TAMPAKNYA, kapal-kapal perang Amerika akan lebih sering lagi lalu-lalang lewat Selat Malaka. Pada Minggu, 4 Januari lalu, Presiden Bush, dalam salah satu acaranya di negeri pulau itu, mengumumkan bahwa Amerika dan Singapura telah menandatangani suatu Memorandum Kesepakatan (MOU). Isinya, "menelusuri segala kemungkinan sampai detail" guna memindahkan fasilitas logistik dari Teluk Subic ke Singapura. Proses itu akan berjalan selama satu tahun. Dikatakan juga dalam MOU tersebut, keputusan bersama itu diambil setelah Amerika memutuskan menutup pangkalan lautnya di Filipina. Pernyataan Bush itu tentu saja mengundang banyak komentar dari negara-negara kawasan ini, terutama yang ASEAN, walaupun sebenarnya MOU itu merupakan tindak lanjut persetujuan sejenis yang ditandatangani pada November 1990, yang pada dasarnya negera kota itu akan memberi izin kepada Amerika untuk menempatkan 95 personil angkatan udara dan lautnya di sana. Kritikan paling lantang berasal dari Malaysia, jiran terdekatnya. Golongan oposisi dan media cetak Malaysia mengritik langkah yang diambil Singapura itu sebagai tindakan demi "kepentingan yang sempit dengan mengorbankan kepentingan jangka panjang seluruh kawasan ini". Mereka mengatakan, persetujuan Amerika-Singapura itu akan mengakibatkan pengalihan pusat komando Armada ke-7 dari Subic ke Singapura. Pengalihan itu lambat-laun akan menjadikan negeri itu pangkalan militer Amerika. Adalah surat kabar berbahasa Melayu Berita Harian yang galak terhadap negara B.G. Lee itu. Koran itu mengatakan, kesediaan Singapura untuk memberikan pelayanan kepada armada Amerika pada dasarnya merupakan pelanggaran atas kesepakatan bersama ASEAN untuk mempertahankan wilayah ini sebagai kawasan netral. Padahal, dengan berakhirnya perang dingin, katanya, wilayah ini tak memerlukan kehadiran kekuatan luar. Lalu, dikatakan pula, dengan menerima kehadiran Amerika, Singapura bisa dicap sebagai "Israel untuk kawasan ini". Sementara itu, untuk mengendurkan kecurigaan para tetangga, pemerintah Singapura mengatakan, ia hanya menyediakan tempat untuk perbaikan kapal-kapal Amerika dan tidak akan menjadi pangkalan yang sebanding dengan Subic. Sebuah berita Reuters pekan silam mengatakan, dengan kemajuan teknologi perbaikan dan servis, kapal-kapal perang besar tidak lagi memerlukan fasilitas sebesar Subic. Pihak Departemen Pertahanan, Luar Negeri, dan Penerangan Singapura yang dihubungi Zaimuddin Anwar dari TEMPO mengatakan, pelabuhan yang akan dipakai sebagai persinggahan kapal Amerika itu adalah Sembawang, yang letaknya berhadapan dengan negara bagian Johor Baharu, wilayah Malaysia. Personil yang akan melayaninya tak lebih dari 200 orang dari angkatan udara dan laut. Dikatakan pula, kesediaan Singapura adalah didasarkan pada pertimbangan bisnis dan untuk menjamin terpeliharanya kehadiran militer Amerika di kawasan ini. Apa pun alasan Singapura untuk menyediakan fasilitas bagi angkatan laut Amerika memang merupakan teka-teki besar. ASEAN sendiri sepakat kehadiran militer Amerika harus terpelihara. Namun, tak satu pun negara yang bersedia menjadi pengganti Teluk Subic. Kesediaan Singapura merupakan beban psikologis yang harus dipikulnya mengingat semuanya emoh memberi fasilitas pada Amerika. Coba, apa jalan keluarnya andaikata Singapura tak bersedia "berkorban"? ADN
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini