Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Angin baru untuk sihanouk

Presiden AS george bush mengadakan pertemuan dengan pangeran sihanouk di beijing, cina. pertemuan ini di harapkan memperkuat kedudukan sihanouk. tapi bukan mustahil justru hun sen yang memetik keuntungan.

4 Maret 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

PERTEMUAN itu cuma 20 menit. Namun sangat besar artinya bagi Pangeran Sihanouk. Maklum, yang ditemuinya adalah George Bush, presiden negara superkuat AS, yang menjamunya di sebuah villa di Beijing, Ahad pekan ini. Dan Sihanouk, tampaknya, memang mendapat angin dari pertemuan itu. "Kami mendukung pemerintah di bawah pimpinan Sihanouk," kata Bush, seperti dikutip kantor berita RRC. Dukungan negara superkuat, seperti AS, tentunya berbobot tinggi. Dan dukungan internasional memang merupakan modal utama pangeran berusia 66 tahun ini. Kekuatan militer pendukung Sihanouk, dibandingkan kelompok lain yang saling bertikai di Kamboja, boleh dikata dapat diremehkan. Terutama jika dibandingkan kelompok Khmer Merah yang diperkirakan mempunyai 30 ribu pasukan bersenjata itu. Karena itu wajar jika Sihanouk juga berkeinginan agar AS memberikan bantuan militer kepada pengikutnya. Namun George Bush tampaknya tak dapat mengabulkannya. "Tak ada janji baru dalam pertemuan itu," kata Juru Bicara Gedung Putih Marlin Fitzwater. Ini berarti bahwa komitmen AS pada Kamboja tak berubah. Yakni hanya memberi bantuan non-militer kepada kelompok perlawanan Kamboja. Itu pun hanya bagi yang anti-komunis alias kelompok Sihanouk dan Son Sann saja. Yang berubah hanyalah dalam jumlah bantuan. Jika tahun ini AS hanya menganggarkan US$ 5 juta untuk membantu kelompok nonkomunis Kamboja, tahun depan dianggarkan menjadi 7 juta. Ada alasan mengapa AS menahan diri dalam memberi bantuan militer. Yang utama adalah keinginan untuk tidak memperluas kemelut di kawasan ini. Sebab, Vietnam ternyata sudah menjanjikan akan menarik pasukannya, paling lambat akhir 1990. Sedangkan RRC sudah sepakat untuk menghentikan dahulu bantuannya kepada kelompok Khmer merah. Berkurangnya aliran senjata ini diharapkan dapat merangsang lahirnya penyelesaian politis. Namun jalan ini pun ternyata tak mulus. Terbukti pertemuan informal Jakarta (Jakarta Informal Meeting) Kedua -- yang berlangsung pekan lalu -- belum membuahkan hasil nyata. Padahal, tujuan akhir pertemuan ini sebenarnya sudah disepakati. Yaitu negara nonblok yang disokong para wakil keempat faksi yang dipimpin oleh Pangeran Sihanouk dan mempunyai parlemen hasil pemilihan umum. Yang belum disepakati adalah cara mencapai tujuan itu. Sihanouk menginginkan agar dibentuk pemerintahan empat faksi dahulu sebelum pemilihan umum. Sementara itu, Hun Sen berpendapat bahwa pemerintahan empat faksi itu bisa dibentuk setelah pemilihan umum. Kuat dugaan bahwa kelompok Sihanouk mengharapkan hasil pertemuan Gorbachev dan Deng Xiao-ping di Beijing, Mei nanti, dapat memperkuat posisi mereka dalam perundingan berikutnya. Mestinya Sihanouk bisa memperoleh angin dari Uni Soviet -- yang adalah pendukung utama Vietnam -- dan RRC yang adalah pemasok senjata utama Khmer Merah. Tapi bukan mustahil justru Hun Sen, yang didukung Vietnam, yang akan memetik keuntungan. Yaitu bila semakin banyak negara yang mengakui keabsahannya sebagai negara berdaulat. Sebab, selama ini kelemahan Republik Rakyat Khmer (RRK) adalah sangat sedikitnya pengakuan dari dunia internasional. Kini, dengan diundangnya perdana menteri RRK oleh Thailand, Januari lalu, semakin besar kemungkinan RRK mendapatkan pengakuan internasional, yang bisa memperkuat kedudukan Hun Sen. Apalagi ada kabar tentang melebarnya perpecahan di kelompok Khmer merah, terutama antara Khieu Samphan yang moderat dengan pengikut Pol Pot yang fanatik. Boleh jadi karena mengendus gejala ini sikap Muangthai -- yang tadinya sangat keras terhadap Hun Sen -- berbalik arah. Bila demikian, boleh jadi ketiga faksi bakal bersepakat mendukung Hun Sen. Tapi itu masih tergantung sikap RRC dalam perundingannya dengan Soviet nanti. Yakni. bila Cina mencabut dukungannya kepada Khmer Merah -- suatu hal yang berdasarkan sejarah Cina-Vietnam tipis kemungkinan bakal terjadi.Bambang Harymurti

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum