MISI Sekjen PBB, Dr Kurt Waldheim, ke Teheran untuk merundingkan
pembebasan para sandera Amerika itu berakhir dengan kegagalan.
Dari kota Suci Qom, Ayatullah Rohullah Khomeini secara tegas
menolak tawaran Waldheim untuk membicarakan masalah itu. Rupanya
langkah perundingan betul-betul tertutup. Dan Iran kelihatannya
siap menerima segala risiko yang ditimbulkan akibat penyanderaan
itu.
Konflik Iran-AS yang sudah memasuki bulan ke-3 ini tampaknya
semakin sulit untuk diatasi. Bahkan berbagai kalangan sudah
meragukan keefektifan sanksi ekonomi, bila itu diputuskan Dewan
Keamanan PBB untuk dijalankan. Soalnya Ayatullah Khomeini --
sebagai penguasa tunggal di Iran -- mempunyai sikap tersendiri
dalam melihat masalah politik internasional, keadilan dan
ketidak adilan. Dalam wawancara majalah TIME, Khomeini
mengatakan, "kami telah membangun suatu tatanan nilai baru dalam
membela keadilan dan melawan ketidakadilan."
Pernyataan ini sebenarnya sudah tercermin dalam tindakan
Khomeini dalam menghadapi AS. Ini juga tercermin dalam gaya
kepemimpinannya dalam menghadapi kemelut selama 2 bulan terakhir
ini.
Semrawut
"Anda boleh menamakan sistem nilai yang kami anut itu, sesuka
anda. Kami telah meletakkan dasar dari sistem nilai ini, yang
pada suatu hari kami harapkan bisa menggantikan apa yang selama
ini berlaku di PBB dan badan dunia lainnya. Yang semua itu sudah
dipengaruhi oleh kapitalis dan kekuatan besar yang sekarang
mengutuk dengan seenaknya," ujar Khomeini.
Namun keadaan di Iran sendiri makin semrawut. Pertentangan
antara kelompok pendukung Khomeini dan pendukung Ayatullah Kazem
Shariatmadari makin meruncing. Suatu demonstrasi besar yang
melibatkan ratusan ribu rakyat Teheran berlangsung akhir pekan
lalu. Mereka berpawai di depan gedung kedutaan besar AS, tempat
49 sandera sedang menunggu kepastian. Dan mereka memrotes
Ayatullah Shariatmadari atas kejadian di Qom. Sehari sebelumnya
suatu clash terjadi antara pengikut kedua ayatullah itu, yang
menyebabkan 10 orang luka-luka.
Dalam demonstrasi itu para mahasiswa yang menyandera orang
Amerika itu juga ikut mengeluarkan pernyataan. Mereka menyerang
apa yang disebut 'kelompok reaksioner' yang mencoba membelokkan
revolusi Islam dengan maksud mengembalikan kekuasaan kerajaan.
Ketika ditanya wartawan, siapa yang disebut kelompok reaksioner
itu, mereka hanya menjawab, "bangsa Iran tahu siapa mereka itu."
Namun kemudian diketahui bahwa yang mereka maksud adalah
Ayatullah Shariatmadari. Karena dia memimpin kelompok yang
beroposisi terhadap konstitusi Islam dan kekuasaan tertinggi
yang sekarang dipegang Khomeini.
Maka itulah kalangan pengamat juga melihat akan sulit dicapai
penyelesaian atas konflik AS-Iran ini. Terutama karena masalah
dalam negeri Iran sendiri yang tak bisa diperhitungkan dan sikap
Khomeini yang rupanya sulit ditawar, walaupun Carter pekan lalu
menawarkam bantuan militer dan teknologi kepada Iran bila
sandera dibebaskan. Cuma krisis di Afghanistan -- yaitu
intervensi Soviet -- mungkin akan membuka pandangan baru baik
bagi AS maupun Iran dalam menyelesaikan konflik mereka yang
sekarang sudah sampai pada tingkat melibatkan berbagai negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini