Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Malam hari menjadi teman setia bagi Zat Low, seorang bekas preman kekar bertato berusia 34 tahun, untuk mencari buruan favoritnya yaitu ratu semut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca:
Low semakin merasa senang jika hujan turun karena ratu semut akan keluar dari dalam sarang sehingga lebih mudah ditangkap.
“Saya senang suasana malam karena semuanya terasa sunyi. Semua orang tidur,” kata Low seperti dilansir Channel News Asia, Kamis, 9 Agustus 2018.
Tidak jarang, Low akan berburu ke kawasan hutan kecil di sekitar Singapura. “Saya tidak takut berada di hutan sendirian. Saya pikir manusia itu jauh lebih menakutkan,” kata dia.
Hobinya ini bermula tiga tahun lalu saat seorang teman penggemar burung menunjukkan sekantung telur semut, yang merupakan salah satu pangan kesukaan burung.
Low lalu bermitra dengan seorang teman untuk memulai bisnis peternakan telur semut. Setelah setahun, dia merasa prosesnya cukup melelahkan. Dari menangkap ratu semut lalu memulai peternakan.
Zat Low, yang bertato dan bekas preman, menjadi pemelihara semut dan mendapatkan penghasilan dengan berjualan sarang semut (formicarium). Media Corp
Saat itu, dia dan temannya masing-masing bisa mendapat $4000 Singapura atau sekitar Rp42 juta. Adakalanya setelah sebulan ratu semut tidak juga bertelur yang menandakan steril sehingga dia melepasnya lagi.
Saat menjelajah internet, Low mendapati sebagian orang justru memelihara semut sebagai hobi, yang juga bisa mendatangkan uang. Bekas Presiden AS, Bill Clinton, juga memelihara dua peternakan semut dan bukan berjualan telur semut.
Low lalu belajar otodidak lewat internet dan bertanya ke berbagai forum pemeliharaan semut cara memulai koloni semut. Media Todayonline melansir pada awal 2017, Singapura memiliki sekitar 30 pemelihara semut, yang bergabung membuat laman Facebook untuk berbagi informasi mengenai hobi baru mereka. Setidaknya ada 50 jenis semut yang bisa ditemukan di Singapura.
Low lalu belajar cara membuat formicarium atau sarang semut, yang saat ini sudah memiliki sekitar seratus koloni. Berapa koloni ini ditaruh di kamarnya dan beberapa lainnya dititipkan di rumah teman-teman satu hobi.
Para anggota komunitas pemelihara semut ini terdiri dari pelajar, ibu rumah tangga, hingga pengacara dan dokter. Mereka saling berbagai tips cara berburu semut dan mencari jenis yang langka. “Kami ini seperti pemburu Pokemon Go. Kita tidak pernah tahu bakal dapat apa,” kata dia.
Memelihara semut menjadi pelarian Low dari titik terendah hidupnya sekaligus menyelamatkannya. Low mengaku sempat hidup dengan kondisi emosi yang labil dan ini mempengaruhi hubungannya dengan teman dan keluarga.
“Saya pernah menjadi orang yang sangat arogan. Saya telah menyakiti banyak orang secara emosional dan fisik,” kata Low, yang mengaku pernah bergabung dengan gang kriminal.
Gaya hidup yang keras dan kehilangan teman karena bunuh diri sempat membuatnya depresi. Belakangan dia mulai bisa menghadapi realita ini dan mulai menyusun hidupnya agar bergerak maju.
“Saat itu saya merasa hidup seperti tidak berarti tapi saya tidak mau terus menerus seperti itu dan semakin terpuruk,” kata dia. Melihat semut, Low menyadari hewan ini juga berjuang untuk bertahan hidup. “Lalu bagaimana dengan saya,” kata dia.
Dia mulai memelihara semut, yang diledek oleh teman dan keluarga sebagai hobi yang payah. “Mereka berpikir saya mulai gila. Mereka bilang,’Kenapa semut?’ Tapi saya merasa semut ini misterius,” kata Low, yang merasa terkesan dengan perilaku sosial, hirarki dan sistem kasta serta kesamaan semut dan manusia.
Baca:
Menurut dia, Semut memulai pertanian sejak 60 juta tahun lalu dengan mengembang-biakkan jamur tertentu untuk memenuhi kebutuhan koloni.
Low juga mulai menjual beberapa sarang semut, yang dibuat menggunakan plastik akrilik. Sarang yang keren bisa dilengkapi dengan kristal dan ada kotak musik di dalamnya. Biaya pembuatannya cukup murah yaitu sekitar 50 ribu tapi jika dibuat dengan telaten maka harga jualnya bisa mencapai empat digit.
Dengan aktivitasnya bersama semut ini, Low masuk dalam film dokumenter "Singapura After Dark", yang mengulas warga yang beraktivitas justru setelah gelap. Mereka seperti penyelidik privat, astronomi amatir, nelayan malam dan penyelamat hewan liar.