Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Anak Kampung di Pucuk Kuasa

Abdullah Badawi, anak kampung yang "lompat kelas", naik pangkat ke kursi tertinggi. Pendiam, suka mendengarkan orang lain.

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Kali ini tak boleh ada kesalahan. Spanduk membentang di antara dua tiang. Seorang pria gemuk, dua berpotongan biasa, berpuluh kali membaca yang tertera. Bukan membaca. Barangkali lebih tepat jika dikatakan mereka sedang mematut-matut kata-kata pada helai kain itu. Jumat pekan silam warga Kepala Batas, Pulau Pinang, sibuk berat. Mereka menyambut seorang pahlawan. Besok, sang pahlawan, si "Kampung Boy" yang merantau itu, pulang kampung, berbuka puasa bersama ibundanya, Kailan Hassan. Si Kampung Boy akan salat tarawih bersama, tapi tak bisa bertahan lebih lama lagi. Anak kampung itu kini perdana menteri kelima di Malaysia. Istilah naik kelas tak cukup tepat melukiskan kedudukannya. Ia telah "lompat kelas". Ooi Chew Choon, seorang salesman di Kepala Batas, yakin Abdullah Badawi—kini lebih kerap dipanggil Pak Lah—akan menjadi pemimpin yang baik. Sewaktu menjadi anggota parlemen, perhatiannya pada kampung halaman besar. Tapi tidak semua orang seoptimistis Ooi Chew Choon. Banyak orang mempertanyakan kemampuan Pak Lah, 63 tahun, yang juga dikenal sebagai Mr. Nice Guy, menggantikan Mahathir Mohamad yang begitu populer. Ini menjadikan Pak Lah yang pendiam dan bersuara rendah itu seolah loyang, dan Mahathir itu emas. Tapi Pak Lah memang bukan Mahathir. "Dia (Abdullah) jauh lebih religius," ujar Yusman Ahmad, kolumnis The New Strait Times yang pernah dekat dengan keduanya. Ayahnya, Ahmad Badawi, adalah seorang ustad. Sedangkan kakeknya, Sheikh Abdullah Fahim, seorang mufti. Pak Lah sendiri lebih memilih kajian Islam saat dia kuliah di Universitas Malaya. Namun, ayah Pak Lah juga salah satu pendiri UMNO yang ikut dalam perjuangan kemerdekaan Malaysia. Tak aneh, saat dia terjun ke politik, kariernya langsung melesat. Padahal awalnya dia lebih suka menjadi pegawai negeri. Terakhir, dia menjabat Direktur Pemuda di Kementerian Budaya, Pemuda, dan Olahraga. Baru setelah ayahnya yang anggota parlemen itu meninggal, dia dibujuk-bujuk supaya menggantikannya. Saat Mahathir menjadi perdana menteri pad tahun 1981, Mr. Nice Guy langsung ditarik ke kabinet. Dia menjadi Menteri Pendidikan, kemudian belakangan Menteri Pertahanan. Namun, politik tetap politik, perjalanan si Kampung Boy tidak terus mulus. Ketika duet Tengku Razaleigh Hamzah-Datuk Musa Hitam menantang duet Mahathir-Ghafar Baba pada 1987, Pak Lah memihak Tengku Razaleigh-Musa Hitam. Buntutnya, ketika keduanya tersingkir, dia pun ikut terpental. Dia menjadi pesakitan, dijauhi teman-temannya. Itu masa yang sulit. Pak Lah tak lagi memiliki kantor. Dia menggunakan agen perjalanan iparnya di lantai 12 Gedung Pernas sebagai kantornya. Teman-teman yang ingin mengunjunginya harus memutar otak agar tak ketahuan. Mereka keluar lift lantai 11 dan melanjutkan jalan lewat tangga darurat menuju lantai 12. Empat tahun terisolasi, akhirnya Mahathir memanggil. Kali ini dia menjadi Menteri Luar Negeri. Para penentangnya mengkritiknya sebagai kutu loncat. Namun, orang dekatnya tidak berpendapat demikian. "Dia tidak banyak ribut seperti lainnya yang tersingkir," ujar Yusman Ahmad. Bahkan, ketika teman-temannya bicara jelek soal Mahathir, dia langsung mengingatkan. "Kita jangan bicara jelek tentang Mahathir. Kalau kamu tidak ketemu dia lagi dan tidak bisa minta maaf, bagaimana?" ujar Pak Lah. Pak Lah sosok rendah hati. Dia suka mendengarkan orang lain. Ketika dia pulang malam atau bangun pagi dan menemukan orang antre di depan rumahnya, dengan sabar ia melayani mereka, sementara para asistennya sibuk memelototi jam tangannya. "Dia orang yang sederhana, yang lebih suka menghabiskan waktunya dengan orang kecil," ujar mantan sekretaris persnya, Datuk Kamarulzaman, yang telah bekerja dengan Abdullah sejak 1991. "Dia memahami aspirasi mereka, dan mereka merasa nyaman dengannya," ia melanjutkan. Mungkin saja Pak Lah memahami aspirasi mereka. Tapi ada tantangan mahaberat baginya. "Dia bayang-bayang Mahathir," ujar Irene Fernandez, Direktur Tenaganita, LSM urusan buruh perempuan. Selain itu, Partai Islam se-Malaysia kian merongrong UMNO. Demikian pula soal Akta Keamanan Internal (ISA). Tetapi, seperti kata pemimpin oposisi Partai Aksi Demokratik, Lim Kit Siang, "Kita harus memberi dia waktu agar dia membuktikan dirinya," ujar Lim Kit Siang kepada Feisal Assegaf dari Tempo News Room. Purwani Diyah Prabandari (The Star, Bernama, BBC)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus