Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Miami menguatkan vonis bahwa perusahaan jasa kapal pesiar Carnival Cruise Line harus membayar uang ganti rugi pada penggugat senilai lebih dari USD 10,2 juta (Rp 152 miliar). Kasus hukum ini terjadi saat seorang mantan awak di kapal tersebut melakukan perkosaan pada seorang penumpan perempuan di sebuah lemari penyimpanan pada Desember 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Pada Selasa, 19 Juli 2022, seorang hakim juri di pengadilan distrik selatan Florida menerbitkan putusan bahwa Carnival Cruise Line bertanggung jawab untuk memberikan uang ganti rugi pada penggugat atau korban karena pemenjaraan palsu dan penyerangan seksual oleh awak kapal yang diketahui bernama Fredy Anggara. Sedangkan identitas korban perkosaan tidak dipublikas.
Hakim juri secara terpisah menemukan pun tidak secara sengaja meninggalkan tekanan emosional pada korban. Gugatan hukum pada Carnival Cruise Line dilayangkan pada November 2019 atau hampir setahun setelah insiden perkosaan terjadi dan Anggara bukan tergugat dalam gugatan hukum tersebut.
Ketika kejadian perkosaan ini terjadi, korban baru berusia 21 tahun. Saat itu, dia sedang melakukan perjalanan dengan teman dan keluarganya.
Kejadian perkosaan terjadi pada malam hari di kapal pesiar milik Carnival Cruise Line, namun korban baru sadar pada keesokan paginya atau pada 2 Desember 2018 karena setelah makan malam bersama temannya dan dua penumpang kapal lainnya, korban menjadi sangat mabuk.
Saking mabuknya, penggugat atau korban sempat terpeleset dan kepalanya terbentur dek. Dalam kondisi teler itu pula, penggugat tanpa sadar masuk ke kamar Anggara, 27 tahun dan di sana perkosaan terjadi.
“Awak kapal mengaku kalau hubungan seksual yang dilakukan atas dasar suka sama suka, di mana keterangan ini konsisten dengan investigasi yang dilakukan FBI,” demikian keterangan pengadilan.
Staf FBI juga memintai keterangan Carnival Cruise Line dan korban. Korban pun memperlihatkan sebuah rekaman video yang di rekam oleh Carnival Cruise Line.
Sebelum persidangan terjadi, pengadilan menemukan kalau penggugat telah membuktikan klaim pemenjaraan palsu. Juri tidak dapat menemukan bukti untuk menolak ingatan korban bahwa ketika itu, Anggara tidak mengizinkan korban keluar dari lemari setelah korban berusaha memberontak. Untuk itu, klaim korban soal pemenjaraan palsu bisa ditegakkan sebagai sebuah dasar gugatan hukum.
Setelah kejadian perkosaan terjadi, Anggara hanya dipecat, bukannya ditahan. Carnival Cruise Line pun hanya mengatakan pihaknya tak memberikan toleransi untuk perbuatan awak kapal menyerang tamu. Keberadaan Anggara sekarang tidak diketahui.
Sumber: edition.cnn.com
Ikuti berita terkini dari Tempo.co di Google News, klik di sini.