Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Ketupat Lebaran Sonder Protokol

Akhirnya orang terkuat Malaysia mengundurkan diri dalam sebuah pesta sederhana. Tanpa air mata, Mahathir meninggalkan kebanggaan bagi bangsa Malaysia.

2 November 2003 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

RUANGAN itu senyap. Hanya terdengar suara klik kamera wartawan yang memperoleh kesempatan mengabadikan sesi akhir rapat kabinet, Rabu pekan lalu. Wakil Perdana Menteri Abdullah Ahmad Badawi baru saja mengucapkan terima kasih atas kepemimpinan bosnya, Perdana Menteri Mahathir Mohamad. Sekonyong-konyong suasana berubah di ruang rapat kabinet di lantai empat kantor Perdana Menteri Malaysia di Putrajaya. Para menteri kabinet tak kuasa menahan gejolak emosi. Menteri Perdagangan Internasional dan Industri, Rafidah Aziz, tak kuasa menahan air mata saat Mahathir meninggalkan ruang rapat. "Semuanya berlangsung normal, tapi ketika rapat berakhir, begitulah," ujar Rafidah, mencoba melukiskan yang baru saja disaksikan, terisak. Jumat pekan lalu, pada 12.30 tengah hari, sebuah perpisahan, sebuah interupsi atas rutinitas panjang. Mahathir melayangkan pandangannya ke ruang rapat sebelum memasuki lift pribadi ke kantornya di lantai lima. Itulah rapat kabinet terakhir setelah berkuasa selama 22 tahun. Inilah akhir cerita seorang tokoh Asia yang dijuluki pers Barat sebagai "lelaki Malaysia yang pemarah". Ia meninggalkan sebuah kursi perdana menteri dan sepotong kalimat paling panas yang terkenal. "Eropa membantai enam juta dari 12 juta orang Yahudi, tapi kini Yahudi justru menguasai dunia," katanya di pertemuan Organisasi Konferensi Islam (OKI) di Kuala Lumpur, dua pekan lalu. Temperamen tinggi bukanlah cerita baru Mahathir pada usianya yang ke-78 tahun ini. Perjalanan politik Mahathir yang penuh kontroversi justru mencuatkan kariernya. Ia lahir pada 20 Desember 1925 di Alor Setar, ibu kota Negara Bagian Kedah. Mahathir menyelesaikan sekolah dasar dan sekolah menengah di Kedah, dan pada 1947 ia diterima di Sekolah Kedokteran King Edward VII di Singapura. Setelah meraih gelar dokter, ia menjadi pegawai negeri sebagai petugas medis, tapi ia keluar pada 1957 dan buka praktek pribadi di Alor Setar selama tujuh tahun. Sampai di sini perjalanan hidup Mahathir berjalan normal. Mahathir mulai menunjukkan sosok pemberangnya lewat artikel di media massa yang ia tulis, yang secara provokatif menyerang kekuasaan para sultan dan mengkampanyekan gerakan emansipasi perempuan. Karier politik Mahathir dimulai pada 1946, saat ia berusia 21 tahun dan bergabung dengan UMNO yang baru saja berdiri. Dr. M, panggilan akrabnya, menjadi anggota parlemen dari UMNO pada 1964. Sifat pemberang menemukan tempatnya di panggung politik. Ia menerbitkan surat terbuka yang menyerang Perdana Menteri Tunku Abdul Rahman. Mahathir menuduh Bapak Malaysia itu menyia-nyiakan puak Melayu. Akibatnya, ia kehilangan kursi di parlemen pada 1969, didepak dari UMNO. Meski terasing dari panggung politik, Mahathir membuat kejutan lain. Pada 1970 ia menerbitkan buku yang kontroversial, The Malay Dilemma. Dalam buku itu ia mencela etnis Melayu yang dipinggirkan sejak era penjajahan tapi bersikap apatis ketika diperlakukan sebagai warga kelas dua. Pemerintah melarang buku Mahathir beredar. Tapi belakangan kritik Mahathir terhadap bangsanya lewat buku itu mendapat dukungan pemimpin UMNO yang lebih muda. Nama Mahathir pun direhabilitasi dan ia justru diundang kembali masuk UMNO. Pada 1974 ia kembali terpilih sebagai anggota parlemen dan juga ditunjuk selaku menteri pendidikan. Mahathir hanya butuh empat tahun untuk merebut kursi Wakil Ketua UMNO, dan kursi perdana menteri di tangannya pada 1981. Ia menggantikan Hussein Onn. Mahathir pun bergerak cepat menyingkirkan pengganggu kekuasaannya untuk mengukuhkan otoritas pemerintah yang terpusat. Misalnya, secara dramatis ia mengurangi kekuasaan keluarga sultan di negara bagian Malaysia. Tak cukup itu, Mahathir juga melucuti independensi lembaga peradilan pada 1988, mendepak Ketua Mahkamah Agung dan hakim senior lainnya. Sejumlah pemimpin oposisi digelandang ke penjara dengan menggunakan undang-undang warisan kolonial, Internal Security Act (ISA). Lim Kit Siang, bekas pemimpin oposisi Partai Aksi Demokrat, menyatakan, "Tragedi Mahathir adalah obsesinya terhadap kekuasaan." Apa jawab Mahathir? "Tentu bukan kekuasaan. Kekuasaan berguna hanya karena memungkinkan Anda melakukan sesuatu yang sebaliknya tak bisa Anda lakukan." Dengan kekuasaannya Mahathir menerapkan model patronase pemerintah dan diskriminasi etnis dalam lapangan kerja dan pendidikan tinggi untuk mengangkat derajat kaum Melayu. Hasilnya, kelas menengah kaum Melayu, bahkan beberapa di antaranya mampu menjadi miliuner. Pendukungnya menyebut salah satu keberhasilan Mahathir adalah menciptakan harmoni antaretnis. Tapi pengritiknya menyatakan, Mahathir menggunakan ancaman kekerasan untuk melegalkan tindakan yang represif terhadap kegiatan politik dan kebebasan berekspresi. Apa pun kritik yang menghantamnya, harus diakui Mahathir sukses mendongkrak kesejahteraan rakyat Malaysia. Pendapatan per kapita menjadi US$ 4.000, yang tertinggi di negara berkembang. Mahathir juga berhasil membawa Malaysia menjadi negara dengan tingkat kelas menengah yang tinggi. Lebih dari 60 persen rumah tangga memiliki mobil, pesawat televisi, dan sudah tentu pemenuhan kebutuhan dasar lainnya yang sangat menguntungkan bagi konsolidasi sektor ekonomi dan stabilitas politik. "Mungkin inilah keberhasilan terakhir Dr. Mahathir," ujar Datuk Musa Hitam, bekas wakil perdana menteri. Menurut Musa, untuk rakyat kelas menengah, perbedaannya bukanlah soal etnis, tapi soal kelas ekonomi. "Mereka sudah berkubang dalam dunia ekonomi dan tak seorang pun yang ingin mengguncang perahu," tambah Musa Hitam, yang pernah berselisih paham dengan Mahathir. Tapi bagi Mahathir urusan ras mahapenting. Pikirannya tak beringsut dari sebuah titik: ketimpangan kemakmuran antara penduduk Melayu dan etnis Cina khususnya. Mahathir menyatakan sangat kecewa terhadap penduduk Melayu, sehingga ia masih rajin menuduh pribumi Melayu cepat puas diri dan tak hendak bekerja keras. "Saya ternyata memperoleh terlalu sedikit ketika menjalankan tugas menciptakan ras saya (Melayu) sebagai ras yang sukses, satu ras yang dihormati," katanya. Kontroversi yang paling menonjol selama karier politik Mahathir adalah ketika ia menjebloskan anak emasnya, Anwar Ibrahim, ke bui pada 1998 dengan tuduhan resmi: korupsi dan sodomi. Tapi, di luar forum pengadilan, Mahathir menuduh Anwar berada di balik rencana mengambil alih pemerintah saat ekonomi Malaysia sedang limbung. "Anwar menggunakan orang asing dan media asing mendukung aksinya dan pendukungnya untuk menumbangkan pemerintah negara kita dan negaranya," ujar Mahathir. Mahathir memecat 400 anggota UMNO yang secara terbuka mendukung Anwar. Ini gara-gara Anwar yang memang lebih liberal mengkritik keras kebijakan otoritarian Mahathir. Anwar saat itu menjabat wakil perdana menteri dan menteri keuangan. Hanya selangkah lagi untuk menggantikan Mahathir. Tapi selembar buklet bertajuk "Lima Puluh Alasan Kenapa Anwar Tak Bisa Menjadi Perdana Menteri" beredar di kalangan anggota UMNO, menghentikan langkah Anwar. Bagi Mahathir, Anwar tak lebih boneka Barat. Cap anti-Barat melekat pada Mahathir. Saat negara lain merengek-rengek minta bantuan IMF, Mahathir justru menolak IMF meski ekonomi Malaysia sedang kritis. Mahathir juga punya nyali bertengkar dengan Presiden Bush atau mencela negara Eropa. Invasi AS ke Afganistan dan Irak, perang sipil Bosnia, perlakuan tak adil terhadap Palestina, krisis keuangan dan kerusakan akibat globalisasi, semuanya memancing kemarahan Mahathir. Mahathir mendukung penuh perang terhadap teroris yang dikobarkan Presiden Bush. Tapi ia tak lupa mengatakan, aksi terorisme yang terjadi juga akibat dominasi Barat. Perannya sebagai pengritik Barat paling tajam menjadikan Mahathir negarawan yang mewakili aspirasi negara berkembang berhadapan dengan negara Barat yang kini menjajah lewat sektor ekonomi. Ia menjadi bintang dalam pertemuan negara non-blok, ia juga menjadi kebanggaan di kalangan negara Islam. Tak mengherankan, cap negatif apa pun yang diberikan orang kepadanya, ia terima tanpa beban. "Sayalah diktator pertama di dunia yang mengundurkan diri dalam keadaan sehat," katanya. Kini ayah tujuh anak ini senang bisa merayakan Lebaran tanpa repot urusan protokoler. "Saya akan merayakan Lebaran di luar negeri," katanya. Raihul Fadjri (The Star, BBC, Washington Post, IHT, FEER)

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus