Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Polemik Kolom Agama
MENTERI Dalam Negeri Tjahjo Kumolo memastikan tak akan menghapus kolom agama pada kartu tanda penduduk. Alasannya, hal itu diatur Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2013 tentang Administrasi Kependudukan. Namun ia mempersilakan penduduk yang ingin mengosongkannya.
Kelonggaran itu diberikan kepada penduduk yang menganut kepercayaan di luar enam agama yang diakui pemerintah. Adapun penganut enam agama resmi tetap wajib mencantumkan. Menurut Tjahjo, selama ini penduduk "dipaksa" menuliskan satu dari enam agama resmi walau mereka tidak menganut agama itu. Ia menganggap hal itu sebagai penyebab banyak penduduk tidak memiliki kartu identitas, yang menghambat pencatatan kependudukan oleh Kementerian Dalam Negeri.
Tjahjo menyatakan keputusan itu sebagai bentuk sikap pemerintah yang tak mau ikut campur pada keyakinan warganya. "Sepanjang tidak menyesatkan dan mengganggu ketertiban umum," kata Tjahjo di Jakarta, Senin pekan lalu. Perihal kolom agama di KTP ini dibahas dalam rapat Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Agama, dan sejumlah kementerian lain.
Wakil Presiden Jusuf Kalla mengatakan pernyataan Menteri Dalam Negeri itu menuai pro dan kontra. Ia memintanya dilihat secara menyeluruh demi toleransi. Apalagi undang-undang hanya mengakui enam agama, yaitu Islam, Hindu, Buddha, Katolik, Protestan, dan Konghucu.
Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin menyatakan jalan keluar yang ditawarkan Menteri Dalam Negeri masih sementara dan sesuai dengan Pasal 64 ayat 5 Undang-Undang Administrasi Kependudukan. Pasal itu membolehkan kolom agama dikosongkan. Pemerintah sedang menyusun RUU Perlindungan Umat Beragama untuk menyempurnakan perlindungan bagi kelompok yang belum terakomodasi enam agama.
Suara Pro dan Kontra
"Kolom agama itu soal administrasi dan tak penting. Sebaiknya dihapus saja."
Otto Nur Abdullah, anggota Komisi Nasional Hak Asasi Manusia.
"MUI tak ada masalah kolom dikosongkan bagi mereka yang tak menganut satu dari agama yang diakui pemerintah, tapi kolom jangan dihapus."
Maruf Amin, Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia.
"Kolom agama itu cuma simbolis. Masalahnya, ngefek enggak ke sikap toleransi antarumat beragama dan kemajuan bangsa?"
Ridwan Kamil, Wali Kota Bandung.
"Dasar pencantuman agama di KTP itu adalah wujud sila pertama Pancasila. Â Agama itu menentukan cara kita hadir di dunia, bergaul, dan mati. Jadi tak mungkin dihilangkan dari identitas pribadi."
Fahri Hamzah, Wakil Ketua DPR dari PKS.
"Dari dulu saya katakan, enggak perlu semua orang mencantumkan agama di KTP. Saya kira Malaysia perlu kita contoh. Di Malaysia, yang mengisi kolom agama cuma yang Islam."
Basuki Tjahaja Purnama atau Ahok, Gubernur DKI Jakarta.
"Jangan sampai ada agama yang tidak bisa dicantumkan sehingga mempersulit pelayanan publik."
Bonar Tigor Naipospos, Wakil Ketua Setara Institute.
Syahrul Raja Dihukum 8 Tahun
TERDAKWA Syahrul Raja Sempurnajaya dinyatakan terbukti bersalah dalam kasus korupsi penerbitan perizinan lokasi lahan pemakaman di Kabupaten Bogor, Jawa Barat, Rabu pekan lalu. Emosinya meledak ketika ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Sinung Hermawan menjatuhkan hukuman delapan tahun penjara dan denda Rp 800 juta atau enam bulan kurungan penjara.
Bekas Kepala Badan Pengawasan Perdagangan Berjangka Komoditi itu marah ketika pewarta foto berusaha memotretnya di ruang sidang. Ia bahkan hampir melemparkan tas selempang hitamnya ke arah wartawan. "Senang kalian, puas kamu!" teriaknya sebelum meninggalkan ruang sidang.
Pengacara Syahrul Eko Prananto mengatakan kliennya kesal terhadap vonis yang dianggapnya terlalu tinggi. Ia mengatakan dakwaan pencucian uang tidak terbukti. Apalagi dalam dakwaan itu majelis hakim sempat berbeda pendapat. Meski begitu, vonis ini lebih ringan ketimbang tuntutan jaksa, yaitu sepuluh tahun penjara dan denda Rp 1 miliar atau delapan bulan kurungan.
Syahrul dijerat enam dakwaan dari kasus korupsi, suap, dan pencucian uang. Ia dinyatakan terbukti bersalah menyogok Rp 3 miliar kepada sejumlah pejabat di Bogor untuk memuluskan penerbitan izin lahan makam. Dia juga memaksa pejabat Asosiasi Pialang Berjangka Indonesia dan Ikatan Perusahaan Pedagang Berjangka Indonesia menyisihkan fee transaksi di PT Bursa Berjangka Jakarta untuk kepentingan operasional.
Vonis Mati untuk Pembunuh Sisca Yofie
Mahkamah Agung menghukum mati Wawan alias Awing, terdakwa kasus pembunuhan Fransisca Yofie, warga Bandung. Juru bicara Mahkamah Agung, Ridwan Mansyur, mengatakan putusan majelis kasasi ini memperberat vonis Wawan di Pengadilan Negeri Bandung, yang hanya memberikan hukuman penjara seumur hidup.
Majelis kasasi yang diketuai Artidjo Alkostar dengan anggota hakim agung, Gayus Lumbuun dan Margono, menyatakan Wawan terbukti sadistis dan tak berperikemanusiaan. Putusan yang diteken pada Selasa pekan lalu itu, menurut Ridwan, juga memberikan efek jera sekaligus pesan kepada masyarakat supaya menghargai hak hidup orang lain. Dengan putusan ini, kata Ridwan, diharapkan kasus pembunuhan seperti yang dialami Sisca Yofie tak akan terulang.
Wawan dan Ade Ismayadi divonis hukuman seumur hidup di Pengadilan Negeri Bandung pada Maret lalu. Keduanya terbukti mencuri dan membunuh korbannya. Keduanya mengajukan permohonan banding atas putusan itu, yang ditolak Pengadilan Tinggi Jawa Barat. Mereka pun mengajukan permohonan kasasi.
Guru Besar Universitas Hasanuddin Pesta Sabu
Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin, Makassar, Musakkir, ditangkap saat menggelar pesta sabu bersama rekannya sesama dosen di Hotel Grand Malibu, Kota Makassar, Jumat dinihari pekan lalu. Satuan Narkoba Kepolisian Resor Kota Besar Makassar menyita beberapa paket sabu beserta alat pengisapnya dan dua pil inex dalam penggerebekan di tiga kamar hotel itu.
Selain menangkap Musakkir, polisi menangkap Ismail Alrip, rekan Musakkir sesama dosen di Unhas, serta dua perempuan, Nilam dan Ainum. Dua orang lainnya, Syamsuddin dan Harianto, adalah teman Musakkir. "Mereka sudah lama menjadi incaran polisi dan baru kali ini tertangkap," ujar Kepala Kepolisian Resor Kota Besar Makassar Komisaris Besar Fery Abraham.
Musakkir membantah telah memakai sabu. Dia mengaku sedang mengerjakan karya ilmiah di dalam hotel ketika tiba-tiba rekan-rekannya datang dan membawa narkotik itu. Musakkir mengaku sempat marah dan menghancurkan alat pengisap sabu tersebut. "Lalu dia kembali mengerjakan karya ilmiahnya," kata Ketua Lembaga Bantuan Hukum Universitas Hasanuddin, Acram Mappaona Azis, yang menemui Musakkir di kantor polisi.
Wakil Ketua Senat Universitas Hasanuddin Ambo Ala mengatakan kasus ini sudah dibahas oleh majelis etik kampus. Namun dia tak bisa memastikan seperti apa sanksi yang akan diberikan kepada Musakkir dan rekan-rekannya. "Sanksinya nanti diputuskan oleh majelis," ucapnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo