Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Rusia dan Cina membangun hubungan militer dan bisnis dengan Myanmar sejak lama.
Junta militer bahkan meneken proyek baru dengan Cina di tengah krisis pascakudeta.
Sekutu strategis yang bisa diandalkan di Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik.
PANGLIMA Angkatan Udara Myanmar Jenderal Maung Maung Kyaw tiba di Moskow, Rusia, pada Kamis, 20 Mei lalu. Dia memimpin rombongan delegasi militer yang datang dengan sejumlah agenda. Salah satunya untuk melihat HeliRussia, pameran helikopter terbesar Rusia, yang digelar pada pekan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut The Moscow Times, seorang sumber dari Kedutaan Myanmar di sana menyebut pameran itu termasuk dalam agenda delegasi. Sumber lain dari atase militer Myanmar di Moskow juga membenarkan kabar soal maksud kedatangan Maung Kyaw. Menurut sumber itu, sang jenderal menjalani “jadwal yang ketat”.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Perwakilan HeliRussia menyebut Myanmar termasuk “satu dari lebih 50 negara” yang diharapkan hadir. Meski demikian, dia menolak untuk menyebutkan soal kedatangan delegasi Myanmar. Adapun Kementerian Pertahanan Rusia tidak mengumumkan adanya pertemuan apa pun dengan Myanmar. Pameran itu antara lain memajang helikopter tempur terbaru Ka-52 dan Mi-28NE buatan Rosoboronexport, perusahaan senjata Rusia.
Media independen Myanmar, The Irrawaddy, juga melaporkan kunjungan Jenderal Maung Kyaw. Dia didampingi sejumlah pejabat tinggi militer dan Tay Za, jutawan Myanmar. Pengusaha dengan banyak bisnis di Kota Yangon dan Naypyidaw itu dikenal dekat dengan junta militer.
Tay Za adalah pendiri Htoo Group, perusahaan yang mengelola sejumlah bisnis, seperti pertambangan, transportasi, konstruksi, properti, dan perdagangan senjata. Salah satu perusahaannya, Myanmar Avia Export, memasok komponen pesawat untuk militer. Perusahaan ini pula yang menjadi perwakilan tunggal Industri Eksportir Militer Rusia di Myanmar dan perusahaan helikopter Rusia Rostvertol.
Nama Tay Za sejak 2008 masuk daftar hitam Amerika Serikat karena keterlibatannya dalam menyokong junta militer Myanmar, termasuk pembelian peralatan militer dan pesawat. Tay Za disebut-sebut menerima komisi besar dari penjualan senjata, amunisi, serta helikopter buatan Rusia MI-17 dan pesawat tempur MiG-29.
Nama Maung Kyaw juga masuk daftar pejabat Myanmar yang terkena sanksi oleh Amerika setelah militer yang dipimpin Jenderal Min Aung Hlaing melancarkan kudeta pada 1 Februari lalu. Perebutan kekuasaan yang disertai kekerasan aparat keamanan terhadap para demonstran dan penduduk sipil itu membuat lebih dari 800 orang tewas.
Rusia menjadi salah satu negara yang masih menunjukkan dukungan dan menjalin relasi dengan rezim militer Myanmar. Rusia dan Cina bahkan kompak memblokir upaya Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa ketika hendak merilis kecaman terhadap kudeta militer itu.
Tentara Myanmar berjaga sepanjang jalan selama protes terhadap kudeta militer, di Yangon, Myanmar, 28 Februari 2021. REUTERS / Stringer / File Photo
Dalam kolomnya di East Asia Forum, Artyom Lukin dari Far Eastern Federal University dan Andrey Gubin dari Russian Institute for Strategic Studies menyebut dukungan Rusia terhadap Myanmar itu tak terlepas dari relasi yang mereka bangun sejak 1950-an. Rusia telah lama mengembangkan kerja sama dengan para pemimpin militer Myanmar. Ribuan pejabat militer Myanmar juga mendapatkan pelatihan di akademi militer Rusia.
Di bawah kendali Jenderal Aung Hlaing, kerja sama militer Myanmar dan Rusia terus meningkat. Rusia adalah pemasok senjata kedua terbesar ke negara itu setelah Cina. Sekitar 16 persen persenjataan Myanmar pada periode 2014-2019, menurut The Moscow Times, berasal dari Rusia. Myanmar juga masih menunggu kedatangan enam jet tempur Su-30 yang sudah dipesan pada 2019.
Pada Januari lalu, setelah kunjungan Menteri Luar Negeri Rusia Sergei Shoigu ke Naypyidaw, kerja sama militer Rusia dengan Myanmar bertambah. Rusia setuju menyuplai sistem pertahanan dengan roket permukaan ke udara Pantsir-S1, drone pengintai Orlan-10E, dan perlengkapan radar. Junta militer Myanmar juga mengimpor perlengkapan radar senilai US$ 14,7 juta dari Rusia pada Februari lalu.
Delegasi Rusia yang dipimpin Wakil Menteri Pertahanan Rusia Aleksander Fomin datang pada 26 Maret lalu. Fomin bertatap muka dengan Jenderal Min Aung Hlaing di ibu kota Myanmar, Naypyidaw. Kedatangan Fomin merupakan kunjungan pejabat tinggi asing pertama ke Myanmar sejak negara itu bergejolak setelah kudeta.
Menurut Fomin, seperti dilaporkan stasiun televisi Zvezda, Myanmar merupakan mitra strategis dan sekutu yang bisa diandalkan di Asia Tenggara dan kawasan Asia-Pasifik. “Federasi Rusia menjalankan langkah strategis untuk mempererat relasi kedua negara,” ujarnya.
Adapun juru bicara kepresidenan Dmitry Peskov menyatakan, pemerintah Rusia terus memantau perkembangan situasi di Myanmar. Menurut Peskov, Rusia mengecam keras segala aksi yang berujung pada jatuhnya korban jiwa di kalangan warga sipil. “Tapi Myanmar harus menyelesaikan masalahnya sendiri,” tuturnya.
Seperti Rusia, Cina juga menjalin hubungan yang erat dengan rezim militer Myanmar. Ketika banyak negara mengecam kudeta militer di Myanmar, Cina cenderung kalem memberikan respons. Kantor berita pemerintah Cina, Xinhua, mengabarkan militer Myanmar kala itu hanya mengumumkan “perubahan kabinet besar-besaran” setelah memberlakukan status darurat nasional.
Beijing menolak tudingan ikut menyokong kudeta Jenderal Aung Hlaing. Duta Besar Cina untuk Myanmar, Chen Hai, menyebut situasi yang berkembang di Myanmar sebenarnya tidak diinginkan oleh Cina. “Kami berharap semua pihak di Myanmar dapat menangani perbedaan sesuai dengan konstitusi serta menjaga stabilitas politik dan sosial,” ucap Chen pada pertengahan Februari lalu.
Menurut Wakil Komisioner Hak Asasi Manusia PBB Nada Al-Nashif, kudeta di Myanmar adalah kemunduran besar setelah negara itu melakukan transisi demokrasi dalam satu dekade terakhir. Cina tetap menjaga jarak saat isu pelanggaran hak asasi manusia di Myanmar dibahas di Komisioner.
Cina baru bereaksi ketika sejumlah pabrik yang dioperasikan perusahaan Cina diserang pada Maret lalu. Beijing, seperti dilaporkan Associated Press, bahkan langsung mendesak pemerintah Myanmar untuk menjamin keamanan personel, properti, dan jaringan bisnisnya. Cina memiliki kepentingan ekonomi yang besar di Myanmar. Laporan lembaga Administrasi Investasi dan Perusahaan Myanmar menyebut investasi Cina pada periode Oktober 2020-Januari 2021 mencapai hampir US$ 140 juta. Myanmar juga menjadi bagian penting dalam program ekonomi Belt and Road Initiative yang diinisiasi oleh Presiden Cina Xi Jinping.
Junta militer Myanmar bahkan menyetujui proyek pembangkit listrik senilai US$ 2,5 miliar yang bakal dibangun dan dioperasikan perusahaan Cina. Proyek ini, seperti dilaporkan Myanmar Now pada 14 Mei lalu, menjadi bagian dari 15 investasi baru yang diumumkan Komisi Investasi Myanmar. Proyek itu merupakan investasi terbesar yang disetujui junta setelah kudeta menyeret Myanmar ke dalam krisis ekonomi.
Sokongan Cina juga tampak dalam pengiriman bahan bakar pesawat oleh PetroChina Internasional Singapore Pte Ltd, anak usaha perusahaan pemerintah China National Petroleum Corporation. Menurut laporan Reuters pada 20 Mei lalu, PetroChina mengirim 13.300 ton bahan bakar jet dan 4.000 ton bensin. Diangkut dengan kapal tanker MT Yu Dong, kargo bahan bakar itu diturunkan di terminal pelabuhan Thilawa, Myanmar, pada 15 April lalu.
Hal ini itu menimbulkan kecemasan baru karena junta bisa saja menggunakannya untuk mengoperasikan jet-jet tempur. Juru bicara Justice for Myanmar, Yadanar Maung, mengecam transaksi itu. “Mereka berbisnis dengan para penjahat perang yang melakukan serangan udara membabi buta terhadap komunitas etnis,” ujarnya.
Myanmar telah mengirim pesawat dan helikopter tempur dalam sejumlah serangan udara terhadap wilayah yang dikuasai milisi bersenjata, termasuk Negara Bagian Kayin dan Kachin. Rangkaian serangan itu memaksa puluhan ribu warga Myanmar mengungsi dari pemukiman mereka dan berlindung di hutan dan pegunungan.
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (MYANMAR NOW, FRONTIER MYANMAR, REUTERS, TASS, THE ASSOCIATED PRESS, DIPLOMAT, CNBC)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo