MESKI pemerintahan Partai Buruh Israel dilanda inflasi dan
skandal korupsi, kekalahan yang dideritanya dalam pemilu pekan
silam toh tak terduga sebelumnya. Kemenangan partai sayap kanan
Likud pimpinan Menachem Begin, 63 tahun, tidak cuma menimbulkan
goncangan di dunia Arab, tapi juga di Israel sendiri. "Israel
menghadapi suatu masa kegoncangan internasional yang cukup
kuat", tulis tajuk rencana koran Yerussalem, Haaretz,
mengomentari kemenangan Likud itu.
Seperti sebuah paduan suara yang terpimpin rapi, koran dan para
pemimpin dunia Arab serentak mengeluarkan pernyataan pesimistis,
bahkan kutukan terbuka terhadap kemenangan Begin dan partainya.
"PLO tidak akan mengakui Israel, dan menolak gagasan Carter bagi
suatu usaha damai di Timur Tengah", kata Saleh Khalaf, tokoh
penting Pembebasan Palestina mengomentari pernyataan politik
pertama Begin setelah menang.
Pernyataan Menachem Begin - dikenal luas sebagai tokoh teroris
Irgun yang membunuhi orang Palestina menjelang berdirinya negara
Israel di tahun 1948 - diucapkan tidak di Tel Aviv ataupun di
Yerussalem melainkan di tengah-tengah wilayah tepian barat
sungai Jordan yang dirampas Israel dari Kerajaan Jordania pada
perang tahun 1967. "Wilayah ini adalah wilayah Israel. Wilayah
milik Jakyat Yahudi", begitu ia berkata. Bagi mereka yang
mengikuti dengan saksama jalannya kampanye menjelang pemilu
Israel, pernyataan itu bukan hal baru. Bahkan isyu "tidak
mengembalikan wilayah yang telah direbut ke tangan Arab",
merupakan isyu yang dipakai oleh Likud. Partai Buruh sendiri
tidak pernah menganggap wilayah tersebut sebagai "dikuasai",
melainkan sekedar "diurus" oleh Israel.
Diaggap Absurd
Begitu yakin akan kemenangannya, Begin telah mengundang para
pemimpin Arab untuk merundingkan perdamaian abadi di Timur
Tengah dengan tanpa syarat. Tapi pada undangan yang sama, Begin
dengan tegas menyebut bahwa semua wilayah yang telah diduduki
tidak akan dikembulikan. Sudah jelas hal semacam ini dianggap
absurd oleh pblak Arab yang melancarkan beberapa perang justru
untuk membebaskan wilayah mereka. Bahkan Presiden Carter sendiri
telah berkali-kali berbicara mengenai perlunya sebuah rumah bagi
orang-orang Palestina. Sumber-sumber yang dekat dengan Gedung
Putih kabarnya menyebut-nyebut tepi barat sungai Jordan sebagai
salah satu bagian dari bakal tanah air orang Palestina itu.
Menachem Begin nampaknya mendengar pula rencana Carter itu.
Pekan silam, dengan nada bersemangat, ia menantang Carter.
Katanya: "Apa itu wilayah Palestina? Kami ini adalah orang-orang
Palestina. Dan ini akan saya jelaskan kepada Carter pada
kunjungan saya ke Washington dalam waktu-waktu menlatang".
Belum diketahui reaksi Washington mengenai sikap keras Begin
itu. Tapi penasehat Dewan Keamanan Nasional Amerika,
Berzezinski, pekan silam menegaskan bahwa tidak ada perubahan
hubungan antara kedua negara sebagai akibat dari kemenangan
Likud itu. Meski demikian, para pejabat Kementerian Luar Negeri
Amerika dikabarkan cemas uelihat sikap keras Begin itu. Di
kalangan para pejabat itu bahkan timbul spekulasi bahwa Begin
bukan tidak mungkin akan mencari sumber lain untuk mendapatkan
senjata jika Carter mencoba menekan Israel. "Begin yang
meninggalkan Polandia pada tahun 1942, adalah orang yang terus
dihantui oleh pembantaian Nazi. Ketakutan itulah yang membuatnya
jadi teroris", kata seorang pejabat Kemlu Amerika di Washington.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini