TIGA lantai anjlok setelah bahana ledakan merobek-robek udara hening di sekitar Grand Hotel. Sebuah celah besar tampak menganga di bagian agak ke tengah hotel yang menghadap pantai Kota Brighton itu. Di hotel berkamar 185 itulah perdana menteri Inggris Margaret Thatcher berikut seluruh anggota kabinetnya dan sejumlah besar Partai Konservatif, mengimap. Korban ledakan: dua tewas, 32 luka-luka. Thatcher selamat setelah terhindar secara kebetulan dari reruntuhan. Pada Jumat dinihari yang naas itu Thatcher berada di lantai satu merampungkan naskah pidatonya, sementara sebagian besar menteri beristirahat di kamar masing-masing. Dengan demikian, untuk kedua kali nasib mujur menyertai "wanita besi" ini. Yang pertama Januari 1981, tatkala ia menerima sebuah bingkisan bom yang, kebetulan saja, tidak meledak. Sembilan jam sesudah ledakan maut di Brighton, Tentara Republik Irlandia (IRA) menyatakan dirinya bertanggung jawab. Lewat biro humasnya yang berkantor di Dublin, mereka mengakui bahwa ledakan ditujukan pada kabinet Inggris dan kelompok gila perang Partai Tory. "Thatcher sekarang sadar, Inggris tidak bisa menduduki negeri kami, menyiksa tahanan, dan menembak rakyat kami . . . Hari ini kami sial, tapi ingatlah, cukup sekali kami beruntung. . . Karena itu, beri Irlandia kedamaian dan tidak akan ada lagi perang." Polisi Inggris memastikan bom Relignite seberat 45 kg itu dibungkus rapi dan ditanamkan secara hati-hati di lantai lima hingga tidak bisa diendus anjing pelacak. Bom, yang mungkim dipasang sekitar tiga minggu sebelumnya, diatur untuk peledakan berjangka waktu lama. Kemajuan yang diperlihatkan IRA ini mencemaskan Komandan Bill Hucklesby dari kesatuan antiteroris Scotland Yard. "Sekarang satu serangan roket bisa saja menghantam Downing Street 10," kata Hucklesby. Di alamat itu berkantor PM Inggris. Polisi menduga, kini IRA menukar siasat dari pemboman terhadap pusat pertokoan tangsi tentara, dan bar, langsung kepada pejabat tinggi pemerintahan. Teori ini cocok dengan keterangan Danny Morrisson, juru bicara organisasi Sinn Fein dari Irlandia Utara. Katanya, gerilyawan Irlandia sekarang beralih ke "sasaran terhormat". Kepada surat kabar The Observer, Morrisson menyatakan bahwa bom dimaksudkan membunuh seluruh anggota kabinet Inggris lalu terjadi krisis dan Inggris terpaksa tarik diri dari Irlandia Utara. Sebagai sasaran nomor satu, Thatcher tidak sedikit pun tampak terguncang. "Dia begitu tenang," kata John Gummer, ketua sidang Partai Konservatif. Berkumpul di Brighton untuk menghadiri sidang, orang-orang partai yang kimi memerintah Inggris itu agaknya sadar bahwa konperensi tidak mungkin lagi diadakan tanpa penjagaan keamanan ketat. IRA sudah sangat berbahaya. Thatcher, yang mengenakan gaun biru, Jumat siang berpidato di hadapan 5.000 anggota delegasi menyatakan: "Serangan itu tidak hanya dimaksudkan untuk mengacau dan menghentikan konperensi, tapi juga untuk melumpuhkan pemerintah yang terpilih secara demokratis. . . Tapi bukan serangan ini saja yang gagal," tutur Thatcher, "semua teror yang mencoba menghancurkan demokrasi pasti gagal." Seperti halnya dalam krisis perang Falkland, Thatcher sekali lagi dengan sempurna memperlihatkan kepemimpinannya. Dan ia memperoleh banyak simpati. Ratu Elizabeth, yang sedang berkunjung ke Amerika Serikat, menyatakan rasa prihatinnya kepada Thatcher. Perdana Menteri Irlandia Garret Fitzgerald mengungkapkan rasa gusarnya, dan Uskup Agung Robert Runcie mendoakan keselamatan bagi mereka yang tertimpa bencana. Salah seorang yang mengalami cedera berat ialah Menteri Perdagangan dan Industri Norman Tebbit. Tokoh yang diduga akan menjadi calon kuat pengganti Thatcher ini tertimpa puing, begitu pula istrinya, Margaret. Kuat dugaan, ledakan maut dimaksudkan sebagai balas dendam karena tertangkapnya sebuah kapal yang menyelundupkan senjata IRA dalam jumlah besar, 29 September lampau. Juga dikaitkan pada Thatcher yang dianggap bertanggung jawab atas kematian 100 aktivis yang mogok makan di penjara Belfast, 1981. Tapi ada juga yang menduga, pelaku ledakan tak lain dari satu sel kecil dalam IRA, yang beroperasi di Inggris dan selama ini tidak aktif.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini