Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Apa Guna Serangan Amerika

Konflik bersenjata di Suriah sudah sampai tahap ruwet dan parah. Serangan militer terbatas yang direncanakan Amerika Serikat dan sekutunya sebagai reaksi atas penggunaan senjata kimia bisa memperumit masalah.

1 September 2013 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TATKALA dentuman keras yang datang dari roket me­nabrak sasaran di kawasan Kota Saraqeb, Idlib, provinsi utara Suriah, Em Ibrahim memilih tetap duduk di sofa yang empuk di rumahnya. Ketika itu, akhir Mei menjelang tengah malam, beberapa kali ledakan roket yang terdengar menggelegar niscaya membuat orang ketakutan. Misalnya ­Aisyah, putri Em, dan neneknya, yang memutuskan meringkuk di bunker. Sedangkan suami Em, Abu Ibrahim, berusaha melihat ke luar rumah, mencari bila ada tetangganya yang berkeliaran mencari bunker.

Em bukan sok berani. Dia menjerit takut dan tangannya gemetar setiap kali mendengar suara ledakan. Apalagi ditambah aliran listrik di kotanya yang hanya hidup dua jam sehari, dan sering mati sama sekali. Saraqeb bak kota hantu karena sebagian besar warganya mengungsi. Kata Aisyah tentang ibunya, "Dia mengatakan, kalaupun harus mati, lebih baik mati di kasur atau sofa yang mereka duduki hampir sepanjang hari, tidak seperti tikus yang bersembunyi di bawah tanah." Lagi pula dentuman yang terdengar malam itu tak terlalu mengkhawatirkan, hanya beberapa kali. Menurut Aisyah, pada suatu malam dia mendengar sampai 150 kali ledakan.

Selama dua setengah tahun terakhir, suara keras dari rentetan tembakan dan ledakan bom sudah biasa dialami warga Saraqeb. Kota ini merupakan salah satu zona utama perang karena terletak di perempatan dua jalan raya nasional. Jalan raya M5 menghubungkan Ibu Kota Damaskus dan kota terbesar kedua di sebelah utara, Aleppo. Adapun M4 terbentang antara Aleppo dan kota pesisir Talakia. Wilayah ini menjadi rebutan pasukan Bashar al-Assad dengan oposisi. Namun Em dan penduduk yang tersisa di sana sepertinya sudah tidak paham lagi kelompok mana saja yang bertempur.

Selain Saraqeb, zona pertempuran terjadi di hampir seluruh wilayah Suriah. Dari Damaskus di barat daya, menyisir pantai barat seperti Homs, Hama, Idlib, dan Aleppo di dekat perbatasan Turki. Perang juga terjadi di Palmyra di Suriah tengah, Ar-Raqqah di wilayah utara, dan Deir az-Zawz di timur. Tak ada yang tahu pasti kapan perang yang hingga akhir Juli lalu, menurut Perserikatan Bangsa-Bangsa, sudah menewaskan lebih dari 100 ribu orang itu bakal berakhir. Selama lebih dari dua tahun—tepatnya 29 bulan—pasukan Assad tak kunjung mampu mengatasi perlawanan oposisi. Demikian juga sebaliknya, oposisi belum juga sanggup menjungkalkan kursi kekuasaan Assad.

Apalagi siapa lawan dan siapa kawan semakin tak jelas. Pertempuran tak lagi sebatas antara tentara Assad dan Tentara Pembebasan Suriah. Setelah setahun kekisruhan berlangsung, muncul beberapa pemain lain. Ada Front Al-Nusra, yang merupakan bagian jaringan Al-Qaidah Irak, kelompok-kelompok bersenjata yang datang dari luar Suriah termasuk dari Eropa yang ingin berjihad di Suriah, lalu masih ada Hizbullah dari Libanon Selatan yang bersumpah tetap mendukung Assad. Masih ditambah lagi bantuan sporadis dari luar, seperti Turki, Iran, Liga Arab, Amerika Serikat, dan Rusia. Lembaga advokasi internasional di bidang penyelesaian krisis, International Crisis Group, menyatakan konflik di Suriah telah sampai tahap metastase alias parah dan menyebar ke mana-mana.

Inilah salah satu contoh yang terjadi di lapangan. Juru bicara Dewan Militer Tertinggi Tentara Pembebasan Suriah, Kamal Hamami, dicegat kelompok bersenjata yang didukung Al-Qaidah (notabene juga melawan tentara Assad) ketika melewati sebuah jalan di Latakia, provinsi di barat daya Suriah. Padahal Latakia adalah daerah kekuasaannya—Hamami lahir dan tinggal di sana. Akhirnya, penghadangan berakhir fatal. Terjadi saling tembak yang melukai kedua belah pihak, termasuk Hamami.

"Jeda" keruwetan terjadi ketika ada serangan senjata kimia di Ghouta, wilayah pertanian di Rif Dimashq, sebelah timur Damaskus, Rabu dinihari dua pekan lalu. Syrian Support Group, organisasi advokasi oposisi di Washington, menyebutkan korban jiwa mencapai 1.302 orang. Angka ini belum termasuk 3.600 orang yang harus dirawat. Walau ini bukan pertama kali senjata kimia digunakan, Ghouta paling fatal. Gambar anak-anak berwajah manis bak tertidur pulas—korban jiwa serangan senjata kimia di Ghouta yang tersebar melalui berbagai media—menciptakan kengerian luar biasa bagi dunia. Pemerintah Amerika Serikat pun menyatakan akan melakukan serangan militer terbatas ke Suriah, meski belum jelas konkretnya.

Tim investigasi senjata kimia PBB yang dipimpin ahli senjata Swedia, Aake Sells­troem, mengakui ada penggunaan senjata kimia di Ghouta. Namun mereka belum bisa menyimpulkan pelakunya. Liga Arab menuduh rezim Assad yang harus bertanggung jawab, tapi Menteri Luar Negeri Suriah Walid al-Moallem menampik semua tuduhan itu. Pihak Assad berbalik menyerang, bila Amerika Serikat dan sekutunya menyerang Suriah, tindakan itu merupakan agresi militer, dan akan memicu berkembangnya aksi terorisme, seperti yang terjadi di Irak dan Afganistan. Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa Ban Ki-moon juga menilai keputusan final harus menunggu Dewan Keamanan PBB setelah menerima laporan petugas di lapangan.

Sementara itu, sebuah taman bermain di Bustan al-Qasr, kota tetangga Aleppo, kini berubah menjadi kuburan yang diberi nama Taman Para Martir. Bangku, bekas ayunan, dan permainan lain rusak berlubang ditembus peluru, serta berserakan bersama guguran dedaunan dan dahan. Sepotong karton yang dipaku di pohon bertulisan: "Doakanlah jiwa para martir. Semoga Tuhan mengampuni mereka". Mayat masih sering ditemukan mengambang di sungai yang mengalir di dekat taman itu.

Raju Febrian (Reuters, BBC, Al-jazeera, New Yorker, Washington Post)


Kekuatan Militer di Sekeliling Suriah

Amerika Serikat dan sekutunya meningkatkan kekuatan pasukan di sekeliling Suriah. Presiden Amerika Barack Obama berdiskusi dengan sekutunya dari Inggris dan Prancis untuk memutuskan akan melakukan serangan ke Suriah, yang dituding telah menggunakan senjata kimia untuk menumpas perlawanan oposisi.

Militer Suriah

Angkatan Bersenjata
295.000

Angkatan Darat:
220.000

Angkatan Laut:
5.000

Angkatan Udara:
27.000

Pertahanan Udara:
36.000

Pasukan cadangan:
314.000

Pasukan Khusus dan Garda Republik:
50.000

Tank:
4.950

Kekuatan Udara

Pesawat tempur 365-450
Termasuk jet tempur buatan Rusia
MiG-23, MiG-21, MiG-21, MiG-29, Su-22s, dan Su-24

Helikopter tempur 70
Termasuk Mi-24

Sistem pertahanan udara seperti rudal buatan Rusia Buk-M2E dan PantSir-S1

Rudal antipesawat 8.000

Rudal Balistik SCUD

Bagaimana rudal jelajah mencari sasaran

TERCOM (Terrain contour matching):
Radar membandingkan peta berdasarkan data yang dimiliki dengan kondisi di lapangan untuk memastikan posisi rudal. Bisa dilakukan penyesuaian.

DSMAC (Digital Scene Matching Area Correlation):
Terminal membandingkan gambar yang diberikan dengan citra target sebenarnya.

AGM-129
Jelajah: 3.700 kilometer

Tomahawk
Jelajah: 2.500 kilometer

Amerika dan Sekutu

Pangkalan Udara Whiteman: Lokasi di Missouri, menjadi basis pesawat pengebom siluman B-2 yang sanggup terbang 21.000 kilometer ke Suriah pulang pergi. B-2 mampu membawa 16 JASSMs (Joint Air to Surface Standoff Missiles), yang bisa dilepaskan 280 kilometer dari target, bom dengan pengatur satelit atau penghancur bunker.

Yunani
Crete: Pangkalan angkatan laut Amerika di Teluk Souda.

Ankara-TURKI
Pangkalan Udara Incirlik Incirlik, Izmir, Turki: Pangkalan NATO, bisa digunakan dengan persetujuan Dewan Keamanan PBB atau NATO untuk kegiatan militer yang sah. Dilengkapi rudal Patriot.

Siprus
RAF Akrotiri: Jet tempur dan pesawat angkut Hercules C-130 memperkuat pangkalan udara Royal Air Force Inggris.

Qatar
Pesawat pengebom B-1B dan jet tempur siluman F-22 Raptor ditempatkan di pangkalan udara Al- Udeid milik Amerika.

Uni Emirat Arab
Prancis memiliki enam pesawat tempur Rafale di pangkalan udara Al- Dhafra.

Diego Garcia
Pulau teritorial milik Inggris di Samudra Hindia, 6.000 kilometer dari Damaskus. Pangkalan pesawat pengebom US Air Force B-52 H Stratofortess dengan rudal jelajah AGM-129.

Laut Mediterania

  • Amerika: Empat kapal perusak USS Mahan, USS Gravely, USS Barry, dan USS Ramage masing-masing dilengkapi 90 rudal jelajah Tomahawk, plus kapal selam dengan rudal jelajah.
  • Prancis: Kapal induk Charles de Gaulle dengan 40 jet tempur, fregat, kapal selam dengan rudal jelajah.
  • Inggris: HMS Illustrios, fregat, Westminster dan Montrose, kapal serbu Bulwark, dan kapal selam dengan 25 rudal Tomahawk.
  • Teluk, Laut Merah: Kelompok kapal tempur USS Nimitz dan USS Harry S. Truman yang membawa 70 jet tempur.
  • Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    Image of Tempo
    Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
    • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
    • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
    • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
    • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
    • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
    Lihat Benefit Lainnya

    Image of Tempo

    Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

    Image of Tempo
    >
    Logo Tempo
    Unduh aplikasi Tempo
    download tempo from appstoredownload tempo from playstore
    Ikuti Media Sosial Kami
    © 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
    Beranda Harian Mingguan Tempo Plus