BISA jadi, teori domino terbukti di Eropa Timur, bukan di Asia Tenggara. Kerusuhan meledak di Rumania Ahad pekan lalu. Ratusan penduduk Kota Timisoara -- kota terbesar ketiga -- berkumpul di depan rumah pendeta keturunan Hungaria, Laszlo Tokes, sejak Sabtu, sehari sebelumnya. Mereka mencoba menghalangi polisi yang akan menahan Tokes karena kritiknya atas perlakuan pemerintah terhadap keturunan Hungaria di negeri itu. Orang-rang itu secara spontan bergandengan tangan membentuk rantai manusia mengelilingi rumah Pak Pendeta. Tapi, menurut saksi mata, polisi berhasil masuk ke rumah. Tak lama kemudian Tokes menampakkan diri dari jendela dan berteriak menyuruh para pendukungnya pulang, dengan wajah babak belur dan tangan bersimbah darah. Dari situlah kerusuhan di kota berpenduduk hampir 320.000 itu terjadi. Dalam waktu singkat, jumlah demonstran melonjak menjadi ribuan. Bukan cuma keturunan Hungaria yang ambil bagian, tapi juga orang-orang Rumania asli. Massa bergerak menuju kantor Partai Komunis sambil melempari kaca-kaca toko yang memajang foto Presiden Nicolae Ceausescu. Biasa, mobil yang terperangkap di jalan ikut jadi korban. Dibakar. Menurut kantor berita Yugoslavia, Tanjug, sekitar 10.000 demonstran turun ke jalan sambil meneriakkan slogan-slogan antipemerintah. Massa berteriak. "Turun Ceaucescu." Polisi berusaha membubarkan massa dengan kanon air. Kemudian tentara dikerahkan berikut kendaraan lapis baja dan tank. Letusan senapan mesin terdengar berkali-kali. Hari itu juga Kota Timisoara dinyatakan tertutup. Pemerintah Rumania kemudian juga menutup perbatasannya dengan Hungaria dan Yugoslavia. Seorang mahasiswa Yugoslavia dari Universitas Timisoara berhasil pulang ke negerinya. Ia bercerita kepada Reuters melihat para alat negara di jalan menembaki demonstran. Polisi dan tentara juga menggunakan helikopter, dari atas mereka pun menyebarkan peluru. Sementara sejumlah demonstran membakar sebuah kantor polisi. "Ratusan orang berjatuhan di depan mata saya," kata mahasiswa tersehut. Ia yakin, puluhan demonstran tewas ditembus peluru. (Menurut televisi AS CNN, Selasa dinihari WIB, hanya satu orang tewas). Para pengamat memperkirakan, demonstrasi kali ini pecah karena rakyat sudah mulai ikut-ikutan memberontak melawan pemerintah, sebagaimana di negeri-negeri sosialis yang lain di Eropa Timur. Ceaucescu memang berhasil membayar utang luar negeri -- diumumkan April lalu -- dengan mencanangkan politik ekonomi "berdikari". Maka, sementara daging diprioritaskan untuk ekspor, di dalam negeri sendiri bahan pangan sulit diperoleh. Sekitar 23 juta rakyat hanya mendapat jatah roti 300 gram per orang per hari, dan gula 1,4 kilo per bulan. Negeri ini satu-satunya dari blok Soviet yang ikut serta dalam Olimpiade Los Angeles, AS, 1984. Dan meski resmi menjadi anggota Pakta Warsawa, Rumania tak pernah mengizinkan tentara asing menginjak buminya. Selama 22 tahun berkuasa, Ceaucescu memberikan jabatan kepada sanak keluarganya. Sementara sebagian besar rakyatnya hidup pas-pasan, media massa (yang tentu saja merupakan suara pemerintah) memamerkan gaya hidup sang presiden yang bak milyuner di negeri kapitalis. Sementara ini, Mikhail Gorbachev membiarkan Rumania berjalan sekehendaknya. Konon, Gorbachev ingin membuktikan bahwa warna sosialisme tidak cuma tunggal. Sementara itu, Presiden Ceaucescu, 71 tahun -- selama ini sangat menentang multipartai dan tidak setuju dengan reformasi di negeri sosialis lainnya -- tetap yakin akan kesetiaan aparatnya dalam "mendamaikan" massa. Buktinya, ia tetap melaksanakan kunjungan kenegaraannya ke Iran Senin pekan ini. Ia tampaknya tak belajar dari nasib Honecker di Jerman Timur -- presiden yang terpaksa mundur, dan kini dikenai tahanan rumah, karena dituduh korupsi.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini