Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Bassam, Mencari Demokrasi Atau ...

Kasus pembelotan pilot Syria ke Israel diselimuti teka-teki: adakah ia pilot binaan Israel atau pertahanan Israel lemah terhadap mig-23. Mayor Mohamad Abdul Bassam, pilot, ternyata minta perlindungan.

21 Oktober 1989 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SIDANG kabinet Israel di Yerusalem, Rabu pekan lalu, mendadak bubar. Menteri Pertahanan Yitzhak Rabin, ditemani oleh Panglima Angkatan Bersenjata Jenderal Dan Shomron dan sejumlah jenderal senior, langsung terbang menuju bandar udara Megiddo, 90 km dari Yerusalem. Patroli udara dan pasukan penjaga perbatasan diperintahkan siaga penuh. Di Megiddo, sebuah pesawat MiG-23 milik Syria mendarat darurat. Mayor Mohamad Abdul Bassam, pilot pesawat pemburu itu, ternyata minta perlindungan. Bassam kabur kala melakukan latihan terbang di perbatasan dekat Dataran Tinggi Golan, wilayah Syria yang masih diduduki Israel. Sebelum menuju Israel, Bassam memberi tahu stasiun pengawas udara Syria tentang kerusakan mesin pada pesawatnya. Lalu dia mengurangi kecepatan dan menghilang. Aksi pembelotan itu tentu saja membuat berang Syria. Bassam dituduh sebagai mata-mata yang sudah lama dibina oleh dinas rahasia Israel. Puncak misi yang diemban Bassam adalah mencuri MiG-23. "Adl mengkhianati bangsa dan rakyat dengan memberikan senjata kepada musuh," bunyi pernyataan militer Syria, yang menyebutkan Bassam al-Adl sebagai nama asli pilot pembelot itu. Tapi dalam konperensi pers di Tel Aviv, Jumat pekan lalu, Bassam mengaku tak punya maksud berkhianat. "Saya ingin hidup di negeri demokrasi, tempat saya bisa mengekspresikan pandangan tentang kemerdekaan," ujarnya. Dan itu mungkin tak berlebihan, karena Presiden Syria Hafez al-Assad memerintah dengan tangan besi. Bassam mulai berniat kabur beberapa tahun lalu, setelah permohonan rumah dinasnya ditolak. Malah ia dihajar oleh sejumlah polisi rahasia sampai tulang rusuknya patah. Tapi, tetap ada kemungkinan lain. Bisa jadi Bassam terangsang oleh tumpukan dolar yang disediakan oleh Israel, yang sudah lama mengincar MiG-23, pesawat bikinan Soviet yang sudah dimodifikasi sehingga menjadi lebih tangguh dan belum dimiliki oleh negara mana pun itu. Kekuatan dan kelemahan pesawat yang oleh Barat diberi nama Flogger-G itu masih cukup misterius. Dan benar. Segera saja pesawat berkecepatan supersonik itu dibawa ke bengkel dibongkar. Dari situ akan diketahui apakah dugaan para ahli Barat selama ini benar: bahwa kecepatan maksimum pesawat itu 2,025 kali kecepatan suara, sanggup menjelajah medan tempur dalam radius 100 sampai 1.300 km. Syria dart Libya tentu khawatir bukan kepalang. MiG-23 sejauh ini tulang punggung kekuatan udara mereka. Apalagi ada contoh pengalaman pahit dari Mesir dalam perang enam hari melawan Israel pada 1967. Menjelang perang meletus, seorang pilot Irak membawa kabur MiG-21 ke Israel. Israel pun jadi paham betul cara melumpuhkan pesawat yang menjadi kekuatan utama angkatan udara Mesir kala itu. Maka, Israel berhasil menghancurkan hampir seluruh kekuatan udara mesir hanya dalam waktu beberapa jam. Di sisi lain, kritik bermunculan dari dalam negeri sendiri, tentang sistem monitoring pertahanan Israel. Yedioth Ahronoths, harian terkemuka di Israel menulis: "Bagaimana MiG itu bisa terbang selama tujuh menit tanpa kepergok?" Sumber militer Israel menjawab, sebenarnya sudah terlacak. "Tapi para komandan tak mau menembak," ujar Rabin. Jawaban itu tentu saja tak memuaskan. Sebab, pihak militer Israel baru sampai di Megiddo 20 menit setelah pendaratan Bassam. Apa yang terjadi seandainya Bassam mengemban misi tempur? Karena itulah Pangab Dan Shomron buru-buru memerintahkan penyidikan untuk membongkar siapa yang paling bertanggung jawab terhadap peristiwa memalukan itu. Padahal, Bassam terbang secara provokatif. Yakni dengan kecepatan antara 1.150 dan 1.200 km per jam pada ketinggian 30 sampai 50 meter. Dalam posisi demikian, dia tak bisa memberikan isyarat damai. Dan Bassam terbang melintas di atas pangkalan peluru kendali Israel. Sebelum menemukan Megiddo, dia berputarputar mencari jalan raya yang layak dijadikan medan pendaratan. Bassam juga mengaku bahwa dirinya tak pernah mengontak Israel, meski rencana pelariannya direncanakan selama beberapa bulan. Maka, ada dua kemungkinan. Bila bukan pertahanan udara Israel yang lemah terhadap MiG-23, Israel memang sudah tahu rencana pendaratan itu karena Bassam memang orang yang sudah lama dibina Israel. Praginanto

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus