Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Internasional

Rakyat telah muak

Demonstrasi besar anti junta militer di argentina. "barisan demokrasi" nama para demonstran menuntut bignone dan rekan-rekannya mundur, karena gagal memulihkan keadaan politik & ekonomi argentina.(ln)

25 Desember 1982 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

ARGENTINA diguncang demonstrasi. Lebih dari 100.000 penduduk kembali memilih pentas Plaza de Mayo, terletak di tengah Kota Buenos Aires, tempat mengungkapkan isi hati mereka. Demonstran yang terdiri dari kaum buruh, mahasiswa, dan janda itu, dikenal dengan julukan Barisan Demokrasi, menuntut agar rezim militer yang memerintah mengundurkan diri. "Hai, diktator, rakyat telah muak melihat tampang kalian," teriak para demonstran ketika melewati Casa Rossada, istana kediaman Presiden Jenderal Reynaido Bignonc, pekan lalu. Demonstran yang diatur oleh gerakan multipartai itu -- pendukung utamanya kelompok Peronis, Partai Radikal, dan Kristen Demokrat -- menuntut Bignone dan rekan-rekannya mundur. Alasannya: mereka dianggap gagal memulihkan keadaan politik dan ekonomi sebagaimana yang dijanjikan waktu pelantikan dulu, Juni. Sejak Bignone mengambil alih tampuk pemerintahan dari Leopoldo Galtieri, seusai Perang Malvinas, keadaan di Argentina memang makin suram. Situasi konomi: inflasi mencapai 200%, angka pengangguran 20% dan utang tercatat US$ 40 milyar. BELUM lagi kecemasan akibat resesi yang memukul hebat industri dalam negeri dari negara yang berpenduduk 26 juta itu. Terakhir dikabarkan pabrik cuma berproduksi separuh dari kapasitas. "Belum pernah keadaan ekonomi Argentina seburuk sekarang," kata ahli ekonomi terkemuka Diego Estevez. Tentang keadaan politik dilaporkan bahwa penangkapan terhadap kaum pria oleh orang-orang bersenjata masih pula berlangsung terus. Tempo enam bulan terakhir diperkirakan lebih dari 1.000 wanita kehilangan anak maupun suami. Total penculikan selama enam tahun junta militer berkuasa, menurut lembaga hak-hak asasi di Argentina, hampir 30. 000 orang. Unjuk perasaan 100.000 demonstran, jumlah terbesar sejak militer masuk Istana Casa Rossada, pekan silam, disambut tentara dan polisi antihuru-hara dengan pentungan, gas air mata, dan peluru tajam. Seorang demonstran dilaporkan mati ditembak oleh seorang berpakaian preman yang turun dari kendaraan yang biasa dipakai polisi sedan Ford Falcon. Yang luka-luka tercatat 65 orang-separuh di antaranya alat negara. Saksi matat menuturkan tembakan mulai dilepaskan ketika demonstran meneriakkan slogan antirezim militer dan melempari Casa Rossada. "Para pengkhianat mengapa waktu melawan Inggris kalian tidak bertempur seperti sekarang," pekik demonstran. Bignone selepas menerima delegasi demonstran di Casa Rossada menjanjikan akan mengembalikan pemerintahan ke tangan sipil sekitar Maret 1984 -- lima tahun mundur dari tuntutan demonstran. Tuntutan yang tak berjawab soal pembebasan tahanan politik, per baikan kebijaksanaan ekonomi, dan siapa yang bertanggung jawab atas kekalahan Argentina dalam Perang Malvinas. Citra militer di Argentina mulai Jenderal Rafael Videla menghuni Casa Rossada tak pernah elok lagi. Penangkapan terhadap rakyat sering terjadi. Korupsi merajalela. Contoh: bekas Presiden Leopoldo Galtieri yang berkuasa selama enam bulan dikabarkan punya simpanan sekitar US$ 100 juta di Swiss. Tentang kekayaan Videla, Roberto Viola, dan Bignone, tak terungkap. Gambaran tentang pemerintahan junta sempat berubah selama 74 hari tatkala Galtieri memutuskan untuk menyerbu dan menduduki Malvinas, awal April. Dan ia mendadak dianggap pahlawan bangsa. Jutaan orang waktu itu turun ke jalan menyanjung nama Galtieri. Konon cuma mendiang Presiden Juan Peron yang mampu mengalahkan popularitasnya. Tapi selang tiga bulan kemudian, tak lama sesudah tentara Argentina terpaksa mengibarkan bendera putih di Malvinas, oposisi terhadap kaum militer kembali menghebat. Apalagi Bignone, pengganti Galtieri, banyak mengumbar janji. Tak heran hampir semua pihak menentang rezim Bignone--mulai dari partai politik, serikat buruh, mahasiswa, pers, kaum ibu yang kehilangan anak dan suami, bahkan belakangan juga Gereja Katolik. Seorang diplomat Barat di Buenos-Aires minggu lampau meramalkan pemerintahan militer di Argentina tak akan bertahan lebih lama lagi. "Wibawa mereka sudah jatuh di mata rakyat," katanya. Ia memberi ancar-ancar perubahan bakal terjadi sebelum pertengahan 1983. Untuk mencari pengganti Bignone dari kalangan sipil tampak tak mudah pula. Kelompok Peronis, organisasi politik terbesar di Argentina, yang menguasai serikat buruh kelihatan tak punya kandidat kuat. Satu-satunya calon yang diunggulkan mereka adalah bekas Presiden Isabel, istri kedua mendiang Peron, yang digulingkan Jenderal Videla. Isabel, kini hidup dalam pengasingan di Spanyol, dikabarkan berminat sekali untuk kembali ke Casa Rossada. Kekurangan Isabel: ia tak begitu populer di kelompok politik lain. Ia kalah pamor, misalnya, dibanding Ketua Partai Radikal Raul Alfonsin--dalam demonstrasi di Plazade Mayo menurunkan kan 30.000 pengikut. "Negeri kami sekarang dalam keadaan menyedihkan. Tak seorang pun yang bisa menduga apa yang akan terjadi esok," kata penyair Argentina terkenal Jorge Luis Borges.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus