LAGI satu keputusan khas Jusuf. Mulai 1980 bangunan-bangunan
ABRI dilarang memakai karpet dan alat pendingin ruangan (AC).
"Mulai hari ini tidak ada lagi ruangan pakai karpet. dan ber-AC.
Pembangunan gedung, kantor dan ruangan atau asrama ABRI harus
memakai bahan yang ada di dalam negeri," ucap Menhankam Jenderal
Jusuf dua pekan lalu. Hanya gedung pertemuan yang diizinkan
memakai AC.
Larangan itu diumumkan Menhankam seusai rapat khusus selama 4
jam dengan para pimpinan ABRI di ruang kerjanya akhir Desember
lalu. Hadir semua Kepala Staf Angkatan/Polri dengan wakilnya,
para Pangkowilhan I sampai III, Laksusda se-Jawa dan para
komandan komando pasukan pemukul seperti Pangkostrad dan
Komandan Korps Marinir AL.
"Pertemuan itu diselenggarakan Menlankam untuk menyampaikan
pada seluruh eselon Departemen Hankam apa yang telah diputuskan
dalam Sidang Kabinet Paripurna terakhir. Dalam bulan Januari ini
juga akan diselenggarakan pertemuan serupa untuk mendengar
pendapat dari bawah. Untuk kemudian semuanya dibicarakan dan
dirumuskan dalam Rapim (rapat pimpinan) yang biasanya diadakan
bulan Maret," kata Brigjen Goenarso SF, Kepala Puspen Hankam.
Menurut Goenarso, di Malaysia dan Singapura bangunan yang
dipakai angkatan bersenjata tidak memakai karpet. Sedang
pemasangan AC tergantung pada jabatannya. Malah ruang tamu
memakai perlengkapan yang sama untuk semua tingkatan. "Dan
Indonesia arahnya juga ke sana: standarisasi perlengkapan,"
lanjut Goenarso.
Larangan Menhankam itu hanya menyangkut gedung atau bangunan
baru ABRI, "Yang sudah, sudahlah. Kan mubazir kalau karpet ini
dirobek-robek, lalu AC-nya dibongkar," ucap Jusuf sambil
menunjuk karpet warna hijau dan 2 AC yang dipasang di ruang
kerjanya. Larangan ini menurut Menhankam dilakukan dalam rangka
penerapan kesederhanaan di lingkungan ABRI. Untuk bangunan baru,
konstruksinya diatur dengan jendela besar dan angin dapat masuk.
"Kan itu lebih sehat," lanjut Jusuf.
Keringat Rakyat
Kesederhanaan memang merupakan salah satu kebijaksanaan utama
Jusuf. Kesederhanaan adalah pertanda kebenaran," ucapnya tatkala
membuka Rapim ABRI Maret 1979 di Dili. "Anggaran untuk
pertahanan dan keamanan berasal dari keringat rakyat. Ini
menuntut tindakan-tindakan yang dapat menghasilkan penghematan
dalam bidang yang kurang penting atau bidang yang kurang
berkaitan dengan tujuan hankam."
"Implikasi dari tuntutan ini adalah bahwa kita harus kembali
pada kesederhanaan dalam segala bidang," tegas Jusuf waktu itu.
Sebagai contoh ia menunjuk pada "upacara-upacara megah yang
tidak perlu dan banyak menelan biaya." Juga pembuatan kantor dan
bangunan lain yang terlalu mewah dengan perlengkapan serba
mahal.
Harga karpet paling murah Rp 10.000/mÿFD sedang AC 1 PK sekitar
Rp 300.000. Di samping penghematan pemakaian listrik, jelas dana
itu bisa dimanfaatkan untuk bidang lain yang lebih perlu.
"Hendaknya sebagai TNI kita sejak masa damai sudah membiasakan
diri dengan keadaan di medan pertempuran yang serba
sederhana. Terlebih dari itu, dengan bermewah-mewah kita akan
menjauhkan diri kita dari rakyat, dan melupakan bahwa hakikat
kita adalah tentara dan polisi rakyat," kata Jusuf Maret lalu.
Seingat Goenarso, dulu memang pernah ada peraturan yang melarang
pemasangan karpet di gedung-gedung ABRI. "Dulu sepatu standar
ABRI kan sepatu lapangan yang solnya memakai paku yang bisa
merusak karpet. Sekarang memang solnya karet, tapi karpet tetap
kurang cocok untuk sepatu lapangan. Sedang paling tidak seminggu
sekali atau dua kali semua anggota ABRI harus memakai pakaian
dinas lapangan," ujar Goenarso.
Pelaksanaan salah satu tugas pokok ABRI untuk mengamankan
pembangunan juga merupakan salah satu pokok pembicaraan rapat
khusus pimpinan ABRI akhir Desember lalu. Pengertian
mengamankan, menurut Jusuf, harus diartikan luas dan bukan hanya
memasang senjata di setiap proyek. Sambil menunjuk dadanya,
Jusuf menyambung: "Keamanan itu ada di sini. Rasa tenteram. Dan
itu yang hendak kita capai."
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini