk 60 hari, sehingga rombongan sirkus Soviet yang sedang berada di Halifax terkatung-katung. Juga serombongan penari Bolshoi, sekitar seratus orang, sedang berada di Jepang. Sejak peristiwa Sakhalinn itu, rombongan ini dikawal polisi. Langkah Kanada diikuti Prancis, Italia, Spanyol, Norwegia, dan Denmark. British Airways juga membatalkan semua penerbangannya menuju Moskow. Di London, Federasi Internasional Asosiasi Penerbangan Sipil (IFALPA), yang beranggotakan 57 ribu pilot di 67 negeri, memutuskan mendesak pemboikotan pesawat Soviet paling tidak untuk 30 hari. Keputusan ini, menurut para pengamat akan bergema sampai ke sidang Organisasi Penerbangan Sipil Internasional (ICAO) di Montreal, Kanada 15 September. Jumat pekan lalu, akhirnya Uni Soviet mengakui dengan resmi penembakan pesawat B-747 KAL itu oleh pesawat-pesawat tempurnya. Di depan jumpa pers di Moskow, Kepala Staf Angkatan Perang Soviet, Marsekal Nikolai Ogarkov mengatakan, pllot-pilot Soviet menerima perintah untuk menyergap dan menghentikan pesawat itu dengan menggunakan rudal, dan "perintah itu sudah dilaksanakan," katanya. Orgarkov, yang merangkap Wakil Pertama Menteri Pertahanan, sebelumnya menjelaskan kesimpulan Soviet bahwa pesawat KAL itu "sedang melakukan misi pengintaian." Marsekal Ogarkov, seperti sudah diduga, menyalahkan Amerika Serikat dan Jepang yang "mengatur penerbangan tersebut." Ia juga menandaskan, Soviet tidak akan bersedia membayar ganti kerugian, karena "kami tidak tahu kalau pesawat itu membawa penumpang sipil." Selama perdebatan semakin seru, puing pesawat dan korban mulai bermunculan di Laut Jepang. Di lepas pantai Hokkaido, sekeping logam, yang diduga bagian badan pesawat, ditemukan bersama mayat seorang anak yang sudah tak jelas jenis kelaminnya. Di kepala dan dada anak itu tersisip pecahan logam dan kaca. Penemuan ini, tentu saja, akan menambah duka cita dan protes yang dilancarkan terhadap Soviet, terutama oleh warga Korea Selatan dan Amerika Serikat. Ratap tangis masih terdengar di Laut Jepang. Dan di Washington, dari sebuah katedral tempat misa untuk para korban Amerika diselenggarakan, Presiden Ronald Reagan mengumumkan Hari Berkabung Nasional yang jatuh pada hari Minggu lalu.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus