Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jarum jam menunjukkan pukul 08.16 pagi. Pasar yang hanya menjual sayuran di Kota Tarim, Hadramaut, sudah lengang, Selasa pekan lalu. Hanya beberapa pria bersarung—biasanya sarung impor dari Indonesia—dan berkemeja terlihat menenteng tas kresek berisi sayuran. Pemandangan ini biasa terlihat sehari-hari. Tak jauh dari pasar, di sebuah warung di samping terminal, belasan orang tengah bersantai menikmati sarapan. Menunya: segelas susu, beberapa potong gorengan, dan telur rebus. Tak terlihat ketegangan sama sekali.
"Jangan khawatir. Krisis terjadi jauh dari Hadramaut," kata Arif, seorang pemilik toko. "Ibu kota, Sanaa, lebih dari 1.000 kilometer dari sini," pria 41 tahun ini menambahkan.
Begitu pula suasana kota lain di Provinsi Hadramaut seperti Seiyun, Syibam, dan Daw'an. Damai. Jauh berbeda dengan Sanaa, yang kehidupannya jadi begitu tegang setelah milisi Houthi berkuasa sejak September tahun lalu. Milisi Houthi petantang-petenteng dengan senjatanya di pos-pos penjagaan. Mereka juga bercokol di gedung pemerintah, militer, dan rumah pejabat—sehingga para pejabat, termasuk Presiden Abdu Rabbu Mansur Hadi, seolah-olah berada dalam tahanan rumah.
Masyarakat di Tarim beraktivitas seperti biasa. "Mayoritas penduduk Hadramaut bermazhab Syafii dan berideologi Sunni. Hampir tak ada atau mungkin hanya sedikit penganut Syiah," kata Salim Awad, 60 tahun, petugas keamanan di sebuah kantor di Tarim.
Hanya mahasiswa yang merasakan sedikit imbas dari konflik di Sanaa. "Pihak Syuun Wafidin (lembaga yang mengurus pelajar asing) melarang kami bepergian ke luar Hadramaut karena alasan keamanan," ujar Fahmi, 21 tahun, mahasiswa sebuah universitas swasta.
Meski demikian, pemerintah di Provinsi Hadramaut tetap bersiaga. Setelah pengunduran diri Presiden Abdu Rabbu Mansur Hadi dan Perdana Menteri Khalid Bahah pada akhir Januari lalu, pemerintah dan komite keamanan Provinsi Hadramaut mengeluarkan pernyataan yang menjamin aparat keamanan akan tetap melaksanakan tugas menjaga stabilitas dan keamanan.
Penolakan Pemerintah Provinsi Hadramaut terhadap kelompok Houthi yang beraliran Syiah semakin tegas terbaca seusai "Deklarasi Konstitusi" Houthi tiga pekan lalu, yang di antaranya berisi pembubaran parlemen, yang diganti dengan Dewan Transisi Nasional, juga pembentukan Dewan Kepresidenan.
Pemerintah dan komite keamanan Hadramaut meresponsnya dengan mengeluarkan pernyataan bahwa Hadramaut tak terikat dengan "Deklarasi Konstitusi" karena tak melalui konsensus nasional dan lembaga resmi negara. Mereka juga mengajak semua pihak untuk rapi dalam satu barisan, menjaga keamanan, dan menolak semua bentuk intervensi dari pihak mana pun yang berusaha menyeret konflik ke provinsi yang wilayahnya mencakup 36 persen dari total wilayah Republik Yaman ini.
Sikap pemerintah lokal dan komite keamanan Hadramaut itu didukung masyarakat. Dalam satu pertemuan di ibu kota Hadramaut, Mukalla, semua elemen politik dan organisasi kemasyarakatan sipil sepakat mendukung pemerintah lokal dan komite keamanan dalam menjalankan fungsi pelayanan dan tugas lain. Mereka juga menyuarakan pentingnya ikut bertanggung jawab dalam menjaga keamanan di masyarakat.
Para kabilah pun telah bersuara. Dalam pertemuan Konfederasi Kabilah Hadramaut di Lembah Nahab, Ghail Bin Yamin, pada Senin pekan lalu, disepakati beberapa hal, di antaranya menjaga agar Hadramaut dan Syabwah tidak menjadi daerah konflik dua kelompok yang bertikai. Juga tindakan tegas harus diberlakukan terhadap siapa pun yang mengganggu stabilitas keamanan di dua wilayah ini.
Warga pun tenang. "Di Hadramaut ada banyak kabilah. Akan ada perlawanan dari kabilah dan mantan tentara Yaman Selatan (bila Houthi masuk). Mereka pasukan terlatih," ujar Hud, petugas keamanan sebuah bank swasta.
Mohammad Rofik Anwari (Hadramaut, Yaman)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo