SEBUAH rekaman video mengguncang dunia peradaban. Untuk dua menit pertama, wajah wartawan Wall Street Journal, Daniel Pearl, muncul. Setelah mengucapkan beberapa kalimat bahwa betapa muslim di Palestina, Kashmir, dan berbagai belahan dunia dianiaya dan diperlakukan dengan brutal, sebuah tangan yang menggenggam senjata tajam muncul dari balik wajah Pearl. Seketika saja, hanya sekejap, senjata itu menebas leher Pearl. Beberapa detik kemudian, kamera itu menyorot kepala Pearl, yang sudah terpisah dari tubuhnya.
Setelah itu, seseorang yang identitasnya dikaburkan mengucapkan tuntutannya dalam bahasa Urdu, antara lain agar menghentikan penganiayaan atas muslim di seluruh dunia dan agar warga Pakistan yang ditahan di Teluk Guantanamo di Kuba dilepas.
Tewasnya Daniel Pearl, wartawan Wall Street Journal yang diculik kelompok radikal Pakistan sejak 23 Januari lalu ini, tidak saja membuat gusar dunia jurnalistik, tetapi juga seluruh dunia. "Sebuah pembunuhan ala barbar," kata Presiden Amerika George W. Bush.
Ia datang ke Pakistan bersama Marianne—istrinya yang berkebangsaan Prancis—yang tengah hamil enam bulan, karena ingin mencari dan meliput tentang jaringan gerakan Islam militan di Pakistan. Setiba di selatan Karachi, ia bermaksud mewawancarai seorang tokoh terkemuka di dalam gerakan itu. Empat hari kemudian, sebuah kelompok yang menamakan dirinya The National Movement for the Restoration of Pakistani Sovereignty mengirim sebuah surat elektronik yang disertai foto Pearl yang tengah diikat dan kepalanya tertunduk ditodong sepotong pistol. Foto in kemudian menjadi horor yang agaknya "dinikmati" para penculiknya, yang kemudian mengirim surat elektronik kedua yang mengungkapkan tuntutan yang mereka inginkan. Hanya sepekan yang silam, video itu dikirimkan ke kantor agen berita di Pakistan. Pearl sudah tewas tanpa sempat melihat bayinya. Maka, amarah yang bergemuruh pun menggema.
Lahir di Princeton, 38 tahun silam, Pearl, yang biasa dipanggil Danny itu, lulus dari Jurusan Komunikasi Universitas Stanford pada 1985. Pearl bergabung dengan Western Massachusetts, sebuah koran kecil di Kota Massachusetts, Amerika Serikat. Selama di koran Western Massachusetts, Daniel menghabiskan sebagian besar waktunya pada desk ekonomi dan bisnis.
Daniel Pearl adalah wartawan yang memiliki mobilitas tinggi. Pada tahun 1990, Daniel bergabung dengan Wall Street Journal. Di koran ekonomi dan bisnis terbesar di Amerika ini, Daniel sempat merambah beberapa biro di Amerika dan luar negeri. Mulanya, ia menjadi reporter pada Biro Atlanta. Tiga tahun kemudian Daniel dipindahkan ke Biro Washington, yang lebih besar dan menantang. Bahkan, pada 1996, Daniel mulai dipercaya untuk mengisi pelbagai pos di luar negeri. Ia bertugas di Biro London dan Paris. Akhirnya, pada Desember 2000 lalu, Daniel dipercaya menjadi Kepala Biro Bombay, India, yang meliputi seluruh wilayah Asia Selatan.
Daniel Pearl termasuk laki-laki yang penuh warna. Pelbagai aliran musik, khususnya blues, dikuasai dengan baik. Daniel mengoleksi semua album penyanyi blues Curtis Mayfield dan Bobby Womack. Tak cuma sebagai penikmat, Daniel juga getol memainkan beberapa alat musik, terutama gitar dan biola. Saat bertugas di Wall Street Journal Biro Atlanta, Daniel menjadi pemain biola dalam kelompok band The Ottoman Empire. Kelompok semiprofesional ini sering manggung di klub-klub ternama di Atlanta.
Pada Agustus 1999, Daniel menikahi Marianne, seorang gadis Prancis yang berprofesi sebagai wartawan lepas. Selepas pemberkatan perkawinan yang dilakukan di sebuah gereja di pinggiran Kota Paris, Daniel mengeluarkan biola kesayangannya dan langsung memainkan sebuah karya Johan Sebastian Bach. "Lagu ini buat ibu mertua saya, yang sedang digerogoti kanker," kata Daniel.
Kini, polisi Pakistan menahan Sheik Omar, 27 tahun, tokoh Gerakan Pembaruan Kedaulatan Pakistan. Tokoh jebolan London School of Economics di Inggris ini disebut-sebut sebagai dalang penculikan dan pembunuhan Daniel Pearl. Menurut Omar, penculikan itu untuk memprotes perlakuan Amerika terhadap tahanan Al-Qaidah dan Taliban di Guantanamo. "Amerika menistakan tahanan Guantanamo," kata Omar.
Sebelum dia berangkat menjemput kematiannya, sempat terjadi insiden yang lucu. Seorang koleganya menulis sebuah laporan tentang perdagangan di Pakistan tanpa berkonsultasi dengan Pearl, yang selama ini dikenal sebagai "ahli Asia Selatan" di kantornya. Ketika berita itu dimuat, sang kolega menulis surat elektronik meminta maaf karena tidak berkonsultasi dengannya, tetapi Pearl mem-balasnya dengan surat yang lucu karena ia tidak ingin bersikap birokratis. "Saya akan ke Pakistan hari Sabtu. Siapa saja yang mengetik kata Pakistan, Pakistani, Paki, Pak, Coldpack, Backpack tanpa berkonsultasi dengan saya, awas saja…. Tertanda, Danny."
Dan dia menemui ajalnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini