ADA lagu yang sedang populer di seluruh pojok Manila, judulnya: N.A.T.O. Ini adalah singkatan dari None of The Above (Tidak Semuanya), yang merupakan refleksi dari ketidakpercayaan masyarakat Filipina terhadap belasan politikus yang mencalonkan diri jadi presiden. "Saya termasuk gerakan None of the Above," kata Castro, wartawan Filipina, kepada TEMPO beberapa waktu lalu. Bayangkan, sampai hari ini, sudah 12 orang yang mencalonkan diri jadi presiden Filipina, meski baru tujuh yang secara resmi bertandang ke Kantor Komisi Pemilu di Manila. Mereka adalah Senator Juan Enrile, Senator Jovito Salonga, Pengusaha Eduardo Cojuangco, Ketua Parlemen Ramon Mitra, Bekas Ibu Negara Imelda Marcos, Senator Joseph Estrada, dan bekas Menteri Pertahanan Fidel Ramos. Tokoh lain yang sudah mengumumkan pencalonan diri tapi belum mengunjungi Komisi Pemilu adalah bekas Ketua Mahkamah Agung Marcelo Fernan, Wakil Presiden Salvador Laurel, dan bekas Kepala Imigrasi Miriam Santiago. Ini memang pertama kali dalam sejarah Filipina, ada begitu banyak calon presiden. Harus diakui, ini merupakan bagian dari demokrasi yang diciptakan oleh Presiden Cory Aquino. Maka tak ada yang heran ketika Selasa pekan silam akhirnya Imelda Marcos, 62 tahun, mengumumkan dirinya ikut mencalonkan diri. Meski ia masih berperkara, menurut hukum Filipina, pencalonannya sahsah saja. Menurut Jaksa Agung Francisco Chavez, yang ditelepon TEMPO Senin pagi pekan ini, sejauh Imelda belum divonis, ia bisa dan sah mencalonkan diri. Dan tak akan ada masalah dengan pengadilan seandainya nanti vonisnya adalah bebas. Tapi bila sebelum itu dia sudah divonis bersalah, otomatis pencalonan dirinya gugur. Sampai detik ini, Imelda masih berurusan dengan Pengadilan Distrik Quezon City dengan 33 perkara perdata dan masih ada 10 paket perkara lagi. Semua tuntutan itu berkisar soal tuduhan penghindaran pajak, pelanggaran hukum antikorupsi, dan pelanggaran terhadap peraturan Bank Sental Filipina (TEMPO, 14 Desember 1991). Perkara Imelda beserta, nantinya, tuntutan atas ketiga anaknya, menurut Chavez, bisa makan waktu 2 tahun atau 200 tahun. Ada satu hal yang bisa jadi hambatan Imelda untuk memenangkan pemilihan presiden. Kamis pekan silam, Chavez mengumumkan pada pers, Swiss Bank Corporation dan Banquw Peribes secara resmi sudah memberikan surat pembekuan terhadap uang sejumlah US$ 80 juta yang didepositkan oleh Presiden Marcos. Pengumuman ini bukan saja berarti Imelda Marcos dan anak-anaknya akan terus-menerus terikat dalam pengadilan Manila hingga perkaranya selesai, tapi ini juga berarti "para keluarga Marcos tidak bisa lagi seenaknya melakukan apa-apa terhadap uang itu," kata Chavez. Padahal, seperti dikatakan oleh Senator Maceda, "kesempatannya untuk menang hanya tergantung uangnya. Dengan kata lain, tanpa uang, dia tak akan sedikit pun bisa menang." Tampaknya, Imelda berharap dukungan rakyat bisa dibeli dengan uang yang dimilikinya. Harap diingat, pendukung Presiden Marcos dalam Partai Gerakan Masyarakat Baru (KBL), belum tentu mendukung Imelda Marcos. Buktinya, anggota Kongres terkemuka dari KBL, Rodolfo Albano, menentang pencalonan Imelda. "Dia tak akan mampu menangani semua serangan kasus itu," kata Albano. Dan Senator Rene Saguisag, yang terkenal antiMarcos, dengan sarkastik menyambut pencalonan Imelda. "Biar (rakyat Filipina) diberi kesempatan menolaknya habis-habisan." Kabar buruk kedua buat Imelda adalah tuduhan baru yang secara resmi diperkarakan oleh Clarita Sanchez. Akhir pekan silam, tuntutan yang dibacakan kejaksaan itu berbunyi bahwa Imelda Marcos, anaknya Irene Araneta, dan menantunya Gregorio Araneta bertanggung jawab dalam pembunuhan dua penduduk Metro Manila yang dilakukan oleh tentara. Insiden penembakan tentara terhadap rakyat pada 1985 itu terjadi di masa Imelda memegang jabatan Gubernur Metro Manila dan Menteri Perumahan. Imeldalah yang memberi order kepada tentara untuk menggusur orang-orang yang menempati tanah yang dimiliki menantunya, Gregorio Araneta. Dan ketika tentara menembak, anak Clarita Sanchez yang berusia 17 tahun adalah salah satu dari dua korban yang tewas. Dalam keadaan yang rumit ini, tampaknya agak susah membayangkan bagaimana bekas ibu negara ini bisa memenangkan pemilu. Apalagi saingannya, seperti Fidel Ramos yang kelihatannya banyak didukung oleh masyarakat, Ramon Mitra yang didukung oleh rekan-rekannya di Parlemen, atau Marcelo Fernan yang oleh Kardinal Sin disebut sebagai "manusia bersih, jujur, dan tepat untuk Filipina," jelas lebih punya kans menang. Tapi baiklah, bagaimana seandainya Imelda menang sebelum vonis jatuh? Teoretis, pengadilan terhadap dia akan tetap berjalan. Kecuali ia lalu mencampuri urusan yudikatif. "Tapi kalau dia terpilih, rakyat Filipina tidak tulus. Saya akan pergi dari Filipina," kata Jaksa Agung Chavez. Lalu apa kabar Presiden Corazon Aquino? "Biarpun setan ikut mencalonkan diri, Presiden Aquino tidak akan mencalonkan dirinya lagi," kata juru bicara Malacanang, Horacio Paredes. Tampaknya, setelah menegakkan demokrasi di Filipina, Cory cukup puas. Dan ia menepati janjinya untuk tak mencalonkan diri lagi. LSC
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini