UNI Soviet mengeluarkan peringatan keras. Pemerintah
Afghanistan, katanya, akan menggunakan "hak mengejar lawan
melampaui perbatasan." Lawannya ialah terutama gerilyawan
Mujahidin yang, bila dikejar, mencari perlindungan di wilayah
Pakistan.
Harian Pravda menyiarkan peringatan Mloskow itu pekan lalu yang
jelas ditujukan pada Pakistan, dan mungkin pula Iran, yang juga
berbatasan dengan Afghanistan. Reaksi Iran dan Pakistan?
Keduanya masih tetap menolak untuk bersahabat dengan rezim
Babrak Karmal di Kabul. Maka pernyataan di dalam Pravda itu bisa
dianggap sekedar satu isyarat ulangan bahwa tentara Soviet masih
akan memperpanjang kehadirannya di Afghanistan dan
mempertahankan Presiden Babrak Karmal.
Sebelumnya, tersiar berbagai spekulasi bahwa Moskow mungkin akan
mengganti Babrak Karmal dalam usaha memperbaiki posisinya
menjelang tentara Soviet mundur dari Afghanistan. Yuri Andropov,
pemimpin baru Soviet, setidaknya telah mengangkat Geidar Ali Rza
Ogly Aliyev, 59 tahun, dari daerah Azerbaizhan menjadi deputi
perdana menteri. Andropov melihat Aliyev seorang ahli hal
hubungan Soviet dengan dunia Islam, dan dia konon diharapkan
mencari jalan keluar dari kemelut Afghanistan .
Tentang Soviet menyerbu ke Afghanistan tahu 1979, di saat Hari
Natal. Pekan ini, sesudah tiga tahun, sekitar 100. 000
tentaranya berada di sana. Bersama 40.000 tentara Afghan yang
masih tersisa, mereka menghadapi perlawanan Mujahidin. Kekuatan
Mujahidin, yang semula 3.000 saja, kini meningkat jadi sekitar
80.000 -- suatu pertanda rakyat Afghan menolak pendudukan
tentara Soviet.
Mujahidin menggunakan senjata Soviet yang berhasil mereka rebut,
beli, atau yang dibawa oleh tentara Afghan yang menyeberang ke
pihak gerilyawan. Ada ranjau darat, mortir, roket dan granat
berbaling-baling buatan RRC. Ada pula senapan buatan Kanada dan
Amerika jenis M-1 yang berasal dari Perang Dunia II.
Sejumlah ahli militer Barat memperkirakan bahwa Uni Soviet
memerlukan 10 tentara untuk mengalahkan setiap gerilyawan. Ini
berarti Moskow harus mengerahkan sekitar 800.000 tentrara dalam
perang di Afghanistan itu. Perekonomian Soviet yang dalam
kesulitan saat ini jelas tak dapat menanggung beban itu. Apalagi
pemerintahan Babrak Karmal sangat bergantung pada bantuan
Moskow.
Ekonomi Afghanistan sendiri sudah sangat parah. Pemerintah Kabul
hanya menguasai kota-kota besar, sedang daerah pedesaan dikuasai
Mujahidin. Masyarakat pedesaan yang semula tinggal di dekat
Kabul telah mengungsi ke ibukota, yang kini berpenduduk lebih
dari satu juta, naik dari sekitar 600.000 pada tahun 1979.
Akibatnya, sewa rumah dan harga bahan makanan melonjak berlipat
ganda.
Penduduk yang tidak ingin hidup di bawah pemerintah komunis
mengungsi ke Iran, tapi sebagian terbesar ke Pakistan. Jumlah
mereka di Pakistan sekaran mencapai 2,8 juta--merupakan
kelompok pengungsi terbesar di dunia. Itulah sebabnya, Presiden
Zia-ul-Haq menitikberatkan pembicaraan di Washington awal
Desember ini dengan Presiden Reagan pada masalah Afghanistan.
"Pakistan adalah negara di garis depan," katanya.
Karena khawatir akan meluasnya perang Afghan itu, Presiden
Reagan menyetujui bantuan ekonomi dan militer, termasuk 40
pesawat tempur F-16 kepada Pakistan. Seluruh bantuan ini
bernilai sekitar US$ 3,2 milyar.
India memprotes. Jaminan Reagan bahwa Pakistan tidak akan
menggunakan F-16 itu untuk menyerang India tidak melenyapkan
kekhawatiran New Delhi. Sebagai suatu jalan tengah, Reagan
menyetujui permintaan PM Indira Gandhi, agar India diizinkan
membeli bahan bakar nuklir dari Prancis untuk reaktornya di
Tarapur. Amerika sendiri menghentikan penyediaan bahan itu sejak
1978 ketika India menolak menandatangani perjanjian
nonproliferasi nuklir.
India, yang mempunyai perjanjian persahabatan dengan Uni Soviet,
bersikap kurang tegas terhadap soal pendudukan Soviet atas
Afghanistan. Walaupun menuntut supaya Moskow menarik pasukannya,
India tidak pernah mengutuk intervensi Soviet itu.
Selama tiga tahun ini diperkirakan sudah ribuan tentara Soviet
yang tewas karena perlawanan Mujahidin. Korban terbesar terjadi
akibat tabrakan tanker minyak dan iring-iringan tentara November
lalu di dalam Terowongan Salang. Terowongan sepanjang hampir 3
km itu terletak di bagian utara Afghanistan.
Sekitar 700 tentara Soviet dan sekitar 2.000 tentara Afghan dan
orang sipil meninggal dalam kecelakaan itu. Sebagian besar mati
lemas akibat asap tebal di dalam terowongan. Tetapi di Uni
Soviet, tidak banyak orang yang mengetahuinya. Berbeda dengan
Amerika Serikat di masa Perang Vietnam, pers Soviet yang
dikuasai pemerintah itu hampir tidak pernah memberitakan korban
di pihak tentaranya dalam operasi di Afghanistan.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini