Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Puluhan anak berkumpul di sebuah lapangan dan bernyanyi dengan lantang sambil tertawa: "Kami akan membantai Anda." Sebuah layar proyektor kemudian menayangkan video propaganda yang dibuat kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (ISIS). Salah satu video memperlihatkan puluhan orang yang hanya mengenakan celana dalam dan dipaksa berlari sebelum akhirnya dieksekusi oleh ISIS.
"Apabila ada yang menyakiti kalian, jangan ragu untuk melawan karena Allah ada di sisi kalian," kata salah satu anggota kelompok militan itu kepada anak-anak tersebut, seperti terlihat dalam video eksklusif yang dibuat CNN dan dipublikasikan pada Ahad dua pekan lalu.
Anggota ISIS mengumpulkan anak-anak di sebuah lapangan sambil meneriakkan kalimat-kalimat indoktrinasi. Kepada anak-anak itu, mereka menanamkan kebencian terhadap negara-negara Barat, terutama Amerika Serikat dan sekutunya. Berulang-ulang anggota ISIS meneriakkan bahwa Amerika adalah musuh yang harus dihadapi.
Anak-anak yang diperkirakan berusia 8-18 tahun itu merupakan bagian dari proses rekrutmen ISIS. Kelompok yang kemudian mendeklarasikan pergantian nama menjadi Islamic State (Negara Islam) ini merekrut anak-anak untuk dijadikan pasukannya dengan memberikan pelatihan agama dan militer.
"ISIS mengajari anak-anak bagaimana menggunakan senapan AK-47. Mereka menggunakan boneka untuk mengajari anak-anak cara memenggal orang," ujar seorang pejabat keamanan Irak yang tak mau disebutkan namanya kepada NBC News, Jumat pekan lalu.
Abu Dujana, salah seorang anggota ISIS di Raqqa, mengakui hal itu. Kepada NBC News, ia menceritakan di hampir setiap daerah yang dikuasai ISIS terdapat kamp pelatihan khusus anak-anak. Kebanyakan dari mereka direkrut dari Suriah dan negara lain, seperti Jerman, Prancis, dan Inggris. Anak-anak itu dilatih intensif di bawah prinsip hukum syariah, seperti bagaimana menggunakan senjata, membuat bahan peledak, dan cara berperang.
"Mereka harus dibiasakan mendengar suara ledakan, senapan mesin, rudal, artileri, dan pesawat. Mereka juga harus terbiasa melihat darah," ucap Abu Dujana.
Anggota ISIS, ia melanjutkan, juga memaksa anak-anak itu menonton pemenggalan kepala dan membawa kepala yang sudah dipenggal agar tak ada lagi rasa takut di hati mereka. Setelah kamp berakhir, anak-anak "terpilih" akan diseleksi sesuai dengan kemampuan fisiknya. Jika dianggap dalam kondisi baik, mereka akan dibawa ke medan perang untuk menjadi perisai ataupun pelaku peledakan bom bunuh diri.
Abu Dujana mengamati perubahan yang jelas dalam hal kepribadian dan perilaku anak-anak setelah mengikuti kamp pelatihan. Menurut dia, anak-anak hasil pelatihan di kamp memiliki rasa takut yang lebih rendah ketika terlibat dalam pertempuran.
Ia menjelaskan, ISIS harus berfokus pada anak-anak karena perang yang dilakukan kelompok ekstrem itu akan berlangsung lama. Karena itu, kata dia, anak-anak yang direkrut saat ini harus siap menjadi pejuang ISIS suatu hari nanti saat mereka dewasa. "Kami harus mulai melatih mereka dari sekarang karena mereka akan menyempurnakan apa yang kami mulai: ekspansi kekhalifahan Islam," ujarnya.
Charlie Winter dari Quilliam Foundation, lembaga anti-ekstremis yang berbasis di London, mengatakan anak-anak yang diculik ataupun direkrut telah mengalami cuci otak agar bisa menjadi generasi penerus ISIS yang siap berjihad. "Jelas terlihat bahwa ISIS memiliki pelatihan militer dan pelatihan ideologi bagi anak-anak," kata Winter.
Menurut dia, ISIS sengaja membidik anak-anak dan remaja agar lebih mudah menanamkan ideologi dan mengkombinasikannya dengan pelatihan militer. "Anak-anak ini tak akan memiliki acuan selain jihad, sehingga ideologi akan lebih mudah masuk ke dalam kepala mereka dan sulit untuk menghapusnya," ujarnya.
ISIS menjadikan kamp pelatihan sebagai institusi pendidikan, sarana untuk menanamkan ideologi dan kemampuan militer. "Karena kita tahu mereka mencoba menjadi negara, berarti mereka harus punya sistem pendidikan. Jelas mereka akan mengajarkan prinsip-prinsip jihad," katanya.
Menurut Flashpoint Intelligence, perusahaan keamanan global yang menjadi konsultan kontraterorisme NBC News, kamp utama ISIS khusus anak-anak di Suriah dapat ditemukan di pinggiran Damaskus, Ghouta Timur. Kamp yang disebut Zarqawi Cubs Camp itu dibentuk sebagai penghargaan bagi pendiri Al-Qaidah di Irak. Kamp ISIS lainnya berada di kawasan Atareb, Provinsi Aleppo, dan Al-Bukamal, Suriah Timur.
Laith Alkhouri dari Flashpoint Intelligence mengatakan setiap kamp biasanya terdiri atas 40-60 anak. Kelas baru akan dibuka kembali setelah kelulusan. Menurut dia, anak-anak tak sekadar untuk regenerasi anggota ISIS, tapi juga buat menjaga siklus radikalisasi.
"Dalam dua-empat tahun, mereka akan menjadi orang dewasa. Dengan memberi mereka ideologi dan metodologi, maka itu akan jadi bagian dari kehidupan sehari-hari mereka," ucap Alkhouri. Anak-anak itu akan mematuhi ideologi dan melaksanakan apa yang diinginkan ISIS.
ABU Ibrahim Raqqawi (bukan nama sebenarnya) membuat akun Twitter dan Facebook yang mendokumentasikan kehidupan kelam di Raqqa, Suriah, kota tempatnya dibesarkan. Dalam beberapa foto dan informasi yang diunggah ke akun media sosial itu, ia mencoba menceritakan apa yang terjadi di Raqqa.
Dalam perbincangan dengan Foreign Policy melalui Skype akhir Oktober lalu, Raqqawi menceritakan bagaimana anak-anak dan remaja di Raqqa dilatih oleh ISIS untuk kemudian dikirim ke pertempuran di Kobani, perbatasan Suriah dengan Turki.
Di Raqqa, kota dengan angka kemiskinan tinggi akibat perang selama lebih dari tiga tahun, ISIS sering membujuk orang tua agar menyekolahkan anak-anak mereka di kamp-kamp bentukannya dengan imbalan uang. Tak jarang pula ISIS turun langsung merekrut anak-anak dengan mengadakan acara dan menawarkan imbalan uang bagi yang mau mengikuti kamp pelatihan. Tawaran itu, kata Raqqawi, banyak diterima oleh orang tua dan anak-anak yang tak punya pilihan lain karena semua sekolah di Raqqa sudah ditutup.
Ada beberapa kamp pelatihan ISIS di Provinsi Raqqa, di antaranya kamp Al-Zarqawi, kamp Usamah bin Ladin, kamp Al-Sherkrak, kamp Al-Talaea, dan kamp Al-Sharea. Ketika ada pertempuran besar, seperti yang terjadi di Kobani beberapa waktu lalu, pelatihan akan dipercepat.
Raqqawi menuturkan, anak-anak sudah menjadi terbiasa melihat aksi kekerasan dan eksekusi. "Melihat kepala terpisah dari tubuh manusia tidak lagi mengganggu anak-anak itu. ISIS telah menghancurkan masa kecil mereka, juga merusak hati anak-anak," ujarnya.
Ivan Simonovic, Asisten Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Hak Asasi Manusia, yang belum lama ke Irak dan berhasil mewawancarai pengungsi di Bagdad, Dohuk, dan Erbil, meyakini ada program perekrutan besar-besaran terhadap anak-anak. ISIS dinilai sangat mahir memanipulasi pemikiran pria dewasa dan anak-anak.
Kelompok itu, kata Simonovic, juga mampu memproyeksikan citra kemenangan dan menawarkan janji bahwa mereka yang tewas dalam pertempuran akan langsung masuk surga. Manipulasi dan janji itulah yang membuat anak-anak tertarik bergabung dengan ISIS. "Bahkan para orang tua tidak bisa mencegah keinginan anak mereka yang ingin bergabung dengan ISIS secara sukarela," ucapnya.
BARU beberapa minggu yang lalu Yasir (bukan nama sebenarnya), remaja 15 tahun, berada di pos penjagaan ISIS di Surah Timur dengan menggunakan rompi peledak serta membawa senapan AK-47 dan radio komunikasi. "Aku menghabiskan satu bulan tanpa melihat keluarga atau siapa pun yang aku kenal. Kami dilarang melihat atau berbicara dengan siapa pun," kata Yasir seperti dilansir CNN, Rabu pekan lalu.
Yasir mengikuti jejak ayahnya yang berjanji setia kepada ISIS. Dalam pengakuannya, ada sekitar 100 anak berada di kamp dan terisolasi selama satu bulan tanpa tahu informasi dari dunia luar. Mereka juga dilarang berbicara dengan keluarga atau berbincang dengan orang lain.
Selama berada di kamp pelatihan yang terisolasi itu, Yasir bersama anak-anak yang lain mendapat pelatihan militer yang ketat dan diindoktrinasi dengan pelajaran Islam radikal. "Kami diajar menembak serta melompati rintangan, dan pelatih siap dengan pistolnya. Jika kami berhenti, dia akan menembak di dekat kaki kami," ujarnya.
Yasir juga dipaksa menyaksikan pemenggalan kepala. Dia mengatakan, ketika pertama kali melihat pemenggalan, ia tak makan selama dua hari karena merasa jijik. Yasir pun selalu merasa takut jika rompi peledak yang dikenakannya meledak jika terkena pecahan peluru.
Kini Yasir telah keluar dari kamp ISIS karena dibawa kabur oleh ayahnya, yang membelot ke Turki. Ketika itu, ia bertanya kepada sang ayah mengapa mereka pergi. "Lalu ayahku berkata bahwa ISIS tak berada di jalur agama yang benar," katanya.
Propaganda Islam ekstrem dan jauh dari sekolah normal itulah yang dikhawatirkan menjadikan anak-anak sebagai ancaman jangka panjang. "ISIS sengaja menolak pendidikan bagi orang-orang di dalam teritori kontrol mereka. Dan, bukan hanya itu, mereka juga mencuci otak anak-anak tersebut," ucap Letnan Jenderal H.R. McMaster, perwira tinggi yang bertugas memikirkan ancaman masa depan dan perencanaan masa depan tentara Amerika, kepada Foreign Policy pada akhir Oktober lalu.
Dalam pertempuran di Irak dan Suriah, anak-anak yang bergabung atau diculik ISIS akan dikirim ke berbagai kamp pelatihan agama dan militer, tergantung usia mereka. Di kamp, mereka diajari segala sesuatu tentang penafsiran hukum syariah hingga cara menggunakan senjata.
Menurut laporan hasil penyelidikan PBB di Kota Mosul dan Tal Afsar, Irak, terbukti anak-anak telah dipersenjatai dan dengan bangga mengenakan seragam ISIS. Anak-anak itu berpatroli di jalan-jalan dan menangkap penduduk setempat yang melanggar aturan ISIS.
"PBB telah menerima laporan konfirmasi bahwa anak-anak berusia 12-13 tahun menjalani pelatihan militer yang diselenggarakan ISIS di Mosul," begitu bunyi laporan yang ditulis oleh Kantor Komisi Tinggi PBB untuk Hak Asasi Manusia dan Kantor Misi Bantuan PBB di Irak. Selain itu, anak-anak tersebut dipaksa melindungi anggota ISIS dalam pertempuran. Mereka juga dipaksa menyumbangkan darah bagi anggota ISIS yang terluka.
Vice News, kantor berita yang berpusat di Kanada yang mendapat akses untuk mengikuti keseharian kelompok ISIS, berhasil memproduksi lima bagian video dokumenter tentang kehidupan di Suriah. Dalam video bagian kedua, dokumentasi difokuskan pada bagaimana ISIS mempersiapkan anak-anak sebagai penerus di masa mendatang.
"Kami percaya bahwa anak-anak ini adalah generasi penerus khalifah. Atas izin Allah, generasi ini akan melawan orang-orang kafir dan murtad, warga Amerika dan para sekutunya," ucap salah seorang anggota ISIS kepada Vice News.
Kemudian video menampilkan seorang bocah berusia 9 tahun yang mengatakan telah mengikuti kamp pelatihan setelah bulan Ramadan. Ia belajar bagaimana menggunakan senapan Kalashnikov. Juru bicara ISIS mengatakan anak-anak yang berusia di bawah 15 tahun akan dikirim ke kamp syariah untuk belajar agama, tapi anak-anak di atas 16 tahun akan dikirim ke kamp pelatihan militer.
ISIS selama ini banyak menggunakan media sosial untuk mengajak orang-orang bergabung. Mereka juga rajin mengunggah foto dan video di media sosial yang menunjukkan kebanggaan menjadi anggota ISIS.
Apa yang dilakukan ISIS itu menimbulkan kekhawatiran di lingkungan organisasi Save the Children. Misty Buswell, pengacara untuk wilayah Timur Tengah dari organisasi di Yordania ini, mengatakan pengaruh ISIS akan membuat satu generasi anak-anak mengalami trauma berat. Ia mewawancarai anak-anak di pengungsian dan mendapati kebanyakan dari mereka menghindari interaksi dengan orang lain. Anak-anak itu juga menunjukkan tanda-tanda perilaku agresif terhadap sesamanya. "Saya bertemu dengan anak yang tak berbicara selama beberapa bulan karena banyak hal mengerikan yang dia saksikan," kata Buswell.
Menurut dia, rasa trauma anak-anak di pengungsian masih dapat disembuhkan meski butuh waktu lama dan intensif bila dibandingkan dengan anak-anak yang direkrut ISIS. "Anak-anak yang berada di kamp dan terus menyaksikan hal buruk setiap hari akan menderita efek jangka panjang dan akan menjadi cukup signifikan," ujarnya.
Rosalina (NBC News, Foreign Policy, CNN)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo