AKHIRNYA Presiden Soeharto sendiri turun tangan. Setelah
beberapa bulan dihebohkan, pekan lalu Mensesneg Sudharmono
mengungkapkan: Presiden telah menyetujui pemindahan gedung
Kedutaan Besar RI di Singapura dari Orchard Road ke lokasi lain
yang lebih baik. "Dengan keputusan Presiden ini diharapkan
ribut-ribut soal pembangunan gedung KBRI di Singapura berakhir,"
ujar Sudharmono.
Sejak pertama kali tersiar di pers bahwa gedung KBRI Singapura
akan dipindahkan, masalah ini memang ramai dipersoalkan. Ada
desas-desus pembangunan gedung KBRI yang baru itu dilakukan
tanpa tender. Diberitakan juga, tanah lokasi gedung KBRI lama
dinilai terlalu rendah. Hingga ramailah dugaan: ada permainan
dalam penjualan gedung KBRI serta penunjukan PT Ustraindo
sebagai pelaksana pembangunan gedung KBRI yang baru.
Menlu Mochtar Kusumaatmadja sendiri dalam pertemuannya dengan
Komisi I DPR dua pekan lalu harus menangkis banyak pertanyaan
dan kecaman para wakil rakyat. Menlu mengatakan tanah yang
digunakan untuk gedung KBRI tersebut bukan milik pemerintah RI,
hingga tidak mungkin dijual. Gedung KBRI yang sekarang dinilai
pemerintah sudah tidak lagi memenuhi syarat karena lokasinya
yang terletak di daerah pertokoan dan bisnis hingga harus
dipindahkan.
Yang meramaikan masalah ini bukan cuma anggota DPR. Pengusaha
terkemuka dan Ketua Kadin Probosutedjo dua pekan lalu membuat
kejutan tatkala mengungkapkan tanah kompleks KBRI di Orchard
Road ini tidak lagi atas nama KBRI, melainkan atas nama orang
lain, warganegara Singapura. Hal ini diketahuinya dari hasil
pengecekannya sendiri di Singapura.
Probosutedjo menyesalkan rencana penjualan ,tanah dan gedung
KBRI di Singapura ini yang dianggapnya "memalukan". Sambil
mengemukakan sederetan angka perkiraan, saudara tiri Presiden
Soeharto ini menyimpulkan: "Tetap dimilikinya tanah dan gedung
tersebut jauh lebih menguntungkan daripada dijual."
Lagi pula, menurut Probosutedjo, pemerintah Singapura sendiri
heran mengapa tanah dan gedung yang terletak di tempat strategis
itu harus dijual.
Menlu Mochtar sendiri menolak mengomentari kecaman Probosutedjo
dengan mengatakan "Itu pendapat Pak Probo." Tapi KBRI di
Singapura lewat jurubicaranya Rochsjad Dahlan menegaskan: tanah
dan gedung Wisma Indonesia belum berubah statusnya dan tetap
dimiliki pemerintah RI. Rochsjad juga mengatakan belum ada
persetujuan dengan PT Ustraindo untuk membangun gedung KBRI yang
baru.
Martabat Kedutaan
Tapi pekan lalu Mensesneg Sudharmono menerangkan PT Ustraindo
(Usaha Putra Indonesia) telah ditunjuk pemerintah membangun
kompleks gedung KBRI yang baru "setelah melalui pertimbangan
yang matang." Pembangunan itu diakuinya, tidak dilakukan lewat
tender. "Karena yang terjadi di Singapura itu bukanlah suatu
penjualan kompleks, tapi ruilslag (tukar menukar)," ujar
Sudharmono.
Menurut suatu sumber TEMPO perusahaan milik Probosutedjo dan
Ibnu Hartomo termasuk dua peminat yang ingin membeli gedung KBRI
yang sekarang. Terpilihnya Ustraindo kabarnya karena perusahaan
ini satu-satunya yang menawarkan cara tukar-menukar. "Jadi
pemerintah dalam ruilslag itu sama sekali tidak mengeluarkan
uang," kata Sudharmono .
Kabarnya perjanjian pemerintah Rl dan PT Ustraindo akan
ditandatangani di Singapura dalam pekan ini. Menurut perjanjian,
Ustraindo akan membangun suatu kompleks KBRI yang baru di daerah
Tanglin di atas tanah sekitar 3,5 hektar. Di sini akan dibangun
kantor KBRI 3 tingkat, rumah duta besar, 12 rumah staf kedutaan
dan satu sekolah. Kabarnya Ustraindo telah menyanggupi akan
selesai membangun gedung baru ini pada akhir 1982. Status
tanahnya: milik pemerintah RI.
Sebagai gantinya PT Ustraindo akan menjadi pengelola kompleks
KBRI di Orchard Road. Gedung KBRI yang biasa disebut Wisma
Indonesia ini dibangun pada 1962 di atas tanah seluas 9.600 m2.
Tanah milik Ngee Ann Kongsi ini disewa untuk waktu 99 tahun.
Walau selesai dibangun pada 1963, karena konfrontasi
Indonesia-Malaysia, gedung ini secara resmi baru dibuka pada
1967.
Wisma Indonesia saat ini dikelola oleh suatu yayasan yang
dipimpin Kepala Perwakilan RI di Singapura. Sejak 1968 beberapa
bagian dari gedung ini disewakan pada pihak luar. Hingga
sekarang ini terdapat beberapa toko, restoran, klub malam dan
juga diskotik di kompleks ini.
Ini rupanya dianggap mengganggu dan kurang sesuai dengan
"martabat kedutaan". "Kami merasa terganggu dengan adanya
berbagai toko, restoran dan klub malam itu," kata Rochsjad
Dahlan. Diharapkannya agar KBRI bisa secepatnya pindah ke daerah
yang lebih tenang.
Ada desas-desus PT Ustraindo dimiliki pengusaha Singapura. "Itu
sama sekali tidak benar. Ustraindo bukan perusahaan asing atau
dikendalikan orang asing. Kami usaha nasional seratus persen,"
kata Sutjipto Amidharmo, Ketua Dewan Komisaris PT ini yang juga
menjabat Ketua Pengurus Pelaksana PT Asuransi Jiwa Bersama
Bumiputra 1912.
Ustraindo adalah suatu perusahaan developer yang berdiri sejak
1978 yang dalam permodalannya bekerjasama dengan sebuah mercha
bank, yakni Wardley Limited -- sebuah anak perusahaan The
Hongkong and Shanghai Banking Corporation. Kabarnya dalam
pembangunan gedung KBRI di Singapura, PT ini akan bekerjasama
dengan sebuah perusahaan Singapura Asia Goldland Pte Ltd.
Yang belakangan ini juga sering ditanyakan adalah: mengapa dalam
masalah KBRI Singapura ini Presiden mesti turun tangan sendiri?
"Soal KBRI itu masalah penting karena merupakan tempat kedudukan
wakil negara kita," kata seorang pejabat tinggi. "Karena itu
Presiden dilapori juga masalah ini," tambahnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini