Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

17 Menit 8 Nyawa Malayang: Apa ... 17 Menit 8 Nyawa Melayang: Apa ...

Kontra teror dilancarkan pemerintah Belanda untuk membebaskan 51 sandera yang ditahan teroris RMS dalam kereta api di desa Glimmen. Perundingan dengan teroris telah ditempuh, tetapi buntu. (ln)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENJELANG jam 5 pagi, suasana di sekitar kereta api Intercity yang dibajak teroris-teroris RMS di desa Glimmen, Belanda Utara masih senyap. Mendadak sontak, tepat lima menit sebelum pukul lima raungan delapan pesawat pemburu pancargas Starfighter milik AU Kerajaan Belanda - yang menyambar serendah pohon cemara mengoyak keheningan dan kegelapan di sana. Itulah tanda mulainya serangan 120 marinir Belanda membebaskan 51 sandera yang sudah 19 hari tertahan di bawah ancaman senapan 8 pemuda dan seorang pemudi RMS. Hanya dalam waktu seperempat jam, mereka berhasil dibebaskan para marinir yang menyerbu di bawah lindungan tabir asap Starfighter dan 13 mobil lapis baja marsose, setelah memecah dinding gerbong dengan bom plastik dan berondongan peluru senapan otomatis. Enam pembajak tewas - di antaranya Max Papilaya, 27 tahun, yang diduga pemimpin operasi itu, dan sang pemudi, Nona Hansina Otosea, 21 tahun. Seorang lagi luka berat karena tertembak perut dan dadanya. Dua pembajak lainnya menyerah, ketika para marinir datang membebaskan para sandera. Dua sandera yang ngotot ingin melihat serbuan marinir dari jendela kereta api- begitu alasan yang dikemukakan seorang perwira marinir Belanda -- mati konyol. Satunya masih nona, 19 tahun. Satunya lagi seorang pria, 40 tahun. Toh jenazah kedua korban itu sampai keesokan harinya belum dikembalikan pada keluarganya karena di rumahsakit Groningen sedang diperiksa peluru siapa yang telah merenggut nyawa mereka: peluru RMS, atau peluru Marinir Belanda. Puluhan sandera lainnya ada yang segera pulang ke rumah, tapi tak sedikit yang perlu dipulihkan dulu kesehatannya - terutama goncangan mental mereka - di rumahsakit. Keempat guru sekolah yang masih tertinggal di sekolah di Bovensmilde lebih beruntung nasibnya. Rupanya mereka sudah mengharapkan pembebasan di Sabtu dinihari itu. Sehingga semalaman mereka bergadang. Penyerbuan sekolah dasar itu cuma makan waktu 5 menit, oleh pasukan anti-huruhara yang dibantu empat kendaraan lapis baja yang membentur tembok gedung dengan dahsyatnya. Seorang pemuda KMS yang mencoba lari ditangkap dan dipukuli sampai babak belur. Keempat pembajak di sekolah dasar itu -- yang seminggu sebelumnya terpaksa melepaskan semua anak sekolah gara-gara 'virus muntaber misterius digiring ke mobil tahanan setelah dilucuti semua pakaian luarnya. Rambut kribo mereka tak luput 'digeledah'. Jalan Buntu Boleh dikata, pemerintah Belanda cukup lama sabar menahan diri untuk tak menggunakan kekerasan. Namun sebaliknyapun dapat dikatakan, bahwa taktik ulur waktu yang dilancarkan dari Krisiscentrum di Assen memungkinkan segala persiapan dilakukan untuk aksi militer itu. Mulai dari pemasangan perlengkapan pengintai elektronis - kamera televisi jarak jauh dan alat pendengar di bawan gerbong yang dipasang marinir Belanda di malam hari, tekanan-tekanan psikologis, sampai pada pembinaan opini publik di Belanda agar mau menerima kontra-teror itu. Untuk berunding dengan para pembajak di kereta api, kedua pihak juga sudah menyetujui perantaraan dua orang tokoh tua yang masih disegani pemuda-pemuda itu: Ny. Josina Soumokil, 64 tahun, janda 'presiden' RMS kedua yang memegang wasiat suaminya untuk meneruskan perjuangan RMS dari Belanda dan dr Hasan Tan, 54 tahun, bekas menteri urusan sosial dalam 'kabinet' Manusama sampai tahun 1974. Sesudah peristiwa Wassenaar tahun 1970, dokter paru-paru kelahiran Ambon itu mengusulkan supaya pemimpin-pemimpin pemuda RMS dimasukkan dalam kabinet Manusama. Tapi Manusama menolak, sehingga dr Tan - seorang bekas aktivis mahasiswa Islam di Leiden - keluar dari kabinet, dan kembali menitikberatkan kerjanya memperbaiki kesehatan minoritas Maluku di Belanda. Dua kali kedua tokoh tua itu berunding dengan Max Papilaya dan kawankawannya di gerbong VIP kereta api Intercity itu. Dan baru setelah operasi Sabtu pagi itu selesai mengamankan para sandera, keduanya mau memberikan keterangan pers bahwa perantaraan mereka sudah menumbuk jalan buntu. Makanya kabinet Joop den Uyl -- koalisi partai sosialis dan aliansi kristen demokrat yang berhasil mendapat kepercayaan rakyat Belanda lagi dalam pemilu 25 Mei lalu -- memutuskan untuk melakukan operasi kilat itu. Dua jam setelah drama 19 hari itu berakhir melalui corong radio PM Belanda itu menyebutkan usaha pembebasan para sandera dengan kekerasan itu sebagai suatu "kekalahan". Namun apa boleh buat. Wibawa hukum harus ditegakkan - terutama setelah hasil pemilu yang lalu menunjukkan pergeseran suara ke kanan (golongan agama paling tidak senang anarki begini). Dan tuntutan para teroris di kereta api yang didukung sayap radikal Pemuda Masyarakat di luaran -pemutusan hubungan diplomatik dan ekonomi dengan Indonesia -- terlalu berat bagi Belanda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus