Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
PHNOM PENH - Amnesty International menyerukan adanya kebebasan berpendapat dalam undang-undang pemilu Kamboja. Clare Algar, Direktur Operasi Global Amnesty, meminta pemerintah Kamboja mengamandemen atau mencabut undang-undang yang melarang adanya protes terhadap pemilu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Pemerintah telah mengancam adanya tindakan hukum terhadap mereka yang menyerukan pemboikotan, seperti yang dilakukan oposisi. Pemerintah beralasan pemboikotan adalah hasutan untuk menghalangi pemilu," ujar Algar dalam pernyataannya seperti dilansir Voice of America (VoA), kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Amnesty menyerukan aturan dan kode etik yang komprehensif tentang penggunaan kekuatan personel penegak hukum oleh pemerintah. Amnesty mendesak pemerintah mengakhiri penindasan terhadap aktivis. Mereka mendesak mencabut Undang-Undang tentang Asosiasi dan Organisasi Non-Pemerintah.
Pemerintah Kamboja mengenakan denda US$ 2.500 (Rp 35 juta) terhadap lima mantan anggota partai oposisi The Cambodia National Rescue Party (CNRP). Mereka dinyatakan bersalah karena menyerukan pemboikotan pemilu dengan istilah Jari Bersih atau Clean Finger-mengacu pada penggunaan tinta setelah mencoblos dari bilik suara-pada pemilu Kamboja, Ahad mendatang.
Tak hanya Amnesty. Seperti dilansir Phnom Penh Post, Human Rights Watch (HRW) menyebut pemilu Kamboja yang digelar pada Ahad besok "tidak asli". Pegiat hak asasi ini mempertanyakan pembubaran sewenang-wenang partai oposisi utama, CNRP, dan intimidasi serta penuntutan bermotifkan politik terhadap para anggota oposisi.
Direktur HRW kawasan Asia, Brad Adams, mengatakan pemerintah Kamboja selama setahun terakhir secara sistematis menindak kebebasan dan suara oposisi. Tujuannya untuk memastikan partai yang berkuasa tidak menghadapi kendala dan kontrol politik secara total.
CNRP adalah partai oposisi yang menjadi rival Cambodia’s People Party (CPP). CNRP memenangi lebih dari 40 persen dalam pemilu Kamboja pada 2013. Pada November lalu, Mahkamah Agung membubarkan partai ini dengan tuduhan makar, dan melarang anggotanya berpolitik selama lima tahun. Namun CNRP membantahnya. Sebagian besar pemimpin CNRP melarikan diri ke luar negeri. Tanpa oposisi, Partai CPP-partai pendukung Perdana Menteri Hun Sen-dipastikan menang.
Menanggapi hal tersebut, juru bicara CPP, Sok Eysan, mengatakan seruan Amnesty tidak mencerminkan realitas politik di Kamboja. "Pemerintah justru selalu peduli tentang hak asasi manusia dan demokrasi di Kamboja, meningkatkan hak dan kebebasan rakyat, sehingga mereka dapat memenuhi kewajiban mereka dalam pemilu," ujar dia.
Dia mengatakan organisasi hak asasi manusia internasional tidak berhak mengevaluasi pemilu Kamboja. Eysan menuding lembaga itu memiliki niat buruk terhadap Kamboja dan CPP pada khususnya. "Tidak akan ada evaluasi asing untuk menentukan nasib rakyat Kamboja. Hanya orang Kamboja yang bisa menentukan nasibnya sendiri." REUTERS | CHANNEL NEWS ASIA | SUKMA LOPPIES
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo