Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Batas waktu yang diberikan PBB sudah lewat, tapi tak apa pun terjadi pada Saddam Hussein, yang belum juga tergusur. SEPERTI Perang Teluk tak pernah meletus, kata seorang diplomat Barat di Irak, "Saddam Hussein sekarang adalah yang dulu juga: sombong, ambisius, dan tak bisa ditekuk." Maka batas waktu dari Dewan Keamanan PBB mengenai pengungkapan proyek senjata nuklir, biologi, dan kimia Irak, Kamis pekan lalu, dilanggar Saddam. Benar, tim PBB yang mengusut di Irak sudah yakin menemukan instalasi proyek senjata nuklir. Tapi tim ini pun yakin, mestinya masih ada beberapa proyek lagi mengingat, sebagaimana pekan lalu diungkapkan, baru setelah Irak menduduki Kuwait, 2 Agustus tahun lalu, Inggris berhenti memasok bahan nuklir plutonium ke Irak. Jadi, mengapa diktator Irak ini masih begitu kuat di singgasananya? Blokade ekonomi pun tak menyebabkan ia tergusur. Tak ada revolusi, tak ada upaya kudeta. Memang, beberapa lama lalu terbetik berita, sekian belas perwira militer dihukum mati karena terpergok hendak melancarkan pengambilalihan kekuasaan. Tapi berita seperti ini sungguh sulit dicek kebenarannya. Memang ada pemberontakan suku Kurdi, begitu Perang Teluk selesai, tapi harapan mereka dan banyak orang Amerika akan ikut bertempur di pihak Kurdi tinggal harapan. Presiden Bush tak mau dikritik menginvasi kedaulatan negara lain. Lalu apa daya, 3,5 juta Kurdi dengan menghadapi tentara Saddam, yang meski kalah dalam Perang Teluk, masih cukup kuat persenjataannya? Benar, pekan lalu peshmerga, gerilyawan Kurdi, berhasil merebut Sulaimaniyah, 320 km di utara Baghdad, di wilayah Kurdistan. Kota itu direbut lewat pertempuran yang dilukiskan paling besar sejak tentara Irak berhasil menggilas pemberontakan Maret lalu. Tapi sampai kapan, sebelum pasukan tank dari Baghdad kembali memporakporandakan para pejuang itu. Di bidang diplomasi, meski perundingan perdamaian antara Kurdi dan pemerintah Baghdad bikin frustrasi, tetap saja wakil pihak Kurdi bersabar. Lihat, tiga bulan sudah usaha itu dilakukan, dan tetap saja Massoud Barzani, pemimpin Kurdi, masih sabar menunggu. Apalagi soal pemberontak Syiah di selatan. Sudah tak lagi punya kekuatan cukup untuk melawan Saddam, mereka merasa dikhianati oleh suku Kurdi yang bersedia berunding di Baghdad. Mereka pun menyetujui undang-undang baru yang menghalangi orang Syiah -- 60% dari sekitar 17 juta penduduk Irak -- membentuk partai politik baru. Bukan saja semangat, rumah-rumah di Kota Kerbala dan Najaf yang menjadi tempat suci umat Syiah sebagian besar runtuh, dan selongsong peluru tampak di mana-mana. Toh Saddam tetap menjaga kemungkinan munculnya amarah dari selatan. Maka, Jumat pekan lalu diumumkan pemberian bantuan besar-besaran untuk memperbaiki Najaf dan Karbala meskipun di depan PBB ia mengaku tak punya duit untuk membeli makanan bagi rakyatnya. Bantuan itu berupa duit sekitar US$ 110 juta, 100 kg emas, dan 200 kg perak. Di antara rakyat Irak sendiri, kini kebencian pada Saddam pun menjalar dan mudah diketahui. Wartawan koran Asian Wall Street Journal, Tony Horwitz, mencatat banyak orang Irak kini enggan menonton TV. Mereka tak betah lagi menatap wajah Saddam yang tiap hari muncul, yang kini dijuluki Muka'ab Syaithan, yang artinya kira-kira "Mbahnya Setan". Orang-orang yang dahulu sangat membenci Amerika karena mengebomi Baghdad, kini menjadi lebih benci pada Saddam yang, "membuat Bush punya alasan mengebomi kami," kata seorang warga Baghdad yang dua saudaranya tewas di lubang perlindungan karena bom Amerika. Tapi apa yang bisa mereka perbuat? Pada Horwitz pun mereka pesan jangan disebutkan namanya, takut pada polisi rahasia Saddam, meski "kami sudah muak berdiam diri terus." Lalu kelompok Islam Suni pun, yang dahulu mendukung Saddam karena diberi kekuasaan dan kemakmuran, kini balik membencinya. Seorang Suni, juga tak mau disebutkan identitasnya, cepat-cepat mematikan radio mobilnya, begitu terdengar suara Saddam. "Kata-katanya semua bohong, dan itu mengingatkan saya betapa tololnya saya ini karena dulu begitu mempercayai semua pidatonya," kata si Suni itu. Tapi apa bisa diperbuat oleh sekitar 2,5 juta orang Suni di Irak, yang terbiasa hidup enak karena dirangkul Saddam? Adalah sebuah mimpi yang kini hidup di Irak. Orang pada nonton rekaman video Asifat Al Sah'ra atau Perang Teluk. Mereka bayangkan pesawat-pesawat tempur itu kembali lagi ke Baghdad, dengan sasaran jelas: Saddam Hussein. Bila ternyata tak juga datang pesawat itu, orang lalu menduga ada persekongkolan antara kedua presiden itu. Mungkin Bush masih memerlukan Saddam untuk menakut-nakuti sekutu-sekutu Arabnya agar tetap bergantung pada Amerika, pikir mereka. "Kalau tidak begitu, apa lagi yang bisa menjelaskan semua kegilaan ini?" teriak seorang di Najaf, frustrasi. Yopie Hidayat
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo