HASIL terakhir pemilu 1977 jelas sudah. Dari 360 kursi DPR, PPP
mendapat 99, Golkar 232 dan PDI 29 kursi. Hal itu diputuskan
dalam rapat penetapan hasil pemilihan anggota DPR di Lembaga
Pemilihan Umum Rabu yang pekan lalu. Segenap anggota LPU dan
Panitia Pemilihan Indonesia - kecuali Menteri Penerangan
Mashuri, Menteri Perhubungan Emil Salim dan Mayjen Subijono SH
yang berhalangan - serta para saksi dari parpol dan Golkar,
hadir dan diharapan menandatangani Berita Acara. Meski
suasananya cukup khidmat namun di sana-sini terdengar
bisik-bisik tentang sikap PPP.
Penghitungan dimulai dengan memuka segel Berita Acara yang
dikirim dari PPD tingkat I. Sementara seorang petugas
memperlihatkan setiap Berita Acara, petugas lainnya
membacakannya. Dan semua yang hadir meneliti. Tapi yang paling
getol ialah Nurhasan Ibnuhajar, saksi dari DPP PPP. Ia merasa
perlu beranjak dari kursi meneliti dengan seksama. Meski begitu
toh masih terdapat kekeliruan.
Ketika membacakan hasil pemilu dari Sumatera Barat, terdapat
ketidak-cocokan antara yang diperlihatkan dan yang dibaca.
Hingga terpaksa panitia menghitung kembali pembagian kursi
sesuai dengan angka yang dibaca. Setengah jalan, baru diketahui
bahwa yang dibaca bukanlah hasil untuk DPR melainkan untuk DPRD
tingkat I. "Maaf ada kekeliruan", kata Mayjen R. Soeprapto
sekjen Depdagri yang merangkap sekretaris umum LPU. "Sebenarnya
hasil pemilu untuk DPRD tak perlu dikirimkan ke mari",
tambahnya. Dan Gubernur Sumatera Barat Harun Zain yang hadir di
sana terpaksa mesem. Pada saat hasil dari Jawa Tengah dibacakan,
Nurhasan Ibnuhajar minta agar dibacakan pula keterangan bahwa
saksi PPP setempat tidak menandatangani Berita Acara. Dari 26
daerah pemilihan, ada 3 daerah di mana saksi dari PPP tidak
menanda-tangani Berita Acara: Jawa Tengah, Jawa Timur dan
Sulawesi Selatan.
"Bebas Wakil Parpol"
Dibanding dengan pemilu 1971, di ketiga daerah tersebut PPP
mengalami kemerosotan. Di Jawa Tengah, tahun 1971 PPP mendapat
17 kursi, sedang tahun 1977 mendapat 15 kursi. Di Jawa Timur
1971 mendapat 25, tahun 1977 cuma 21, sementara di Sulawesi
Selatan, 1971 mendapat 5 kursi, tahun 1977 ini hanya 3 kursi
saja. Sementara itu satu-satunya daerah yang 'bebas dari wakil
parpol' adalah Sulawesi Tenggara. Di sana ada 4 kursi tapi
semuanya untuk Golkar.
Dari ketiga daerah itu, Jawa Timur telah melakukan ulangan
penghitungan surat suara. Tapi toh DPW PPP Jawa Timur tidak
hadir dalam rapat penghitungan suara. Karena tandatangan saksi
dad DPW PPP tidak tercantum, sebagai saksi pengganti adalah
Pengadilan Tinggi Surabaya. Agak menarik, bahwa di daerah di
mana kursi Golkar naik kursi buat PPP turun. Dan di daerah di
mana Golkar turun, PPP naik.
Untuk pemilu 1977 ini, dibanding tahun 1971, Golkar mengalami
kenaikan jumlah kursi di Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Jawa
Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian
Jaya. Sedang di DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Maluku
mengalami penurunan. Adapun PDI mendapat tambahan kursi di Jawa
Barat, Lampung, Irian Jaya, sementara di Jawa Tengah, NTT dan
Maluku terdapat penurunan jumlah kursi.
Acara diskors satu jam dan Panitia Pemilihan Indonesia
berkesempatan menyusun Berita Acara untuk tingkat nasional.
Setelah itu mulai jelas bahwa saksi dari PPP tak bersedia
menandatangani Berita Acara itu. Begitu penandatanganan
dilakukan oleh anggota LPU (terdiri dari Mendagri Amirmachmud,
Menhankam Jenderal Panggabean, Menteri Kehakiman Mochtar
Kusumaatmadja. Menteri Luar Negeri Adam Malik, Menteri Keuangan
Ali Wardhana) dan para anggota PPI dari unsur parpol dan Golkar
serta saksi dari ketiga kontestan - Nurhasan Ibnuhajar, saksi
dari PPP, tak beranjak dari kursinya.
Anggota PPI dari unsur Golkar, Cosmas Batubara dan Moerdopo dan
dari PDI, Alex Wenas, serta saksi dari Golkar dan PDI
masing-masing AE Manihuruk dan Abdul Madjid, tanpa banyak
cingcong langsung beranjak dari kursi lalu membubuhkan
tandatangan mereka.
Sebelumnya tampak Amirmachmud melihat ke kiri dan kanan mencari
Abdul Madjid, saksi dari PDI. "Nah ini dia Pak Madjid. Ayo cepat
pak", seru Mendagri itu menyilakan saksi PDI membubuhkan
tandatangannya. Sementara itu Nurhasan yang sendirian langsung
didekati oleh TAM Simatupang dari PDI. Adegan itu tentu saja
sangat menarik bagi pers. Meski tampak agak gelisah toh Nurhasan
sempat berucap: "Saya senang karena telah melaksanakan amanat
DPP PPP".
Maksudnya: DPP PPP memang menginstruksikan kepadanya untuk tidak
menandatangani Berita Acara tingkat nasional, sebagaimana
beberapa saksi PPP di beberapa daerah -- kalau memang terdapat
keragu-raguan terhadap hasil penghitungan suara. Tapi orang PPP
lainnya - yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Indonesia yaitu
Ismail Hasan Metareum SH dan Amin Iskandar membubuhkan
tandatangan mereka. Dan ketika Amirmachmud menyalami para
penandatangan, Metareum sempat dirangkul sambil senyum.
"Terimakasih?', kata Menteri Dalam Negeri.
Kerena Pemilu Penting
Tentang tandatangannya sebagai anggota PPI, Amin Iskandar dari
PPP menjelaskan sikapnya. "Kami menandatangani, tapi juga
melampirkan minderheidsnota", katanya kepada Zulkifly Lubis dari
TEMPO. Dan isi minderheidsnota itu adalah: "Bahwa DPP PPP telah
mengajukan usul mengenai pemungutan/penghitungan suara. Bahwa
terhadap usul-usul itu telah mendapatkan jawaban Menteri Dalam
Negeri/Ketua LPU Bahwa meskipun begitu kami menganggap masih ada
hal-hal yang belum mendapat persesuaian faham. Dan oleh karena
itu masih memerlukan penyelesaian".
Sikap DPP PPP itu nampaknya supaya konsisten, setelah jauh
sebelumnya menginstruksikan kepada pimpinan wilayah untuk tidak
menandatangani Berita Acara di daerah masing-masing bila
terdapat keraguan terhadap hasil penghitungan suara. "Dan itu
tak berarti kami mengecilkan arti pemilu", kata Chalik Ali dari
PPP. "Bahkan karena kami tahu bahwa pemilu itu penting, maka
kami mengambil sikap demikian", tambahnya.
Apakah tanpa tandatangan saksi dari PPP itu hasil pemilu bisa
dianggap tidak sah? Menurut Amirmachmud, "hal itu tidak
mengurangi keresahannya". Memang, sebab selain penandatanganan
itu tak diatur dalam undang-undang yang berlaku, toh semua saksi
ketiga kontestan hadir menyaksikan, sementara segenap anggota
PPI (termasuk unsur PPP) ikut menandatangani Berita Acara
tingkat nasional.
"Hasil pemilu tetap sah. Sebab yang menentukan sah tidaknya
adalah Presiden selaku Mandataris MPR", kata Chalid Mawardi,
wakil sekjen DPP PPP. "Cuma dengan tak ikut sertanya saksi PPP
menandatangani, berarti PPP tak ikut bertanggungjawab terhadap
semua ekses pemilu", tambahnya. Barangkali karena soal ini
pulalah, akhir bulan ini DPP PPP akan mengadakan rapat bersama
seluruh DPW PPP. Sikap PDI agak lain: ikut menandatangani tapi
juga melampirkan catatan pada Berita Acara yang menyatakan "akan
menyampaikan pernyataan politik kepada Presiden". Kapan? "Dalam
waktu dekat", jawab Sabam Sirait, sekjen DPP PDI.
Dan Sabtu siang 12 Juni kemarin, DPP PDI menemui Presiden
Soeharto, menyampaikan hal-hal yang sebelumnya sudah bisa
diduga: ekses-ekses pemilu yang menimpa massa PDI di
daerah-daerah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini