DALAM suasana riuh rendah, ribuan orang membentuk barisan di Universitas Yonsei, Seoul, Minggu kemarin. Mereka meneriakkan yel-yel, agar Kim Dae-Jung dan Kim Young-Sam bersatu saja, membentuk kekuatan tunggal oposisi demi mengakhiri diktator militer di negeri itu. Tetapi polisi antihuru-hara menghadang mereka. Akibatnya, ratusan mahasiswa terlibat bentrokan dengan polisi yang bersenjatakan gas air mata. Seiring dengan semua itu, seorang pemuda berusia 20-an melakukan upacara bakar diri. Kejadian hari Sabtu di Kota Taejon ini juga sebagai unjuk rasa, agar kedua Kim membentuk satu kekuatan. Keesokannya, menurut kantor berita Yonhap, sembilan orang mahasiswa di Chunchon melakukan mogok makan -- dengan tujuan sama. Sebaliknya, di Masan, basis kekuatan Kim Young-Sam. Di situ terjadi bentrokan ketika Kim Dae-Jung berkampanye. Sekitar 10 orang cedera. Ratusan mahasiswa menyanjung nama Kim Young-Sam, lantas menyerang podium. Seusai kampanye, sejumlah pemuda membakari beberapa mobil kelompok Kim Dae-Jung. Bentrokan antara massa pendukung dua Kim memang semakin tajam saja. Padahal pemilu tinggal beberapa hari lagi dan kampanye melalui TV sudah berlangsung. Para pengamat sepakat, inilah bukti kegagalan oposisi untuk menggalang kekuatan. Lebih dari itu, sebuah demokrasi, yang mendadak muncul setelah 16 tahun tenggelam, menjadikan orang-orang seperti tidak sabar dan lepas kendali. Tentu saja Roh Tae-Woo, sebagai calon dari partai yang berkuasa (DJP), justru diuntungkan oleh situasi seperti itu. Apalagi ketika warga Korea Selatan, belakangan ini, cenderung menyukai kestabilan politik dalam negeri -- suatu hal yang hanya bisa dijanjikan oleh DJP. Musibah Korean Airline KAL 858, dengan Korea Utara sebagai kambing hitam, menjadi kartu andalan kelompok Roh Tae-Woo untuk membuktikan perlunya sebuah pemerintahan yang kuat dan stabil demi menghadapi ancaman Utara. Maka, isu pemilu yang dibayang-bayangi sabotase mereka tiup-tiupkan. Dan Presiden Chun sudah mengerahkan 120 ribu polisi bersiaga satu, lebih cepat seminggu dari rencana semula. Sementara itu, Kim Young-Sam mendapatkan angin. Calon Partai Sosialis Demokrat (SDP) Hong Sook-Ja, satu-satunya wanita yang mencalonkan diri, akhirnya mundur dan berpihak kepadanya. Berarti, tinggal lima calon maju ke pemilu, dua yang kurang terkenal adalah bekas PM Kim Jong-Pil dan tokoh pembangkang Paek Ki Wan. Sedangkan Kim Dae-Jung, penganut Katolik yang aktif dalam gerakan kekiri-kirian di daerah asalnya, Mokpo, merasa dipojokkan oleh Presiden Chun Doo-Hwan karena disebut sebagai simpatisan komunis. Ia menyanggah, "Kalau saya komunis, mengapa pada pemilu 1971 saya sanggup menggaet 5,6 juta suara atau 46% dari suara yang sah?" Sempat menjalani tahanan penjara dan rumah selama 15 tahun, Kim menambahkan, "Saya ini korban tak berdosa akibat tipu muslihat yang tak berperi kemanusiaan dan imoral." Menurut sebuah pol yang tak dipublikasikan, ketiga calon -- Roh Tae-Woo dan kedua Kim -- akan bersaing ketat, dengan Kim Young-Sam diperkirakan berada sedikit di depan. Sementara dua Kim berkutat memperebutkan suara oposisi, kampanye Roh tiba-tiba seperti berbelok menentang Chun Doo-Hwan. Jumat malam lalu ia menuduh pemerintahan Chun itu kejam dan banyak melakukan kesalahan. Dia bersumpah bahwa kepemimpinannya kelak akan bersih dari hal-hal buruk serupa itu, juga dari korupsi. "Saya percaya bahwa dalam membongkar korupsi tidak seorang pun boleh dikecualikan, termasuk kepala negara," demikian Roh.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini