Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ternyata, bukan hanya sebagai perantara, bank internasional ini pun melakukan berbagai kegiatan hitam. MAKIN diteliti, Bank of Credit and Commerce International (BCCI) makin tampak boroknya. Ternyata, kegiatan haram bank yang sebagian besar sahamnya dimiliki oleh Syeikh Zayed Al Nahyan, Presiden Uni Emirat Arab itu, bukan insidental atau kecelakaan. Memang tersedia jalur pelayanan khusus untuk kegiatan yang oleh masyarakat internasional umumnya dianggap kejahatan, dalam bank internasional yang mulai 5 Juli lalu satu per satu cabangnya di berbagai negara ditutup ini. Itulah jalur yang dimanfaatkan untuk menyimpan, mengirim, dan mengambil uang, oleh tokoh atau lembaga yang dinilai mengambil jalan serong dalam mencapai tujuan mereka. Misalnya saja, disebut-sebut nama Abu Nidal, yang oleh Barat dicap tokoh terorisme internasional nomor satu. Diketahui bahwa pemimpin gerilyawan Palestina ini memanfaatkan rekening di BCCI London. Menurut laporan intelijen Prancis, yang dikutip kantor berita Reuters, Abu Nidal sudah lama "memajaki" negara-negara Teluk yang kaya agar keamanan mereka tak diganggunya. Kedutaan Besar Kuwait di London paling tidak diketahui menyetor US$ 60 juta untuk rekening Abu Nidal di BCCI, pada 1987 lalu. Juga kelompok Hisbullah yang didukung Iran, yang bertanggung jawab atas penculikan beberapa warga negara Barat di Libanon. Kelompok ekstrem ini menerima dana melalui BCCI juga. Yang baru diungkapkan oleh harian London The Guardian, BCCI terlibat dalam usaha pembuatan senjata nuklir di Pakistan, Argentina, dan Libya. Selain mengurus soal pembayaran, BCCI juga mengurus pengiriman sampai ke asuransi pembelian komponennya dari berbagai negara. Lebih celaka, BCCI tak hanya jadi perantara. Bank ini sendiri menjadi pialang perdagangan senjata. Rudal Ulat Sutera yang dijual RRC pada Arab Saudi adalah satu contoh. Demikian juga penjualan rudal Scud Korea Utara pada Suriah. Majalah Time, media internasional pertama yang memberitakan skandal ini, dalam laporan utamanya pekan lalu mengungkapkan bahwa cabang BCCI di Karachi, Pakistan, memiliki satu unit khusus yang disebut Jaringan Hitam. Fungsinya luar biasa, mirip jaringan intelijen internasional yang dilengkapi regu-regu pembunuh model mafia. Jaringan Hitam melakukan segala cara dalam mencapai tujuan. Suap, intimidasi, bahkan kalau perlu culik. Tak kurang dari 1.500 orang bekerja secara rahasia di sini. Kegiatan seperti perdagangan senjata gelap, penyelundupan obat bius, atau pengangkutan emas secara gelap adalah pekerjaan rutin mereka. Bukan luar biasa bila jaringan ini punya hubungan khusus dengan dinas-dinas intelijen top dunia. Badan intelijen Amerika CIA adalah salah satunya yang paling banyak memanfaatkan jasa BCCI. Tak hanya menyangkut pembelian senjata pada Iran yang sudah terungkap terlebih dahulu. Pertengahan 1980-an, Jaringan Hitam disebut-sebut sebagai pusat kegiatan intelijen Amerika yang terbesar di dunia. Terlibatnya berbagai intelijen itu tampaknya yang menyebabkan kejahatan bank ini sulit diketahui dengan cepat. Banyak catatan dalam pembukuan BCCI yang tak menggunakan pedoman akuntansi yang lazim. Lebih parah lagi, sebagian ditulis dalam huruf Urdu Pakistan. Namun, tentu tak mungkin sebuah bank internasional sama sekali memakai huruf Urdu. Mula-mula tercium bau busuk BCCI di Washington karena adanya kalangan tertentu yang melindungi bank ini. Para penyidik di Amerika mulai mengungkap beberapa keanehan pada kasus BCCI yang sebenarnya sudah mulai diamati sejak tiga tahun yang lalu. Misalnya saja raibnya dokumen penting yang berisikan data-data tentang duit milik Jenderal Manuel Noriega, penguasa Panama yang terlibat perdagangan obat bius yang kini meringkuk di tahanan AS. Dokumen ini menguap tak berbekas ketika hendak dikirim ke Washington. Penutupan BCCI bukan dipelopori Amerika, melainkan Inggris. Toh, tetap saja pemerintah John Major dicecar pertanyaan oleh pemimpin oposisi dari Partai Buruh Neil Kinnock: "Kapan sebenarnya pemerintah, termasuk Anda sendiri, mengetahui bahwa BCCI digunakan untuk kegiatan kriminal?" Sementara para politisi berdebat, Pengadilan Tinggi Inggris bertindak lain. Hakim Sir Nicholas Browne-Wilkinson menangguhkan permohonan bank sentral Inggris untuk segera menutup BCCI selama delapan hari, dihitung sejak 22 Juli lalu. Maksudnya, agar para deposan kelas teri masih mendapat kesempatan untuk mendapatkan uangnya kembali. Menurut aturan main di sana, para penyimpan uang memang masih punya kesempatan bisa menarik 75% uangnya yang disimpan, dengan jumlah maksimum sekitar Rp 64 juta. Di tengah suasana panas begini para pemilik BCCI masing enggan menyerah. Lewat sebuah iklan di koran New York Times 16 Juli lalu mereka memprotes keras penutupan bank itu. "Penutupan itu tindakan yang tidak adil" demikian inti protes yang ditandatangani langsung oleh penguasa Abu Dhabi, Syheik Zayed Al Nahyan, pemilik 77% saham BCCI. Mereka mengakui, memang ada kesalahan operasi di BCCI, tetapi perbaikan serius sedang dilakukan. Termasuk merombak manajemen dan menyuntik modal baru. Tapi tampaknya itu sudah terlambat. BCCI yang sudah terkubur tak mungkin lagi dibangkitkan. YH
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo