Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Hubungan Partai Demokrat dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan memanas lagi menjelang masa pendaftaran calon presiden-wakil presiden. Perang pernyataan antar-elite kedua partai kembali pecah.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sebelumnya, petinggi kedua partai ini terlibat baku tuding seputar kriminalisasi calon kepala daerah menjelang pemilihan kepala daerah serentak pada 27 Juni lalu. Kali ini, kedua partai saling lempar tudingan seputar isu koalisi menjelang pemilihan presiden 2019.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ketegangan bermula dari manuver Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono yang menerima Ketua Umum Partai Amanat Nasional Zulkifli Hasan di Mega Kuningan, Jakarta, Rabu malam. Pertemuan di rumah SBY itu membahas koalisi. Selepas persamuhan, SBY dan Zulkifli menggelar konferensi pers bersama selama sepuluh menit.
Setelah Zulkifli pamit, SBY menggelar konferensi pers lagi bersama petinggi Demokrat lainnya di tempat yang sama dengan durasi yang lebih lama. SBY mengungkapkan sejumlah hal, di antaranya hubungannya dengan Megawati. Hubungan ke-duanya merenggang sejak SBY menjadi calon presiden, menantang inkumben Megawati pada 2004.
"Saya harus jujur, hubungan saya dengan Ibu Megawati belum pulih," ujar SBY. "Saya sangat menghormati Ibu Megawati. Mungkin Tuhan belum menakdirkan hubungan kembali normal," kata dia.
Informasi dari elite PDIP menyebutkan Megawati sebagai presiden kala itu merasa dikhianati oleh SBY, yang waktu itu Menteri Ko-ordinator Politik, Hukum, dan Keamanan. Sebagai menteri, SBY dituding tak meminta izin ketika hendak menjadi calon presiden.
Sekretaris Jenderal PDIP Hasto Kristiyanto kemarin membalas pernyataan SBY itu. "Sebaiknya, pemimpin itu bijak. Kalau tidak bisa berkoalisi dengan Pak Jokowi karena sikapnya yang selalu ragu-ragu, ya sebaiknya introspeksi," kata Hasto di Jakarta, kemarin. "Jangan bawa nama Ibu Mega yang seolah sebagai penghalang koalisi."
Menurut Hasto, rencana koalisi bersama Demokrat bubar lantaran SBY memasang tawaran yang tinggi dan rumit. Hasto menuding SBY berkeinginan menempatkan anaknya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai pemimpin dalam koalisi. "Sekiranya Pak SBY mendorong kepemimpinan Mas AHY secara alamiah terlebih dulu, mungkin sejarah bicara lain," ujar dia.
Pernyataan Hasto ini dibalas oleh Wakil Sekretaris Jenderal Partai De-mokrat, Rachland Nashidik. Ia menyebutkan per-nyataan Hasto tak cerdas. "Kendati berbagai survei melaporkan AHY memegang elektabilitas tertinggi sebagai cawapres, ini bukan berarti kami tak bisa berunding de-ngan figur lain," ujar dia. Rachland balik menuding koalisi pendukung Jokowi curang lantaran tak kunjung menyampaikan nama calon wakil presidennya. Bahkan, ia mengatakan partai pendukung Jokowi hanya menuruti keputusan Jokowi dan Megawati. BUDIARTI UTAMI | DEWI NURITA
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo