Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Anggota Uni Eropa Ingin Hukum Hungaria Soal Larangan Materi LGBT di Sekolah

Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, menjadi sasaran kritik kepala-kepala negara anggota Uni Eropa, gara-gara melarang materi LGBT di sekolah.

26 Juni 2021 | 10.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Mark Rutte [REUTERS]

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban, menjadi sasaran kritik kepala-kepala negara anggota Uni Eropa. Gara-garanya, ia mendukung legislasi yang melarang materi soal LGBT di sekolah. Legislasi itu sendiri diloloskan di awal Juni yang secara spesifik melarang segala materi dan program anak-anak yang membahas soal homoseksualitas, operasi gender, dan konsep dari gender atau seks.

Salah satu kepala negara yang mengeritiknya adalah PM Belanda Mark Rutte. Rutte menyebut Hungaria tak memiliki tempat lagi di Uni Eropa dengan Orban mendukung legislasi yang melarang materi soal LGBT di sekolah.

"Untuk saya, Hungaria tak memiliki tempat di Uni Eropa lagi. Namun, dalam sistem Uni Eropa, saya tidak bisa (mengusir Hungaria) seorang diri, perlu dengan 26 negara anggota lainnya. Ini harus berjalan setahap demi setahap sembari berharap mereka beradaptasi," ujar Rutte, dikutip dari kantor berita Reuters, Jumat, 25 Juni 2021.

Demonstran mengenakan pelindung mata saat mengikuti parade LGBT Front Pembebasan Gay (GLF) di London, Inggris, Sabtu, 27 Juni 2020. REUTERS/Simon Dawson

Selain Rutte, kepala negara Eropa yang mengkritik Orban dan Hungaria adalah PM Luxembourg Xavier Bettel. Menurut Bettel, Orban pantas menjadi subjek prosedur sanksi Uni Eropa untuk negara anggota yang melanggar aturannya. Dalam kasus ini, Hungaria dianggap melanggar nilai-nilai HAM dan demokrasi Uni Eropa.

Sanksi yang bakal diberikan, kata Bettel, adalah pemotongan pendanaan Uni Eropa ke negara terkait. Prosedur itu, sebelumnya, hendak diterapkan ke Polandia yang juga keras dalam menentang komunitas LGBT.

"Seringnya, uang lebih bisa berdampak besar dibandingkan dialog," ujar Bettel yang seorang gay.

Sementara itu, Presiden Prancis Emmanuel Macron mencoba bersikap diplomatis atas polemik materi LGBT ini. Ia mengatakan, perdebatan yang terjadi antara Hungaria dengan beberapa negara Uni Eropa lainnya adalah hasil dari perbedaan budaya yang berkembang di wilayah masing-masing.

Perdana Menteri Hungaria, Viktor Orban dan istrinya Aniko Levai memasukkan kertas suara kedalam kotak suara di TPS di Budapest, Hungaria, (6/4). REUTERS/Bernadett Szabo

Semakin banyaknya politisi liberal, menurut ia, membuat berbagai negara semakin progressif dalam mendukung kebijakan inklusif. Namun, tak semua negara memiliki kondisi serupa. Ia menyarankan Hungaria tetap menjadi bagian Uni Eropa karena ia khawatir blok benua biru itu menjadi tak solid jika ada anggota dikeluarkan.

Per berita ini ditulis, dari 27 negara anggota Uni Eropa, 17 mendukung komitmen perlindungan terhadap hak-hak anggota komunitas LGBT. Mereka yang menolak, selain Hungaria, ada Polandia dan Slovenia.

"Kami menegaskan bahwa ada nilai-nilai fundamental (Uni Eropa) yang harus dilindungi," ujar Kanselir Jerman Angela Merkel.

Orban, yang seorang Katolik taat, dalam pembelaannya mengatakan bahwa legislasi pelarangan materi LGBT bukanlah serangan terhadap komunitas terkait. Sebaliknya, kata ia, hal itu untuk memastikan orang tua di Hungaria tetap memiliki peranan besar dalam menentukan materi edukasi seks anak-anaknya.

Baca juga: PM Italia Minta Vatikan Tidak Intervensi Pembahasan Regulasi Anti-Homofobia

ISTMAN MP | REUTERS

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus