Kedamaian tak bisa berumur panjang di Afganistan. Setelah Taliban gulung tikar akhir tahun lalu, negara di Asia Tengah ini sempat mencecap ketenangan. Memasuki bulan Februari ini, aksi ke-kerasan kembali pecah di beberapa tempat. Insiden terbaru terjadi Rabu pekan lalu di Kabul, ketika pasukan Inggris yang berpatroli di wilayah barat kota dihujani tembakan peluru penduduk lokal. Tembakan balasan sempat dilontarkan. Untunglah, insiden ini tak mencederai seorang pun.
Diduga, itu serangan balas dendam. Sebelumnya, di wilayah lain Kota Kabul, pasukan Inggris menembak mati seorang pemuda Afganistan berumur 20 tahun yang sedang mengantarkan iparnya yang sedang hamil ke rumah sakit. Tembakan pasukan Inggris ini juga melukai empat orang lain, termasuk si wanita hamil. Menurut pasukan patroli, mereka menembak karena diserang lebih dulu. Namun hal ini dibantah keluarga korban, apalagi tak ada senjata ditemukan di dekat korban.
Dua rangkaian insiden ini jelas makin memusingkan kepala pemerintahan sementara Afganistan, Hamid Karzai. Soalnya, dua pekan lalu, telah terjadi insiden yang tak kalah gawat dengan terbunuhnya Menteri Pariwista Abdul Rahman di Bandra Kabul. Semula, jemaah haji Afgan yang tertunda keberangkatannya ke Tanah Suci dijadikan tertuduh. Namun, Karzai sendiri kemudian mengeluarkan pernyataan bahwa dalang pembunuhan adalah tiga pejabat keamanan senior. Seorang sudah ditangkap, sementara dua orang berhasil kabur ke Arab Saudi.
Karzai menyebut para pelaku yang beretnik Tajik dan berasal dari faksi Jamiat-i Islami—tergabung dalam Aliansi Utara—punya dendam pribadi. Rahman dulu pernah bergabung dengan Jamiat-i Islami pimpinan bekas presiden Burhanuddin Rabbani. Ia lalu memilih keluar dari kelompok itu setelah berselisih jalan dengan mendiang Ahmad Shah Mas'ud, dan akhirnya bergabung dengan faksi "Roma" yang dipimpin bekas raja Zahir Shah. Penyeberangan Rahman ini yang diduga banyak pihak jadi sumber nasib nahasnya. Pembunuhan ini juga menyebabkan Zahir Shah menunda kepulangannya ke Kabul pekan ini.
Untuk sementara, tuduhan yang dilontarkan Karzai belum diprotes Jamiat-i, kekuatan terbesar dari para peneken kesepakatan Loya Jirga. Namun, tak bisa dielakkan, kerapuhan pemerintahan Karzai kini makin terkuak. Pembunuhan Rahman, insiden penembakan pasukan Inggris, pula kerusuhan di stadion setelah pertandingan persahabatan sepak bola, menunjukkan Karzai tak bisa sepenuhnya memegang kontrol. Jabatan yang ia pegang memang paling tinggi, namun Karzai tak punya tentara dan penasihat politik yang kuat.
Karzai sebetulnya sudah meluncurkan strategi untuk memperkukuh posisinya. Belum lama ini dia keliling Eropa dan Amerika Serikat untuk meminta tambahan bantuan pasukan pengamanan. Sekitar 4.500 orang tentara pengamanan PBB disebutnya masih jauh dari cukup, karena wilayah di luar Kabul sama sekali tak di-jaga pasukan PBB. Namun upaya Karzai ini gagal. Jumlah 20 ribu pasukan tambahan dinilai pemimpin Eropa dan Amerika terlalu mahal. Mereka lebih senang bila pemerintahan Karzai membentuk satuan pengamanan sendiri dengan bantuan teknik pasukan PBB. Sebuah permintaan yang naga-naganya mustahil dipenuhi Karzai.
Kekuasaan di lapangan saat ini kembali jadi milik para panglima perang seperti sebelum era Taliban. Di Herat, bagian barat Afganistan, ada Ismail Khan yang didukung Iran; Rashid Dostum di Mazar-i-Sharif, wilayah utara, di-sokong Rusia; Haji Abdul Qadir di Jalalabad dengan Pakistan and Amerika; dan Gul Agha di Kandahar, wilayah selatan, didukung Amerika. Rivalitas lama mereka rasanya kian lama justru kian segar. Kasus pembunuhan Rahman adalah contoh paling gamblang buah pertikaian antarfaksi ini.
Potensi terbaru pertempuran sudah ada di depan mata, opium siap panen pada bulan Juni depan di kawasan Helman dan Nangahar. Opium dari Afganistan biasanya jadi bahan utama bubuk heroin yang dikirim ke Eropa. Bila pemerintahan Karzai berusaha membumihanguskan panen seperti permintaan negara-negara Eropa, ia akan berhadapan dengan para panglima perang.
Menilik kondisi tak menguntungkan seperti itu, CIA—Dinas Intelijen Amerika Serikat—pekan lalu sudah melontarkan peringatan: perang saudara bisa segera meletus. Bila ini terjadi, bumi kering Afganistan akan jadi kembali lahan subur persemaian gerakan radikal. Mendatangkan pasukan tambahan seperti permintaan Karzai memang mahal, namun ongkos yang harus dibayar Amerika dan sekutunya akan lebih mahal saat panen radikalisme tiba.
Yusi Avianto Pareanom (Al Ahram, The Economist, New York Times)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini