Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Bulan Juni ini usianya 81 tahun. Tapi Rabu pekan lalu di Hotel Mulia, Senayan, Jakarta, ia, Mahathir Mohamad, terlihat segar, banyak senyum, tidak kehilangan humor. Berjas abu-abu, di dada kanannya bertengger pin World Global Peace bertuliskan We Love Peace.
”Saya ikut konferensi keamanan dan perdamaian. Kami sedang membentuk jaringan organisasi perdamaian dunia,” katanya. Hari itu, dalam wawancaranya,- ia mendapat banyak pertanyaan tentang hubungannya dengan bekas putra mahkotanya, PM Abdullah Badawi. Seperti diketahui, Mahathir angkat bicara ketika Badawi memutuskan untuk menghentikan proyek pembuatan jembatan Malaysia-Singapura.
”Saya sebenarnya tak mau mencampuri urusan pemerintah Badawi. Tapi, dalam perkara yang menyentuh kedaulatan negara, saya sebagai rakyat berhak menegur,” kata Mahathir.
Di masa akhir pemerintahan Mahathir pada 2002, Malaysia berencana membangun jembatan penghubung Malaysia-Singapura, menggantikan jalan yang selama ini digunakan. Singapura menolak bergabung dalam proyek bersama itu. Tapi Mahathir tetap ingin membangun separuh jembatan dalam wilayah Malaysia.
Singapura keberatan atas pembangun-an jembatan itu karena soal biaya. Untuk- membangun setengah jembatan, Ma-laysia menganggarkan US$ 167 juta (sekitar Rp 1,5 triliun). Pembangunan jembatan itu juga dianggap merugikan kegiatan pelabuhan Singapura.
Dalam kunjungan ke Jakarta, bekas penguasa Malaysia selama 22 tahun ini juga mengunjungi kawan lamanya, Soeharto, di Jalan Cendana, Jakarta Pusat. ”Dia masih ingat saya, meski susah berbicara. Tapi dia masih sehat,” ujar dokter yang ayah lima orang anak itu. Berikut petikan wawancara Hermien Y. Kleden, Faisal Assegaf, dan Ahmad Taufik dari Tempo dengan Mahathir.
Anda tidak puas dengan keputusan Per-da-na Menteri Badawi menghentikan pemba-ngunan jembatan Malaysia-Singapura?-
Perbedaan pendapat perkara biasa dalam demokrasi. Semasa saya menjabat, bahkan ada yang menentang kebijakan saya.
Apakah Badawi terlalu lunak mem-bela kepentingan Malaysia?
Dalam soal jembatan, Malaysia ber-ada di pihak yang benar. Kami tak harus- tunduk pada negara asing. Yang hendak kami bangun adalah jembatan di dalam wilayah Malaysia. Apa hak Singapura mengenakan syarat-syarat kepada Malaysia? Saya tak bisa terima.
Jadi, Anda tak setuju Badawi meng-hentikan proyek jembatan itu?
Saya berjanji, setelah melepaskan jabatan perdana menteri, saya tidak akan campur tangan dalam urusan negara. Namun kali ini, karena penghentian pembangunan jembatan tersebut menyentuh kedaulatan negara, saya tidak dapat berdiam diri. Sebagai rakyat, saya masih berhak menegur perkara-perkara yang terkait dengan kedaulatan negara.
Apakah Anda menganggap Badawi gagal?
Saya sudah menduga, bila ada seorang pemimpin baru, dia akan membuat perubahan-perubahan untuk mencermin-kan pendapatnya sendiri. Saya tidak boleh paksa dia supaya mengikuti semua yang saya lakukan.
Jika kritikan Anda diabaikan?
Saya tak boleh perang, cuma boleh tegur saja (tertawa).
Apakah teguran ini semacam sinyal bahwa Badawi tidak layak dipilih kembali pada pemilihan umum mendatang?
Saya cuma menegur, soal pemilihan bukan urusan saya
Minimal dalam partai Anda….
UMNO milik rakyat. Siapa pun boleh menentukan yang menjadi pemimpin. Walau saya tak suka, misalnya, saya tidak pergi ke sana-sini mempengaruhi pikiran orang agar tidak memilihnya kembali.
Sebagai negara tetangga, bagaimana- menurut Anda Singapura itu? (Tertawa) Singapura kadang-kadang dianggap terlalu angkuh dan sombong. Bukan saja oleh negara-negara ASEAN, tapi juga Cina.
Apakah tujuan Anda membangun jembatan untuk merebut kesempatan bisnis Singapura?
Kami bersaing dengan semua negara, itu perkara biasa. Sebenarnya, jika ada jembatan, air akan mengalir lebih baik, bisa mengurangi pencemaran dan juga bisa dilalui kapal-kapal yang tidak begitu besar.
Kabarnya, putra Anda turut dalam bisnis pembangunan jembatan itu?
Tidak. Dia ada bisnis lain, tapi tidak dalam pembuatan jembatan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo