Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Awal Mei 2013, kontributorTempo English Edition,Armin Wertz, tiba di Kota Aleppo, kota terbesar di Suriah. Ini bukan tugas jurnalistik pertamanya ke medan perang. Pria asal Kota Hamburg, Jerman, itu pernah bertugas di medan konflik lain, seperti Amerika Latin pada pertengahan 1980-an dan Timur Tengah pada 1990-an. Namun, di Suriah, pria 68 tahun itu baru pertama kalinya meliput dan ditangkap, serta dipenjara lima bulan.
Wertz memang tidak disiksa di penjara yang panas dan lembap. Namun tahanan lain tidak seberuntung itu. Teriakan kesakitan dan bunyi derak cambuk terus terdengar. Saat ia mengingatkan para sipir penjara untuk mematuhi hukum kemanusiaan internasional, mereka tertawa dan berkata, "Di sini bukan Perserikatan Bangsa-Bangsa."
Bertahan berbulan-bulan, Wertz menggunakan berbagai cara untuk bertahan, termasuk menyanyikan lagu-lagu dua banda favoritnya, The Beatles dan The Rolling Stones.
Berikut ini petikan wawancara Sita Planasari Aquadini dariTempodengan Wertz, yang menjadi wartawan sejak 1998, melalui surat elektronik, pekan lalu.
Mengapa Anda ke Suriah?
Saya ingin memperoleh gambaran utuh mengenai konflik di Suriah dan menuliskan kisah itu kepada para pembaca di Indonesia ataupun media lain tempat saya bekerja. Saya ingin langsung berbicara dengan mereka yang terlibat dalam konflik, seperti pemerintah Suriah, tentara pemerintah, kelompok pemberontak, siswa, pengusaha, dan masyarakat biasa. Saya tiba di Suriah melalui Turki tanpa visa dan ditangkap tiga hari setelah kedatangan saya di kota basis pemberontak, Aleppo.
Mengapa otoritas Suriah menahan Anda?
Awalnya sejumlah petugas dari Kementerian Dalam Negeri Suriah mendatangi hotel tempat saya menginap selama di Aleppo, Hotel Pullman Ashahba. Mereka bilang saya masuk Suriah secara ilegal. Saya jelaskan, karena Uni Eropa menutup semua kantor kedutaannya di Suriah, tidak ada cara memperoleh visa.
Awalnya saya hanya ditahan di kamar hotel. Saat itu, saya mengirimkan pesan pendek kepada sejumlah kolega. Beberapa hari kemudian, saya dipindahkan ke sel kantor polisi selama tiga pekan. Saat itu, kondisi penahanan masih cukup baik.
Situasi mulai berubah ketika tiga polisi berseragam militer memindahkan saya ke penjara untuk para pelaku kriminal. Sel di sini lebih kecil dan dihuni lebih banyak tahanan. Ruangannya lembap dan sangat panas.
Mereka mengambil semua barang yang saya bawa, dari sikat gigi hingga pakaian yang melekat di tubuh saya. Saya pun harus mendekam di sel hanya dengan pakaian dalam. Saya beruntung karena para sipir tidak menyiksa saya. Mungkin ada pengecualian bagi tahanan asal Eropa.
Apa saja yang Anda alami di penjara?
Yang paling berat adalah kondisi sel yang lembap dan panas serta jatah makanan yang terus berkurang. Selama berada di sel, tubuh saya tidak pernah kering. Akibatnya, saya sempat mengidap alergi cukup parah. Dokter penjara tidak berani memberikan obat, sehingga saya sempat dibiarkan berada di luar sel untuk beberapa waktu.
Makanan di penjara awalnya cukup baik. Saya menerima jatah makanan berupa nasi,chobbes(roti pita), tomat, zaitun, dan bawang. Namun, setelah sebulan, jatah makanan saya berkurang menjadi hanya sepiring nasi dan tiga lembarchobbessehari. Saya tidak pernah menerima jatah daging ataupun buah. Bahkan sayur pun akhirnya dihilangkan dari menu. Adapun air minum diberikan secara terbatas.
Apa ketakutan terbesar Anda?
Tentu saja saya sangat khawatir saya dipenjara tanpa kejelasan. Saya juga takut kehilangan gigi. Bayangkan, hampir lima bulan saya tidak pernah menggosok gigi karena sikat gigi diambil mereka.
Apa yang Anda lakukan untuk menghabiskan waktu selama di dalam penjara?
Karena sel saya gelap, saya tidak dapat melakukan banyak hal. Sebagian besar waktu saya gunakan untuk membayangkan makanan yang lezat hingga membuat menu makanan yang nikmat. Saya juga menyanyikan banyak lagu, dari lagu rakyat Jerman, lagu pop milik kelompok musik The Beatles dan The Rolling Stones, lagu pop 1950-1960-an, hingga aria, sepertiopera Verdi, Nabucco.
Apakah Anda bertemu dengan warga Jerman atau warga asing lain di dalam penjara?
Saya bertemu dengan dua warga Jerman, seorang pria muda dan perempuan muda. Keduanya muslim, yang berharap dapat bertempur bersama kelompok pemberontak. Tapi mereka menolak berbicara dengan saya. Kemudian, dalam sepuluh hari terakhir saya di Damaskus, saya bertemu dengan sejumlah warga asing dari Maroko, Aljazair, Mesir, Yordania, Turki, Pakistan, bahkan Kashmir. Namun saya tak pernah bertemu dengan wartawan asing lain.
Apa penyebab mereka akhirnya melepaskan Anda setelah lima bulan?
Pemerintah Jerman rupanya berupaya melepaskan saya. Intelijen Jermanlah yang berhasil mengeluarkan saya.
Sebagai wartawan, selain Suriah, wilayah konflik mana yang tidak akan terlupakan bagi Anda?
El Salvador, Guatemala, dan Bolivia pada periode 1980-an. Saat itu ada sejumlah pasukan pembunuh yang beroperasi untuk militer. Mereka menyiksa, membunuh, dan memutilasi ribuan warga tak berdosa.
ARMIN FRIEDRICH WERTZ
Pengalaman Jurnalistik:
1977-1979
1980-1981
1982-1985
1986-1988
1989-1990
1991-1995
1996-1997
1998-2013
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo