Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Poin penting
Presiden Donald Trump mengampuni bekas penasehatnya yang terlibat kasus intervensi Rusia dalam pemilihan Presiden Amerika.
Trump juga membicarakan kemungkinan memberikan pengampunan untuk dirinya sendiri.
Sejumlah gugatan hukum menunggu Trump setelah masa kepresidenannya berakhir.
MICHAEL Flynn sudah dua kali berbohong kepada Badan Penyelidik Federal Amerika Serikat (FBI). Dia membantah saat dituduh pernah berkomunikasi dengan pejabat Rusia. Padahal tim FBI pimpinan Robert Mueller menemukan hal sebaliknya ketika menyelidiki dugaan campur tangan Rusia dalam pemilihan presiden Amerika pada 2016.
Gara-gara skandal itu, Flynn harus hengkang dari Gedung Putih. Jabatan Flynn sebagai penasihat keamanan nasional cuma bertahan 23 hari setelah Presiden Donald Trump memecatnya pada Februari 2017. Namun, selama Trump berkuasa, kasus Flynn menggantung. Kasusnya berhenti di meja pengadilan banding karena hakim belum memutuskan apakah akan menolak banding atau menghukum Flynn. Adapun Departemen Kehakiman terus mendorong agar kasus pensiunan jenderal Angkatan Darat itu dicabut.
Memanfaatkan kuasanya sebagai presiden, Trump kemudian mengampuni Flynn lewat cuitannya pada 26 November lalu. Pengumuman itu bertepatan dengan perayaan Thanksgiving yang juga menjadi hari libur nasional Negeri Abang Sam. “Selamat untuk Jenderal Flynn dan keluarganya! Saya yakin kalian bisa menikmati Thanksgiving dengan meriah!” ucap Trump.
Empat hari kemudian, Departemen Kehakiman merilis salinan surat pengampunan dari Trump. Lembaga itu, seperti dilaporkan CNN, juga meminta pengadilan federal membatalkan kasus Flynn. Dengan pengampunan itu, Flynn dibebaskan dari kasus hukumnya.
Pengampunan untuk Flynn menjadi salah satu manuver kontroversial Trump menjelang akhir tugasnya sebagai presiden. Pada Juli lalu, Trump juga membebaskan Roger Stone, yang sebelumnya divonis tiga tahun dan empat bulan penjara dalam kasus serupa dengan Flynn. Pengadilan menilai sekutu Trump itu bersalah karena berbohong kepada Kongres dan menghalangi penyelidikan.
Para pendukung Trump menyambut gembira ampunan yang diberikan oleh Partai Republik itu karena menilai Flynn dan Stone sebagai korban serangan politik lawan-lawannya. Namun kritik keras datang dari kubu Partai Demokrat. Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Nancy Pelosi menyebut tindakan Trump sebagai korupsi besar dan penyalahgunaan kekuasaan yang sangat kurang ajar. Ketua Komite Intelijen DPR Adam Schiff menyatakan pengampunan itu secara tidak langsung telah menghapus kebenaran bahwa Flynn sudah mengaku bersalah. “Tak peduli sebesar apa usaha Trump dan sekutunya untuk mengubah hal itu.”
Pengampunan adalah hak Presiden Amerika yang dilindungi konstitusi. Para pendiri negara Amerika menyatakan bahwa wewenang pengampunan itu sangat penting untuk menunjukkan belas kasihan dan melayani masyarakat lebih baik. Meski demikian, wewenang itu tak berlaku absolut. Wewenang itu hanya berlaku untuk kejahatan di tingkat hukum federal. Meski demikian, presiden tak perlu mendapatkan pertimbangan dari lembaga pemerintah lain atau memberikan alasan atas keputusannya.
Sejumlah presiden pernah memberikan ampunan dalam kasus besar. Gerald Ford pernah mengampuni Richard Nixon pada 1974 setelah Nixon mundur dari kursi kepresidenan karena terlibat skandal Watergate. Pada 1977, Jimmy Carter memberikan ampunan terbesar kepada lebih dari 200 ribu warga Amerika yang dituduh melanggar wajib militer karena menolak berpartisipasi dalam Perang Vietnam.
Pada 2001, Bill Clinton pernah mengampuni adiknya, Roger, yang terbukti bersalah dalam kasus kepemilikan kokain di Negara Bagian Arkansas. Secara keseluruhan, Clinton memberikan ampunan kepada 450 orang, termasuk Marc Rich, donatur Partai Demokrat yang kabur ke luar negeri karena kasus penghindaran pajak.
Selama menjabat presiden, Trump mendapatkan perlindungan hukum istimewa yang membuatnya kebal dari gugatan. Meski demikian, keistimewaan itu bakal sirna setelah kalah oleh Joe Biden dalam pemilihan presiden pada November lalu. Setelah Biden dilantik menjadi Presiden Amerika pada 20 Januari mendatang, Trump menjadi warga negara biasa lagi.
Pada saat itulah Trump akan menjadi sasaran empuk para penegak hukum yang selama ini menyelidiki dugaan kejahatan yang dilakukannya. Menurut mantan jaksa federal dan Negara Bagian New York, Daniel R. Alonso, keadaan bakal langsung berubah begitu Trump keluar dari Gedung Putih. “Dia tak bisa lagi menggunakan kekuasaannya sebagai presiden untuk menghentikan penyelidikan,” tuturnya kepada BBC.
Trump juga ditengarai mencari cara untuk memberikan ampunan lebih awal untuk anggota keluarga dan para sekutunya. Menurut ABC News, Trump pernah sesumbar bahwa dia memiliki hak absolut untuk mengampuni dirinya sendiri. Tapi dia tak melakukannya karena merasa tak pernah berbuat salah. Pengacara Trump, Rudy Giuliani, pada 2018 juga menyebut bahwa konstitusi mengizinkan presiden untuk mengampuni dirinya sendiri.
Laporan The New York Times pada 2 Desember lalu menyebut Trump pernah berdiskusi dengan para penasihatnya untuk memberikan ampunan kepada anggota keluarganya, yaitu Donald, Ivanka, dan Eric, serta menantunya, Jared Kushner. Nama Rudy Giulinani juga disebut dalam daftar tersebut. Trump rupanya khawatir Departemen Kehakiman di bawah pemerintahan Biden nanti mungkin bakal mengincarnya. Giuliani, lewat pernyataannya di Twitter, menyebut laporan itu sebagai berita bohong.
Donald, anak tertua Trump, masuk dalam daftar penyelidikan Robert Mueller atas dugaan keterlibatan dalam kasus intervensi Rusia dalam pemilihan umum 2016. Adapun Kushner diduga memberikan informasi palsu soal kontak personal yang dimilikinya ketika menjalani pemeriksaan untuk mendapatkan akses keamanan tingkat tinggi di Gedung Putih. Sementara itu, Ivanka, Eric, dan Giuliani disebut terlibat dalam aktivitas Trump Organisation, perusahaan milik Trump, yang sedang diselidiki oleh Kantor Jaksa Agung New York.
Sederet kasus hukum lain sudah menunggu Trump. Pada 2018, Trump tersandung skandal “uang tutup mulut” yang diumbar model majalah Playboy, Karen McDougal, dan artis film porno Stormy Daniels. Keduanya mengaku pernah berhubungan intim dengan Trump. Mereka menyatakan menerima bayaran untuk tak membicarakan hal itu karena Trump sedang bersiap dalam kampanye pemilihan presiden pada 2016.
Pengakuan McDougal dan Daniels membuka pintu penyelidikan pelanggaran aturan federal soal pendanaan kampanye. Mantan pengacara pribadi Trump, Michael Cohen, akhirnya mengaku mengatur pembayaran kepada kedua perempuan tersebut. Cohen pun dijatuhi hukuman tiga tahun penjara pada 2018.
Keterkaitan Trump dalam kasus ini semakin terang pada Februari 2019. Di depan Kongres, Cohen menyatakan Trump tahu soal pembayaran uang tersebut. Dokumen FBI, yang dibuka atas perintah hakim Distrik Manhattan, New York, William Pauley, pada Juli 2019, menyebut Trump terlibat dalam pengaturan pembayaran uang tutup mulut sebesar US$ 130 ribu kepada Daniels.
Dokumen itu, seperti dilaporkan Reuters, juga mengungkap rangkaian komunikasi antara Trump, Cohen, dan juru bicara tim kampanye Trump kala itu, Hope Hicks. Kasus uang tutup mulut ini juga diduga berkaitan dengan pemalsuan data bisnis perusahaan Trump. Sekalipun ada bukti yang cukup, Trump tak bisa dituntut saat masih menjabat presiden.
Jaksa Agung Distrik Manhattan Cyrus Vance juga tengah menyelidiki dugaan pemalsuan data bisnis Trump Organisation. Seperti dilaporkan CNN, investigasi yang dilakukan tim Vance juga meliputi kemungkinan keterlibatan Trump dalam kasus penipuan bank, penggelapan asuransi, dan kecurangan pembayaran pajak. Trump berulang kali berusaha menghentikan upaya Vance yang meminta penjelasan soal data finansial dan pembayaran pajaknya selama delapan tahun.
Trump, seperti dilaporkan The Guardian, tidak pernah membayar pajak federal dalam 10-15 tahun sebelum terpilih menjadi presiden. Pada 2016-2017, dia bahkan hanya membayar pajak kurang dari US$ 750. Pada 2010, Trump mendapatkan pengembalian pajak hampir US$ 73 juta setelah mengklaim bisnisnya merugi lebih dari US$ 1 miliar. Otoritas Pajak Amerika (IRS) tengah mengaudit kasus ini. Jika Trump terbukti bersalah, dia harus mengembalikan duit itu beserta penalti yang jumlahnya bisa lebih dari US$ 100 juta.
Jaksa Agung New York Letitia James juga tengah mengincar Trump dan keluarganya terkait dugaan pemalsuan nilai aset perusahaan. Sejak Maret tahun lalu, James memimpin investigasi dugaan kebohongan Trump Organisation. Salah satu bukti kuncinya adalah pengakuan Cohen di hadapan Kongres yang menyebut Trump sengaja mendongkrak nilai aset propertinya untuk mendapatkan pinjaman bank. Namun Trump malah menurunkan nilai asetnya untuk mendapatkan keringanan pajak.
Setelah Trump tak lagi menjabat presiden, James bakal lebih leluasa memanggilnya untuk memberikan keterangan. Selama ini, Trump selalu mangkir dan beralasan terlalu sibuk untuk mengurusi kasus hukum tersebut. “Investigasi ini bakal berlanjut. Kami dipandu fakta dan hukum, bukan urusan politik,” ujar James dalam pernyataan tertulisnya pada Kamis, 3 Desember lalu.
Trump juga akan menghadapi gugatan dari Kantor Jaksa Agung Negara Bagian Maryland dan Washington, DC. Trump diduga melanggar larangan pejabat negara untuk memperkaya diri dengan memanfaatkan pengaruh atau jabatannya. Ia ditengarai mendapat keuntungan dari tamu-tamu negara yang menginap di hotel miliknya, Trump International Hotel, di Washington, DC.
Sejak menjabat presiden, Trump berjanji tak lagi terlibat dalam urusan bisnisnya. Meski demikian, dia tak melepas saham-sahamnya di perusahaannya. Menurut John Mikhail, ahli hukum dari Georgetown University, hal ini membuat Trump tetap meraup keuntungan dari transaksi komersial perusahaannya dengan pemerintah asing. “Konstitusi melarang pejabat federal melakukannya tanpa persetujuan Kongres,” kata Mikhail, seperti dilaporkan CNN.
Keponakan Trump, Mary, juga mengajukan gugatan pada September lalu dan menuntut ganti rugi US$ 500 ribu atau sekitar Rp 7 miliar. Mary adalah penulis buku Too Much and Never Enough: How My Family Created the World’s Most Dangerous Man yang terbit pada Juli lalu. Dalam buku ini, Mary menceritakan perjalanan keluarga dan karier Trump, termasuk masalah finansial dan dugaan penggelapan pajak yang dilakukannya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Presiden Amerika Serikat Donald Trump bersama Michael Flynn saat berkampanye dalam Pemilu Presiden Amerika Serikat di Virginia, Amerika Serikat, September 2016. REUTERS/Miie Seager
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mary mengklaim memiliki warisan dari bisnis keluarganya setelah sang ayah, Fred Trump Jr., yang juga kakak tertua Trump, meninggal pada 1981. Saat itu, Mary baru berusia 16 tahun. Mary menuding Trump dan saudara-saudaranya mencuri hak warisannya. “Alih-alih melindungi Mary, mereka merancang skema untuk mencuri dananya, menutupi kecurangan itu, dan menipu Mary ihwal nilai warisannya,” demikian isi gugatan Mary soal kelakuan Trump dan saudara-saudaranya.
Gugatan pencemaran nama yang diajukan E. Jean Carroll terhadap Trump juga masih berjalan. Carroll menyatakan Trump telah memperkosanya di ruang ganti pusat belanja di Manhattan pada 1990-an. Sepekan sebelum pemilihan presiden digelar pada 3 November lalu, hakim federal di New York, Lewis Kaplan, menolak permintaan Departemen Kehakiman untuk menghentikan gugatan Carroll.
Dalam opininya, Kaplan menyebut Trump bukan pegawai pemerintah. Kaplan juga menolak intervensi Departemen Kehakiman dalam kasus ini dengan alasan gugatan itu tak berhubungan dengan urusan resmi Amerika. Dengan demikian, gugatan pencemaran nama terhadap Trump secara pribadi bisa dilanjutkan. Para penyelidik bisa mengumpulkan bukti tambahan untuk kasus Carroll, termasuk memverifikasi biomolekul deoksiribonukleat (DNA) Trump di gaun yang dikenakan Carroll saat pemerkosaan terjadi.
Trump juga belum bebas dari gugatan pencemaran nama yang diajukan Summer Zervos pada 2017. Mantan kontestan “The Apprentice”, acara televisi yang dulu dipandu Trump, itu juga menuntut Trump membayar uang ganti rugi sebesar US$ 3.000 atau sekitar Rp 42 juta. Zervos menyebut Trump telah mencemarkan namanya karena menyebut dia berbohong setelah memberikan pernyataan publik pada Oktober 2016.
Saat itu, Zervos menyebut Trump melakukan pelecehan seksual saat membahas peluang kerja dalam pertemuan di sebuah hotel di Beverly Hills pada 2007. “Setelah acara selesai, Trump mengundang saya ke kamar hotel dengan dalih menawarkan pekerjaan. Dia ternyata punya maksud lain,” ucap Zervos dalam salah satu surat elektronik yang dikirimnya ke Fox News pada 2015.
Trump tentu saja berusaha untuk menyetop kasus-kasus ini. Sebagai presiden, ia masih bisa berlindung di balik kekebalan hukum yang dimilikinya. “Argumentasi itu bakal lenyap setelah 20 Januari,” tutur Barbara L. McQuade, profesor bidang hukum dari University of Michigan. “Begitu saatnya tiba, kita bisa mendapat temuan baru dan mungkin kasusnya bisa berjalan lagi.”
GABRIEL WAHYU TITIYOGA (CNN, REUTERS, WASHINGTON POST, THE NEW YORK TIMES, LOS ANGELES TIMES, THE INTERCEPT)
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo