DI Afganistan kini pertempuran merupakan berita sehari-hari.
Pasukan pemberontak Islam yang mula-mula cuma merupakan masalah
insidentil bagi pemerintahan Marxis pimpinan Presiden Nur
Mohammad Taraki, ternyata makin sulit diatasi.
Semua nampaknya memang sulit dihindari. Ini akibat sikap kurang
bijaksana pemerintahan Marxis Afganistan yang mengambil alih
kekuasaan -- dengan jalan darah -- dari tangan Presiden Daud
pada 27 April tahun silam. Ketika baru saja duduk sebagai
presiden, Taraki yang komunis menjalankan kebijaksanaan yang
amat menyakiti hati orang-orang Islam.
Pemberontak Islam menjadi makin kuat ketika menyaksikan
kemenangan saudara seagama mereka di Iran. Dari Pakistan
kabarnya juga datang dukungan. Bahkan pemimpin pemberontakan itu
kini mendapat perlindungan di Pakistan. Ini menjadi sebab makin
tegangnya hubungan Kabul dengan Iran dan Islamabad. Pekan silam,
Presiden Taraki secara terbuka menyatakan simpatinya terhadap
suku Pathan dan Baluchistan yang sejak lama berjuang
mendapatkan otonomi atau bahkan pemerintahan sendiri, lepas dari
Pakistan. Reaksi Pakistan, Presiden Ziaul Haq mengunjungi kedua
propinsi di perbatasan itu.
Berita terakhir dari Kabul menyeburkan makin mcluasnya
pemberontakan. Suku demi suku bergabung dan berjuang di bawah
pimpinan tokoh agama. Pasukan pemberontak kabarnya sudah berada
16 km di luar Kabul. Pemerintahan Presiden Taraki tidak bisa
berbuat banyak. Tentara Afganistan berada dalam keadaan nyaris
lumpuh. Disersi besar-besaran sejak beberapa pekan silam.
Tentara yang segan menembak saudara seagamanya itu banyak yang
memutuskan untuk bergabung dengan para pemberontak. Dan 24 Mei
lalu, misalnya, 2500 pasukan infantri berkendaraan Afganistan
menyeberang ke pihak pemberontak.
Yang menjadi sulit oleh desersi ini bukan cuma Taraki, tapi juga
Uni Soviet. Moskow yang dianggap berada di balik kudeta April di
Afganistan tahun silam, kini merupakan tulang punggung
pemerintahan Marxis di Kabul. Para diplomat di negara itu
cenderung menyamakan posisi Uni Soviet di Afganistan dengan
posisi Amerika di Vietnam Selatan dulu. "Posisi Soviet malahan
lebih buruk. Kalau mereka menarik diri, tindakan itu bisa
merupakan langkah yang membangkitkan semangat memisahkan diri di
kalangan orang-orang Uni Soviet beragama Islam yang jumlahnya
besar di Asia Tengah," kata seorang diplomat Asia di Kabul.
Keadaan inilah rupanya yang menyebabkan Uni Soviet bekerja keras
di Afganistan sekarang. Pesawat-pesawat MIG 27 milik Afganistan
tidak bisa terbang tanpa ditangani pilot Soviet. Demikian juga
dengan berbagai jenis helikopter, tank serta senjata moderen
lainnya. Selain alat-alat perang itu memang amat moderen,
tentara Afganistan juga pada melarikan diri, sedang sisanya
kurang dipercayai oleh Uni Soviet. Keterlibatan Soviet yang
begitu jauh itulah yang menyebabkan gugurnya puluhan orang Rusia
-- sejumlah MIG, Helikopter dan tank tertembak -- dalam
pertempuran melawan pemberontak Islam di Afganistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini