Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Tewasnya tiga warga muslim di halaman parkir Finley Forest di Chapel Hill, North Carolina, Amerika Serikat, 10 Februari lalu, menggemparkan penghuni apartemen itu. Seorang wanita yang sedang berjalan menuju kompleks apartemen sempat mendengar suara tembakan berkali-kali disertai teriakan keras dari seorang perempuan sebelum menelepon polisi.
Ketika polisi datang sekitar pukul lima sore waktu setempat, korban sudah ditemukan tewas dengan luka tembak di kepala. Korban yang terdiri atas seorang pria dan dua perempuan itu diidentifikasi sebagai Deah Shaddy Barakat, 23 tahun, Yusor Mohammad Abu-Salha (21), dan Razan Mohammad Abu-Salha (19).
Tetangga korban, Craig Stephen Hicks, menyerahkan diri kepada polisi pada malam harinya. Indikasi awal yang dilansir kepolisian Chapel Hill adalah pembunuhan itu dipicu oleh perselisihan masalah parkir kendaraan. "Kami memahami kekhawatiran tentang kemungkinan bahwa ini adalah kebencian yang termotivasi," kata Chris Blue, Kepala Kepolisian Chapel Hill, seperti dilansir USA Today.
Mohammad Abu-Salha, ayah dua korban perempuan, justru langsung meyakini pembunuh menunjukkan tanda-tanda kejahatan rasial berdasarkan agama dan budaya. Menurut dia, korban dan Hicks bermusuhan setelah Yosur, yang menggunakan jilbab, pindah ke apartemen suaminya. Adik Yosur yang tewas juga mengenakan jilbab. "Ini bukan sengketa lahan parkir, melainkan kejahatan rasial karena mereka muslim. Pria ini telah berselisih dengan putri saya dan suaminya beberapa kali sebelumnya, dan ia berbicara dengan pistol di sabuk pinggangnya," kata Abu-Salha kepada News and Observer.
Namun sejauh ini polisi hanya menyelidiki kasus itu sebagai sengketa lahan parkir. Karena itulah organisasi pembela hak sipil muslim Amerika, The Council on American-Islamic Relations (CAIR), meminta pemerintah federal mengambil alih kasus tersebut untuk mengusut adanya motif bias dan dugaan kejahatan rasial. "Berdasarkan sifat brutal, pakaian keagamaan dua korban, dan meningkatnya retorika antimuslim dalam masyarakat Amerika, kami mendesak aparat penegak hukum negara bagian dan federal segera mengatasi spekulasi motif yang bias dalam kasus ini," kata Nihad Awad, Direktur Eksekutif CAIR, dalam sebuah pernyataan.
Pembunuhan ketiga orang itu mengingatkan lagi betapa kejahatan atas dasar kebencian meningkat signifikan di Amerika. Menurut Hate Crime Statistics Act of 1990, definisi kejahatan atas dasar kebencian adalah kejahatan dengan bukti nyata adanya bias terhadap ras, jenis kelamin atau identitas gender, agama, orientasi seksual, atau etnis. Southern Poverty Law Center menyebutkan saat ini ada 939 kelompok aktif bagi orang-orang yang memiliki kebencian di Amerika.
Berdasarkan data Biro Penyelidik Federal (FBI), anggota dari kelompok-kelompok itu terlibat dalam 5.796 "insiden" dengan jumlah korban 7.164 orang sepanjang 2012. Pada tahun itu, kejahatan atas dasar kebencian paling banyak termotivasi oleh perkara rasial, yang mencapai 48 persen. Tahun berikutnya, FBI melaporkan lebih dari 6.900 kasus kejahatan dilatarbelakangi kebencian. Agama merupakan salah satu dari tiga kategori bias tertinggi, dengan 165 kejahatan diakibatkan dari bias terhadap muslim.
Masalahnya, membuktikan kejahatan semacam itu, yang peluang hukumannya lebih berat, bukanlah tugas mudah. Jaksa harus menunjukkan pelaku memiliki pemikiran bias, menggunakan bukti seperti umpatan dan simbol kebencian. Pada 2012, lembaga penegak hukum Texas melaporkan ada sekitar 200 kejahatan yang termotivasi kebencian. Hanya 10 kasus yang terbukti mengandung kejahatan atas dasar kebencian ras.
Sejauh ini, tampaknya Craig Hicks juga bakal dijerat hanya dengan dakwaan pembunuhan tingkat pertama, seperti telah disetujui dewan juri Negara Bagian North Carolina. Kepolisian Chapel Hill mengatakan tak menemukan bukti pria 46 tahun itu terdorong kebencian terhadap Islam. Padahal, dalam akun Facebook, Hicks mengaku sebagai pendukung organisasi Atheists for Equality. "Jika soal penghinaan, agamamu yang memulai, bukan saya. Jika agamamu tetap menutup mulutnya, saya juga akan melakukannya," tulis Hicks dalam akun Facebooknya.
Rosalina (The Guardian, The Washington Post, NBC News, BBC)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo