Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Sesudah 9 Juni, Apa PPP Dan PDI ?

Hasil pemilu 1977 membagikan 360 kursi DPR: PPP 99, Golkar 232, PDI 29. Saksi PPP tidak bersedia menanda tangani berita acara, saksi PDI melampirkan catatan untuk pernyataan politik.(nas)

18 Juni 1977 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

HASIL terakhir pemilu 1977 jelas sudah. Dari 360 kursi DPR, PPP mendapat 99, Golkar 232 dan PDI 29 kursi. Hal itu diputuskan dalam rapat penetapan hasil pemilihan anggota DPR di Lembaga Pemilihan Umum Rabu yang pekan lalu. Segenap anggota LPU dan Panitia Pemilihan Indonesia - kecuali Menteri Penerangan Mashuri, Menteri Perhubungan Emil Salim dan Mayjen Subijono SH yang berhalangan - serta para saksi dari parpol dan Golkar, hadir dan diharapan menandatangani Berita Acara. Meski suasananya cukup khidmat namun di sana-sini terdengar bisik-bisik tentang sikap PPP. Penghitungan dimulai dengan memuka segel Berita Acara yang dikirim dari PPD tingkat I. Sementara seorang petugas memperlihatkan setiap Berita Acara, petugas lainnya membacakannya. Dan semua yang hadir meneliti. Tapi yang paling getol ialah Nurhasan Ibnuhajar, saksi dari DPP PPP. Ia merasa perlu beranjak dari kursi meneliti dengan seksama. Meski begitu toh masih terdapat kekeliruan. Ketika membacakan hasil pemilu dari Sumatera Barat, terdapat ketidak-cocokan antara yang diperlihatkan dan yang dibaca. Hingga terpaksa panitia menghitung kembali pembagian kursi sesuai dengan angka yang dibaca. Setengah jalan, baru diketahui bahwa yang dibaca bukanlah hasil untuk DPR melainkan untuk DPRD tingkat I. "Maaf ada kekeliruan", kata Mayjen R. Soeprapto sekjen Depdagri yang merangkap sekretaris umum LPU. "Sebenarnya hasil pemilu untuk DPRD tak perlu dikirimkan ke mari", tambahnya. Dan Gubernur Sumatera Barat Harun Zain yang hadir di sana terpaksa mesem. Pada saat hasil dari Jawa Tengah dibacakan, Nurhasan Ibnuhajar minta agar dibacakan pula keterangan bahwa saksi PPP setempat tidak menandatangani Berita Acara. Dari 26 daerah pemilihan, ada 3 daerah di mana saksi dari PPP tidak menanda-tangani Berita Acara: Jawa Tengah, Jawa Timur dan Sulawesi Selatan. "Bebas Wakil Parpol" Dibanding dengan pemilu 1971, di ketiga daerah tersebut PPP mengalami kemerosotan. Di Jawa Tengah, tahun 1971 PPP mendapat 17 kursi, sedang tahun 1977 mendapat 15 kursi. Di Jawa Timur 1971 mendapat 25, tahun 1977 cuma 21, sementara di Sulawesi Selatan, 1971 mendapat 5 kursi, tahun 1977 ini hanya 3 kursi saja. Sementara itu satu-satunya daerah yang 'bebas dari wakil parpol' adalah Sulawesi Tenggara. Di sana ada 4 kursi tapi semuanya untuk Golkar. Dari ketiga daerah itu, Jawa Timur telah melakukan ulangan penghitungan surat suara. Tapi toh DPW PPP Jawa Timur tidak hadir dalam rapat penghitungan suara. Karena tandatangan saksi dad DPW PPP tidak tercantum, sebagai saksi pengganti adalah Pengadilan Tinggi Surabaya. Agak menarik, bahwa di daerah di mana kursi Golkar naik kursi buat PPP turun. Dan di daerah di mana Golkar turun, PPP naik. Untuk pemilu 1977 ini, dibanding tahun 1971, Golkar mengalami kenaikan jumlah kursi di Aceh, Riau, Sumatera Selatan, Jawa Barat, Jawa Tengah, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Irian Jaya. Sedang di DKI Jakarta, Sulawesi Selatan dan Maluku mengalami penurunan. Adapun PDI mendapat tambahan kursi di Jawa Barat, Lampung, Irian Jaya, sementara di Jawa Tengah, NTT dan Maluku terdapat penurunan jumlah kursi. Acara diskors satu jam dan Panitia Pemilihan Indonesia berkesempatan menyusun Berita Acara untuk tingkat nasional. Setelah itu mulai jelas bahwa saksi dari PPP tak bersedia menandatangani Berita Acara itu. Begitu penandatanganan dilakukan oleh anggota LPU (terdiri dari Mendagri Amirmachmud, Menhankam Jenderal Panggabean, Menteri Kehakiman Mochtar Kusumaatmadja. Menteri Luar Negeri Adam Malik, Menteri Keuangan Ali Wardhana) dan para anggota PPI dari unsur parpol dan Golkar serta saksi dari ketiga kontestan - Nurhasan Ibnuhajar, saksi dari PPP, tak beranjak dari kursinya. Anggota PPI dari unsur Golkar, Cosmas Batubara dan Moerdopo dan dari PDI, Alex Wenas, serta saksi dari Golkar dan PDI masing-masing AE Manihuruk dan Abdul Madjid, tanpa banyak cingcong langsung beranjak dari kursi lalu membubuhkan tandatangan mereka. Sebelumnya tampak Amirmachmud melihat ke kiri dan kanan mencari Abdul Madjid, saksi dari PDI. "Nah ini dia Pak Madjid. Ayo cepat pak", seru Mendagri itu menyilakan saksi PDI membubuhkan tandatangannya. Sementara itu Nurhasan yang sendirian langsung didekati oleh TAM Simatupang dari PDI. Adegan itu tentu saja sangat menarik bagi pers. Meski tampak agak gelisah toh Nurhasan sempat berucap: "Saya senang karena telah melaksanakan amanat DPP PPP". Maksudnya: DPP PPP memang menginstruksikan kepadanya untuk tidak menandatangani Berita Acara tingkat nasional, sebagaimana beberapa saksi PPP di beberapa daerah -- kalau memang terdapat keragu-raguan terhadap hasil penghitungan suara. Tapi orang PPP lainnya - yang menjadi anggota Panitia Pemilihan Indonesia yaitu Ismail Hasan Metareum SH dan Amin Iskandar membubuhkan tandatangan mereka. Dan ketika Amirmachmud menyalami para penandatangan, Metareum sempat dirangkul sambil senyum. "Terimakasih?', kata Menteri Dalam Negeri. Kerena Pemilu Penting Tentang tandatangannya sebagai anggota PPI, Amin Iskandar dari PPP menjelaskan sikapnya. "Kami menandatangani, tapi juga melampirkan minderheidsnota", katanya kepada Zulkifly Lubis dari TEMPO. Dan isi minderheidsnota itu adalah: "Bahwa DPP PPP telah mengajukan usul mengenai pemungutan/penghitungan suara. Bahwa terhadap usul-usul itu telah mendapatkan jawaban Menteri Dalam Negeri/Ketua LPU Bahwa meskipun begitu kami menganggap masih ada hal-hal yang belum mendapat persesuaian faham. Dan oleh karena itu masih memerlukan penyelesaian". Sikap DPP PPP itu nampaknya supaya konsisten, setelah jauh sebelumnya menginstruksikan kepada pimpinan wilayah untuk tidak menandatangani Berita Acara di daerah masing-masing bila terdapat keraguan terhadap hasil penghitungan suara. "Dan itu tak berarti kami mengecilkan arti pemilu", kata Chalik Ali dari PPP. "Bahkan karena kami tahu bahwa pemilu itu penting, maka kami mengambil sikap demikian", tambahnya. Apakah tanpa tandatangan saksi dari PPP itu hasil pemilu bisa dianggap tidak sah? Menurut Amirmachmud, "hal itu tidak mengurangi keresahannya". Memang, sebab selain penandatanganan itu tak diatur dalam undang-undang yang berlaku, toh semua saksi ketiga kontestan hadir menyaksikan, sementara segenap anggota PPI (termasuk unsur PPP) ikut menandatangani Berita Acara tingkat nasional. "Hasil pemilu tetap sah. Sebab yang menentukan sah tidaknya adalah Presiden selaku Mandataris MPR", kata Chalid Mawardi, wakil sekjen DPP PPP. "Cuma dengan tak ikut sertanya saksi PPP menandatangani, berarti PPP tak ikut bertanggungjawab terhadap semua ekses pemilu", tambahnya. Barangkali karena soal ini pulalah, akhir bulan ini DPP PPP akan mengadakan rapat bersama seluruh DPW PPP. Sikap PDI agak lain: ikut menandatangani tapi juga melampirkan catatan pada Berita Acara yang menyatakan "akan menyampaikan pernyataan politik kepada Presiden". Kapan? "Dalam waktu dekat", jawab Sabam Sirait, sekjen DPP PDI. Dan Sabtu siang 12 Juni kemarin, DPP PDI menemui Presiden Soeharto, menyampaikan hal-hal yang sebelumnya sudah bisa diduga: ekses-ekses pemilu yang menimpa massa PDI di daerah-daerah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus