PASUKAN Soviet dan gerilya Islam tampaknya kini berkonfrontasi
di seluruh Afghanistan. Di Herat, 120 km dari perbatasan Iran,
tentara Afghanistan sebelumnya menumpas para gerilyawan, tapi
kali ini mereka bergabung dengan rakyat melawan serangan pasukan
Soviet yang mengepung kota itu.
Di Bamiyan, barat daya Kabul, gerilyawan dengan bantuan tentara
diberitakan telah berhasil mengusir pasukan Soviet. Beberapa
tank dan kendaraan meriam Soviet meledak akibat ranjau yang
ditanam gerilyawan.
Di berbagai daerah pertempuran lainnya para gerilyawan tampaknya
juga mendapat bantuan tentara Afghanistan yang makin banyak
bergabung. Bahkan di beberapa wilayah tentara memimpin
perlawanan terhadap pasukan Soviet yang menggunakan senjata
lebih modern. Seperti pertempuran di sekitar Jalalabad, sebelah
timur Kabul yang dekat perbatasan Pakistan, terlibat 3 divisi
tentara Afghanistan. Mereka akhirnya bergabung dengan kaum
gerilya karena khawatir dilucuti oleh pasukan Soviet. Mungkin
ini adalah pertanda bahwa rakyat Afghanistan menjadi bersatu
setelah Soviet secara terang-terangan terlibat dalam menumpas
kaum gerilya -- bukan sekedar mendukung rezim Babrak Karmal.
Setelah rezim baru itu memasuki minggu ke III, pada hakikatnya
Soviet menjadi penguasa baru di Afghanistan. Menurut sumber
diplomatik, Moskow sudah menempatkan 50.000 orangnya di
Afghanistan yang berbatasan dengan Soviet.
Perkembangan di Asia Tengah ini sudah merupakan suatu
pencaplokan wilayah oleh Rusia. Reaksi banyak negara lain
menjadi begitu keras. Sekjen PBB, Dr. Kurt Waldheim, dengan
terburu-buru meninggalkan Teheran dan membatalkan beberapa
acaranya yang semula dimaksudkan untuk merundingkan masalah
sandera Amerika. Karena adanya permintaan dari 43 negara
anggota PBB untuk membicarakan masalah intervensi Rusia itu.
Ketika Dewan Keamanan PBB membicarakan masalah intetvensi ini
Sabtu malam lalu, Oleg Troyanovsky, Dubes Rusia di PBB menuduh
Presiden Jimmy Carter memanfaatkan 'masalah Afghanistan' sebagai
dalih untuk menggagalkan persetujuan SALT II. Dalam sidang itu
Rusia mendapat dukungan dari Vietnam dan negara Eropa Timur. Dan
sekali lagi Rusia membeberkan alasan yang sama bahwa
kehadirannya di Afghanistan hanya karena permintaan dari
pemerintah setempat.
Dubes Afghanistan untuk PBB, Shah Mohammad Dost, memperkuat
versi bahwa kehadiran Rusia adalah atas permintaan
pemerintahnya. Bahkan menurut dia, permintaan ini telah diajukan
secara susul-menyusul, dimulai ketika rezim Taraki, kemudian
rezim Hafizullah Amin dan terakhir ini oleh rezim Babrak Karmal.
Dan ia menegaskan bahwa kedatangan pasukan Rusia itu untuk
menghalau ancaman bahaya dari luar serta menangkis serangan
pasukan asing.
Namun perkembangan di Afghanistan tak menunjukkan bahwa
kehadiran Rusia hanya sekedar memenuhi permintaan. Kelihatan
bahwa Soviet mempunyai kepentingan dalam menempatkan pasukan dan
pesawat tempurnya di kawasan ini karena makin meningkatnya
kehadiran AS di sekitar kawasan Timur Tengah. Namun ada
kemungkinan kehadiran Soviet kali ini mengulangi sejarah
kehadiran AS di Vietnam.
Presiden Carter rupanya sangat berang. Dalam suatu pidato teve
Jumat malam lalu, Carter mengumumkan penghentian menyeluruh
pengiriman barang teknologi ke Soviet. Dan embargo sebagian dari
penjualan gandum AS ke negara tersebut. "Invasi terhadap
Afghanistan ini merupakan ancaman yang paling serius terhadap
perdamaian," kata Carter.
Bantuan Senjata
Akibat embargo itu Soviet tahun ini hanya bisa membeli 8 juta
ton gandum dari AS. Padahal sudah ada persetujual kedua negara
bahwa Soviet akan membeli sebanyak 25 juta ton. Namun Carter
juga menyadari bahwa embargo ini mungkin tak berpengaruh besar
bagi konsumsi di negara itu. Karena sebagian besar dari impor
gandum tersebut adalah untuk kebutuhan makanan ternak.
Dari seluruh keputusan Carter dalam menjawab aksi Soviet itu
adalah rencana pengiriman bantuan senjata ke Pakistan -- yang
sedang dimintakan persetujuannya dari Senat AS -- mungkin akan
lebih memperuncing keadaan. Karena sebagian besar dari
gerilyawan Islam itu bermarkas di wilayah Pakisan yang dekat
dengan perbatasan Afghanistan. Bahkan Cina ia dikabarkan telah
ikut membantu melatih kaum gerilya itu yang ada di dekat
perbatasannya. Dari Arab Saudi, Pangeran Saud al Faisal, telah
mengajak negara-negara Islam untuk bersatu membantu gerilyawan
Afghanistan dalam melawan intervensi Soviet.
Telah terjadi demonstrasi di manamana yang mencela tindakan
Soviet itu. Di Istambul, Turki, seorang pelajar tewas dan 2
orang lainnya luka berat akibat bentrokan dengan polisi ketika
mereka berusaha memasuki pekarangan konsulat Soviet di kota itu.
Meskipun banyak protes dari berbagai negara, belum ada tanda
Soviet akan mengubah sikapnya. Yang kelihatan ialah invasi
Soviet ini akan menambah kalut situasi politik internasional,
sementara konflik Iran-AS masih belum juga terselesaikan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini